-->

Rabu, 06 Juni 2018

Menjelang Kuningan Kerajinan Tamiang Serokadan Laris Manis

Menjelang Kuningan Kerajinan  Tamiang  Serokadan Laris Manis

Bangli,Balikini.Net - Tamiang  juga sebagai lambang Dewata Nawa Sanga, karena menunjuk sembilan arah mata angin, serta  melambangkan perputaran roda alam cakraning panggilingan. Lambang itu mengingatkan manusia pada hukum alam.Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tidak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam.Untuk setiap hari raya Kuningan umat Hindu wajib memasang tamiang. Peluang inilah dimanfaatkan oleh perajin  tamiang di Banjar Serokadan, Desa Abuan, Kecamatan Susut, Bangli kini boleh tersenyum lega. Pasalnya, menjelang perayaan Hari Raya Kuningan, mereka kebanjiran order pembuatan tamiang. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan mereka. Minimal,  sekitar 4 hari mereka bisa meraup penjualan sekitar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

Jero Made Suarni salah seorang perajin asal Banjar Serokadan, Rabu(06/06/2018) menyebutkan kerajinan  tamiang telah digeluti secara turun temurun oleh 90 persen masyarakat di Desa Abuan. Kerajinan  ini merupakan kerajinan musiman, yakni setiap enam bulan sekali. “Untuk perayaan Kuningan , order mulai datang sekitar 4 hari jelang perayaan,”jelasnya

Awalnya, jelas ibu dua anak ini, kerajinan tamiang hanya dikembangkan masyarakat di Banjar Serokadan.Setiap rumah pasti membuat tamiang kecuali punya bayi. Namun sejalan makin bagusnya pemasaran kerajinan yang menggunakan bahan baku daun kelapa ( nyiur) dan daun enau tua (ron), kini malah telah berkembang ke sejumlah banjar tetangga seperti Banjar Bangun Lemah dan Apuan. “Karena banyak saingan jadi omzet penjualan menjadi turun. Kalau dulu kita bisa meraih penjualan  diatas Rp 2 juta,”kenangnya.   

Disinggung ketersediaan bahan baku, lanjutnya, memang belakangan ini pihaknya mulai kesulitan untuk mendapatkan bahan baku lokal. Pasalnya, pohon kelapa maupun enau di sekitar desanya mengalami penurunan yang sangat drastis. Karenanya, perajin banyak mendatangkan janur dari Desa Jehem,Kecamatan Tembuku dan daun enau dari Kintamani atau desa lainnya.  Dimana, 1000 lembar janur dihargai Rp 250.000 sementara untuk ron harganya mencapai 40 ribu per dahan. “Harga bahan baku terus merangkak naik,”ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan Dewa Ayu Putu Sari didampingi oleh dua anaknya yang ikut membantu menyampaikan, untuk harga jual tamiang, jelasnya, sangat bervariasi sesuai ukurannya. Untuk ukuran biasa, harganya mencapai Rp 5 ribu per 4 pasang(tamiang ditambah kolem). Sedangkan untuk tamiang yang  digunakan untuk rumah besar sebutnya, dibandrol dengan harga Rp 6 ribu perpasang.  “ Tamiang buatan kami dipasarkan hingga ke Gianyar.  Untuk pemasaran ke Gianyar, biasanya melalui pengepul,”ujarnya.[ag/r4]



Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved