-->

Kamis, 22 Maret 2018

Cetik Racun Gaib dari bahan Alam

Cetik   Racun Gaib dari bahan Alam

REPORTER BALI KINI  : Nyoman Suamba 

BALI KINI  - Hingga kini cetik masih menjadi momok. Di setiap kesempatan, orang-orang dengki dan sakit hati hendak melampiaskan keinginannya. Ibarat ungkapan “Lempar batu sembunyi tangan,” orang-orang yang membubuhi cetik dapat dengan leluasa “cuci tangan” dari kejadian itu. Ia dapat dengan leluasa melampiaskan keinginannya tanpa harus diketahui orang lain. Kalaupun nanti jatuh korban, yang kena adalah pihak penyelenggara pesta atau yang punya hajatan. Sebab seseorang kena cetik setelah makan hidangan yang disajikan saat pesta. Lebih celaka lagi kalau reaksi cetik itu instan. Artinya, setelah dimakan, cetik langsung meledak dan membunuh. Kalau hal ini terjadi, sudah barang tentu pihak penyedia makanan yang dituduh. Lain halnya kalau cetik itu lebih halus. Ia bereaksi setelah beberapa tahun kemudian. Tentu hal ini masih dapat ditelusuri melalui orang pintar.
Cetik ditransfer lewat media makanan. Cara itulah yang paling jitu dipakai agar dapat masuk ke dalam tubuh karena cetik adalah racun. Bagaimana meracun orang kalau racun tidak dimakan? 
Selain lewat pesta, penyaluran cetik kadangkala juga lewat makanan di warung-warung makan. Karena itu, hati-hatilah makan dan berbelanja di warung-warung penganan. Sebab bisa jadi Anda menjadi kelinci percobaan untuk menguji kedahsyatan cetik.
Kejadian ini pernah dialami Ketut Rempuh, warga Jalan Jayagiri, Denpasar. Ceritanya berawal ketika ia merantau ke Pulau Serangan untuk berguru pada salah seorang tokoh kebatinan. Karena lama tinggal di desa tersebut, tentu ia sudah tak asing lagi bagi warga sekitarnya. Warga tahu bahwa Ketut Rempuh adalah murid salah seorang tokoh kebatinan warga setempat. Di antara warga tersebut, tentu tidak semuanya menaruh simpati kepadanya. Ada yang suka, tetapi ada juga yang benci. Karena tahu dia belajar ilmu kebatinan, tentu ada di antara warga setempat yang hendak mencoba, sampai di mana kemampuan murid tokoh kebatinan yang tersohor di desanya.
Suatu ketika, menurut penuturan Ketut Rempuh, ia hendak berbelanja di warung. Melihat lezatnya jajan Bali di pagi hari, ia bermaksud minum kopi ditemani jajan di warung. Tidak ada perasaan was-was, karena penampilan pedagangnya tidak mencurigakan. Selain yang berjualan masih muda, dagangannya juga terlihat bersih. Sayangnya, saat menyuguhkan kopi dan jajan, si pedagang menunduk, seolah takut memperlihatkan wajahnya.
Ketika kopi dan jajan disuguhkan, mendadak seekor lalat besar hinggap di jajan yang dihidangkan untuk Ketut Rempuh. Ia mencoba mengusir lalat tersebut, tetapi setelah diusir lalat tersebut kembali hinggap di jajan.
Kejadian itu membuat perasaan Ketut Rempuh tidak enak. Ia merasa was-was, sebab di desa tersebut rawan terhadap hal-hal magis. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,  ia menyisihkan sedikit jajannya untuk seekor anjing yang kebetulan lewat di hadapannya. Diberi suguhan jajan, anjing kampung yang memang kerap kelaparan langsung menyantapnya. Entah bagaimana, setelah memakan jajan, anjing itu langsung pontang-panting seperti menahan sakit perut. Dari mulutnya keluar busa, dan anjing itu langsung mati.
Si pedagang jajan langsung  tertunduk tanpa sepatah kata pun, kendati Ketut Rempuh berkali-kali menanyakan, kenapa anjing itu mati setelah makan jajan. Dongkol bercampur takut, buru-buru Ketut Rempuh membayar kopi dan jajan yang belum sempat dinikmatinya, tetapi si pedagang enggan menerimanya. Ketut Rempuh langsung pergi dan tidak berani lagi membeli makanan di pedagang jajan itu.
Wartawan Bali Kini  (BK) juga punya pengalaman unik soal racun gaib ini. Ketika upacara ngaben di rumah tetangga, BK menyempatkan diri untuk hadir. Selain untuk mengucapkan belasungkawa  yang mendalam karena almarhum mati mendadak, juga untuk membantu pelaksanaan ritual. 
Saat rangkaian upacara dilangsungkan di rumah, menjelang jenasah dibawa ke kuburan untuk kremasi, seluruh kerabat dekat almarhum, para undangan termasuk BK disuguhkan makan siang dengan cara prasmanan. Saking banyaknya, para undangan harus sabar menunggu giliran mengambil makanan. Ketika giliran sampai pada BK, tanpa rasa curiga BK mengambil nasi berikut lauk untuk kemudian menuju tempat duduk semula.
Baru saja BK hendak menyantap makanan di piring dengan sendok makan, terlihat sebuah benda aneh bergerak-gerak bercampur dengan nasi yang masih panas. BK urung memasukkan makanan ke mulut, tetapi memilah-milah nasi untuk melihat benda apa gerangan yang bercampur dengan nasi itu. Ketika dilihat lebih seksama, ternyata benda itu adalah ulat putih. Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan beras. Semula BK mengira ulat itu jatuh dari pohon karena tempat duduk persis berada di bawah pohon. Ketika BK mengorek-ngorek nasi dalam piring dengan sendok, ternyata jumlahnya makin banyak. BK mengira  daging dan sayurnya yang basi sampai berulat. Karena kurang paham, BK memperlihatkan kepada rekan lain yang tengah lahap menyantap makanan. Saat diperlihatkan nasi berisi ulat, muka rekan yang ada di samping BK langsung merah padam. Kemudian rekan di samping ini membisiki kawan yang lain. Serentak orang-orang yang duduk di deretan bangku BK  mengamati nasinya. Lalu tanpa komando, semuanya menaruh makanan yang sudah telanjur disantap dan beranjak dari tempat duduk. Mereka juga mengisyaratkan agar BK mengikutinya. Setelah di luar barulah salah seorang rekan tadi memberitahu, bahwa ulat di nasi itu adalah cetik. Entah untuk siapa cetik itu dialamatkan, yang jelas BK luput dari racun maut itu.
Rekan lainnya menduga, mungkin racun itu untuk mengacaukan suasana agar yang punya gawe terlihat jelek di mata masyarakat. Namun belakangan barulah BK tahu, kalau pihak keluarga yang punya hajatan ada selisih pendapat.

Rawan
Pesta makan dalam sebuah hajatan memang kerap dijadikan ajang untuk menebar cetik. Selain lebih gampang karena umumnya cetik diantar lewat perantara makanan, pelakunya juga akan sulit ditebak. Pasalnya, ketika orang terkena cetik, orang awam akan langsung menuding yang punya gawe sebagai pelakunya. Padahal, kesempatan itu hanyalah digunakan sebagai mediator.
Dan bukan rahasia lagi, kalau setiap kali ada jamuan makan, pikiran orang Bali akan tertuju pada cetik. Perasaan waswas dan antisipasi untuk menjaga segala kemungkinan, pasti dilakukan. Setidaknya, sebelum makan mereka berdoa dulu. Atau menyisihkan sedikit makanannya untuk persembahan agar nasi itu terbebas dari cetik. Kalau ia belajar kebatinan dan punya bekal ilmu, sebelum makan pasti didahului dengan pembacaan mantra-mantra magis. Sedangkan yang lebih praktis, mereka memakai cincin sebagai penolak cetik atau racun seperti cincin batu giok dan taring gajah.
Cara paling sederhana untuk mengetahui makanan berisi cetik, menurut keyakinan  masyarakat Bali, jika berupa minuman harus dilihat apakah minuman itu dapat memantulkan bayangan. Kalau terlihat, berarti terbebas dari cetik. Kalau minuman itu tidak memantulkan bayangan, berarti ada cetiknya. 

[ FOTO / BENDA GAIB ]


Cetik Basang Be dan Sungut Api
Terbuat dari Racun Ikan Laut

Beberapa jenis ikan laut merupakan sarana ampuh untuk membuat Cetik Basang Be dan Sungut Api karena ikan tersebut sudah mengandung racun secara alami. 

Ada seratus delapan cetik dikenal di Bali, tetapi antara yang satu dengan lainnya berbeda baik karakter, bahan maupun daya kerjanya untuk menghancurkan. Salah satu cetik yang terkenal sangat ampuh adalah Cetik Basang Be.
Cetik ini dibuat dari jeroan ikan laut yang mengandung racun, di antaranya ikan Nyempuh dan Buntek. Jeroan ikan ini ditaruh di dalam botol dicampur dengan nasi yang sudah basi. Kemudian ditanam selama satu bulan tujuh hari (empat puluh dua hari). Jeoran ikan dan nasi basi ini akan mengalami fermentasi untuk menghasilkan cairan yang mengandung racun secara alami. Bahan cetik ini dicampur lagi dengan lateng (jelatang) laut lalu ditanam selama 21 hari. Setelah itu barulah cetik siap digunakan.
Racun ini akan makin ampuh jika disertai dengan mantra-mantra penestian (bagian dari ilmu hitam) dan sesaji sebagai pengurip (pemberkatan). Jika racun ini sampai masuk ke dalam tubuh seseorang, kekuatan mantra ini akan bekerja mengacaukan pikiran sehingga penyakitnya sulit untuk disembuhkan.
Cetik ini biasanya ditaruh di kopi, teh atau minuman lainnya. Namun jaman dulu, racun ini ditaruh di pantat gelas karena orang minum kopi panas biasanya menggunakan lepekan (alas berupa piring). Racun yang ditaruh di pantat gelas akan menempel di piring. Ketika kopi dituangkan ke piring, racun itu akan larut dan diminum.   

Rendaman Beras
Cetik Basang Be memang terkenal sebagai racun yang mematikan. Jika terkena serangannya, dalam waktu 24 jam bisa membuat tubuh gemetar, mual hingga muntah darah karena racun ini akan mengganggu fungsi ginjal, hati, dan jantung. Jika ginjal terkena serangan, akan membuat mual dan memuntahkan cairan berwarna hijau kebiruan. Sedangkan jika racun menyerang hati, akan mengalami muntah darah berwarna kehitaman. Bila sampai masuk ke jantung, akan membuat gelisah, terkejut dan mati mendadak dengan tubuh berwarna kebiruan.
Tanda-tanda orang terkena serangan Cetik Basang Be, biasanya hidung terasa tersumbat, tidak bisa mencium bau dan mati rasa. Setelah beberapa menit, tubuh sempoyongan dan pandangan mata kabur atau berbayang. Mulut bau seperti ikan laut yang sudah lama.
Jika pertanda itu terlihat, cara penanggulangannya adalah dengan memberi minum minyak cukli dan ratusan wisia dicampur dengan air kelapa gading.  Bila tidak memiliki ramuan minyak ini, cara sederhana penanggulangannya adalah dengan meminum tujuh gelas air rendaman beras. Jika racun ini keluar, bisasanya ditandai dengan diare bercampur darah hitam.


Cetik Sungut Api
Cetik bukanlah racun biasa tetapi racun yang sudah dilamari dengan kekuatan gaib. Jadi efeknya tidak hanya sebatas keracunan tetapi juga serangan gaib di bagian tubuh tertentu. Oleh karena merupakan racun gaib, cetik bisa dikendalikan seperti Cetik Sungut Api.
Disebut Cetik Sungut Api, karena cetik ini memberi efek panas seperti patil api.
Cetik yang terbuat dari racun ikan ini dioperasikan dengan mantra ketika masuk lewat makanan dan minuman.
Ada dua jenis ikan yang digunakan untuk meramu cetik ini, yaitu ikan lele yang hidup di air tawar dan ikan Nyempuh Barong yang hidup di laut. Percampuran kedua bahan racun ini melambangkan penyatuan antara daratan dan lautan yang diyakini memiliki kekuatan gaib mematikan. Yang terpenting dari pembuatan cetik ini agar memiliki kekuatan gaib adalah memilih hari baik yaitu pada saat hari Kajeng Kliwon. 
Kedua material cetik ini dimasukkan ke dalam botol, dicampur dengan jamur yang tumbuh di parutan kelapa lalu ditanam di tungku dapur selama satu setengah bulan untuk menyerap energi api. 
Setelah tenggang waktu tersebut, cetik diangkat dan dialasi dengan cawan lalu ditutup dengan daun pisang agar kekuatan gaibnya tidak hilang.
Reaksi cetik ini sangat cepat. Ketika masuk ke dalam tubuh lewat makanan atau minuman, akan membuat kepala menjadi pusing, perut mulas dan tubuh menggigil seperti demam. Gejala ini terjadi setiap hari terutama pada pagi hari, hingga keluar mimisan. Jika tidak segera diobati, dalam batas waktu satu bulan, cetik ini akan merusak organ tubuh dan menyebabkan kematian. 
Kekuatan gaib yang menyertai cetik ini akan membuat orang yang terkena serangannya tidak bisa tidur nyenyak karena tiap malam dihantui mimpi-mimpi buruk seperti dicari makhluk-makhluk berwajah mengerikan.
Orang yang terkena cetik ini biasanya diobati dengan kuwud (degan) semambuh alias air kelapa muda sebanyak dua butir. Setelah itu dibuatkan air perasan batang pisang yang diminum secara rutin tiap hari sampai gejala-gejala sakit itu reda dan racun ikan tersebut hilang. [r5/sm]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved