-->

Senin, 11 Februari 2019

Larangan Sound System Saat Pengerupukan, MUDP Serahkan Ke Kabupaten/Kota

 Larangan Sound System Saat Pengerupukan, MUDP Serahkan Ke Kabupaten/Kota

Denpasar,Balikini.Net - Kesepakatan bersama yang dilaksanakan MMDP Kota Denpasar bersama Sabha Upadesa ini mendapat dukungan dari beragam pihak. Tak hanya di kalangan pemangku kepentingan di Kota Denpasar, dukungan juga turut datang dari Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP), Jro Gede Suwena Putus Upadesa. Hal tersebut sempat diungkapkan Jro Gede Suwena saat dialog interaktif di salah satu radio nasional.

Dikonfirmasi via sambungan teleponya, Senin (11/2), Jro Gede Suwena menjelaskan bahwa pihaknya memberikan kewenangan terhadap steakholder terkait di Kota Denpasar dalam memutuskan pelarangan penggunaan soundsystem tersebut. “Tentu itu ada kajianya, dan kami tidak akan mencampuri kesepakatan bersama pelarangan Soundsystem yang dilaksanakan di Kota Denpasar, karena permasalahan setiap kabupaten/kota kan berbeda,” jelasnya.

Pelarangan penggunaan soundsystem di Kota Denpasar tentu telah dipertimbangkan banyak pihak. Keputusan tersebut dilaksanakan dengan melihat pengalaman dan kejadian sebelumnya.  Dimana ketika diberikan kelonggaran justru penggunaan soundsystem disalah gunakan. “Mungkin tahun sebelumnya ketika diberikan kelonggaran justru banyak yang masih menghidupkan house musik, dan mungkin juga ini yang menjadi alasan pelarangannya,” ujarnya.

Sementara, Kadis Kebudayaa Kota Denpasar, IGN Bagus Mataram mengatakan bahwa pemberian kelonggaran penggunaan soundsystem saat pengerupukan sudah pernah dilaksanakan. Dimana setiap sekee ogoh-ogoh diharapkan dapat menghidupkan musik baleganjur dan gambelan, namun demikian setelah melampaui petugas dan malam semakin larut, lagunya justru berganti menjadi house musik. “Dulu memang pernah seperti itu, dan sebagai evaluasi kami sepakati untuk melarang penggunaan soundsystem di Kota Denpasar,” paparnya.

Pihaknya juga menekankan bahwa pengunaan soundsystem selain tidak tepat secara sastra dan keliru dari sisi logika, juga mengaburkan kebudayaan Bali. Dimana dengan adanya suara sound yang begitu kerasnya justu membuat suara baleganjur tidak terdengar. “Semoga semua masyarakat dapat mendukung dan memahami, bagaimana pengerupukan itu wajib dimaknai sebagai hari suci yang sakral dengan menggunakan alat-alat yang sesuai dengan tattwa agama,” ujar Mataram. [rls/r5]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved