-->

Kamis, 07 Juni 2018

Ketua Bawaslu Bali tidak Pernah Sebut Bantuan ke Desa Pakraman Rp 500 Juta “Money Politics"

Ketua Bawaslu Bali tidak Pernah Sebut Bantuan ke Desa Pakraman Rp 500 Juta “Money Politics"

Denpasar,Balikini.Net - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali Ketut Rudia akhirnya buka suara soal adanya laporan terhadap pasangan calon (paslon) Gubernur Bali nomor urut 2 yakni Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) tentang program bantuan kepada desa pakraman sebesar Rp 500 juta per tahun.

Mantra-Kerta dilaporkan oleh masyarakat dan didampingi oleh Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora, bahwa bantuan itu tidak ada dalam visi misi paslon Mantra-Kerta sehingga dianggap sebagai money politics (politik uang). Rudia sangat menyesalkan, jika pernyataan yang dikutip oleh beberapa media beberapa waktu lalu dan memberikan penafsiran seolah-olah dirinya sudah menjustifikasi jika program itu adalah bentuk dari politik uang.

 "Saya tidak pernah menjustifikasi bahwa bantuan Rp 500 juta ke desa pakraman per tahun itu sebagai money politics. Konteksnya saat itu adalah saya ditanya apakah program bantuan itu adalah money politics atau tidak,” tegas Rudia saat ditemui di Denpasar, Kamis (7/6/2018).

Ketika ditanya begitu, Rudia mengaku menjelaskan pasal-pasal, baik pasal dalam UU maupun Peraturan Bawaslu, bahwa seorang calon, tim sukses, tim kampanye dilarang memberikan uang dan atau materi lainnya, atau menjanjikan sesuatu. “Namun saya melihat ada berita bahwa saya menyimpulkan, menjustifikasi, bahwa bantuan ke desa pakraman itu politik uang," sesalnya.

Menurut Rudia, pernyataan yang disalahartikan itu ternyata dijadikan referensi laporan oleh masyarakat terhadap Mantra-Kerta, bahwa Bawaslu sudah menyimpulkan bantuan itu money politics. "Kalimat dalam berita itu dijadikan referensi. Lalu katanya karena tidak ada tindak lanjut dari Bawaslu, maka warga masyarakat meminta agar Bawaslu menindaklanjuti itu, dan akhirnya dibuatkan dalam bentuk laporan," ujarnya.
Rudia mengaku, untuk menentukan bahwa sebuah perkatan atau perbuataan dianggap sebagai money politics itu bukan perkara mudah. Perlu melewati proses panjang, pemeriksaan yang mendalam, bukti-bukti harus kuat. "Bagaimana mungkin, Bawaslu tidak pernah mendalami, mengkaji, tidak pernah ada laporan masuk, tetapi tiba-tiba mengumumkan di media bahwa bantuan Rp 500 juta itu sebagai money politics," ujarnya.

Rudia menganalogikan jika laporan itu ibaratnya ada orang yang menggunakan pisau miliknya lalu direbut untuk menghancurkan dirinya. "Jadi orang menggunakan pernyataan saya, diartikan sendiri, ditafsir sendiri, lalu berbalik dan meminta Bawaslu untuk memprosesnya," ujarnya.

Rudia memaparkan, kasus tersebut berawal dari kedatangan Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang secara proaktif mendatangi Bawaslu Bali untuk mengklarifikasi pemberitaan bahwa gubernur mengomentari dan mengkritisi visi misi Paslon. Saat itu Pastika bertanya apakah dirinya bisa memberikan penjelasan atau tidak bila ditanya masyarakat tentang visi-misi yang dianggap tidak masuk akal. Bawaslu menjelaskan bahwa sebagai gubernur tidak boleh memberikan pernyataan yang dan merugikan salah satu paslon dan menguntungkan paslon lainnya.

"Kemudian ada pertanyaan bertubi-tubi apakah janji Rp 500 juta yang di luar visi-misi itu money politics atau tidak. Saya menjelaskan pasal-pasal, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Lalu pertanyaan dalam beberapa hari berikutnya, apakah Bawaslu sudah menindaklanjuti dugaan money politics atau belum. Mana yang kami mau tindaklanjuti, laporan tidak, temuan juga tidak ada. Itulah sebabnya, Bawaslu dianggap tidak bekerja, dan kemudian datang warga melaporkan kasus itu sebagai money politics," ujarnya.

Namun demikian, menurutnya, sebagai sebuah laporan, Bawaslu tetap memprosesnya, dan direncanakan akan memanggil Paslon nomor urut 2 untuk dimintai klarifikasi.(•)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved