-->

Selasa, 05 Maret 2019

Wabup Dr. Sanjaya: Memaknai Hari Suci Nyepi di Era Milinial

Wabup Dr. Sanjaya: Memaknai Hari Suci Nyepi di Era Milinial

Tabanan ,Bali Kini - Kamis (7/3), jagat Wanoa Wangsul atau Nusa Wali yang kini dikenal dengan Bali akan senyap sehari penuh oleh keheningan hari suci Nyepi. Tahun baru Saka yang jatuh setiap pinanggal ping pisan sasih Kedasa ini sebuah penghormatan mulia umat Hindu, khususnya di Bali terhadap alam semesta. Lalu bagaimana pemaknaan hari suci Nyepi bagi Wakil Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya, SE.,MM? Berikut ulasannya.

Sebelum memaknai hari suci Nyepi, Wabup Dr. Sanjaya mengajak melihat sejarah hari suci Nyepi. Bahwa salah satu unsur dari kelompok kitab Vedangga adalah Jyotesha. Kitab ini disusun kira-kira 12.000 tahun sebelum masehi yang merupakan periode modern Astronomi Hindu (India). Didalamnya diurai lima kitab yang lebih sistimatis dan ilmiah yang disebut kitab Panca Siddhanta yaitu: Surya Siddhanta, Paitamaha Siddhanta, Wasista Siddhanta, Paulisa Siddhanta dan Romaka Siddhanta.

"Artinya jelas  bahwa ilmu astronomi sudah dikenal Hndu sejak lampau hingga berkembang serta mempengaruhi sistem astronomi Barat dan Timur. Prof. Flunkett dalam bukunya Ancient Calenders and Constellations (1903) menulis tentang Rsi Garga memberikan pelajaran kepada orang-orang Yunani tentang astronomi di abad pertama sebelum masehi," ungkapnya.

Wabup Dr. Sanjaya yang dikenal sebagai doktor pesraman ini menjelaskan, lahirnya tahun Saka di India merupakan perwujudan dari sistem astronomi Hindu tersebut Eksistensi Tahun Saka di India dan menjadi tonggak sejarah yang menutup permusuhan antar suku bangsa di India.

Sebelum lahirnya tahun Saka imbuhnya, suku bangsa di India dalam situasi  bermusuhan yang berkepanjangan. Seperti suku Pahlawa, Yuehchi, Yuwana, Malawa dan Saka. Diantara suku-suku tersebut silih berganti naik tahta menundukkan suku-suku yang lain dan ini menjadikan  bangsa Saka  bosan dengan prihatin serta merubah arah  perjuangannya, dialihkan dari perjuangan politik dan militer untuk merebut kekuasaan menjadi perjuangan kebudayaan dan kesejahteraan. 

Ini cukup berhasil sehingga suku bangsa Saka dan kebudayaannya benar-benar memasyarakat.Kemudian ditahun 125 SM dinasti Kushana dari suku bangsa Yuehchi memegang tampuk kekuasaan di India. Dinasti Kushana ini terketuk oleh perubahan arah perjuangan suku bangsa Saka yang tidak lagi haus kekuasaan. Sebaliknya,  kekuasaan dipergunakannya untuk merangkul semua suku-suku bangsa yang ada di India dengan mengambil puncak-puncak kebudayaan tiap-tiap suku menjadi kebudayaan kerajaan (negara).

Lalu imbuh ketua DPC PDIP ini, di tahun 79 Masehi, Raja Kaniska I dari dinasti Kushana dan suku bangsa Yuehchi mengangkat sistem kalender Saka menjadi kalender kerajaan. Semenjak itu, bangkitlah toleransi antar suku bangsa di India untuk bersatu padu membangun masyarakat sejahtera. Ini berdampak pada sistem kalender Saka semakin berkembang mengikuti penyebaran agama Hindu.

Pada abad ke-4 Masehi agama Hindu telah berkembang di Indonesia dan sistem penanggalan Saka pun telah berkembang di Nusantara yang dibawa oleh seorang pendeta bangsa Saka bergelar Aji Saka dari Kshatrapa Gujarat (India). Ini berlanjut ke zaman Majapahit. Perayaan tahun Saka pada bulan Caitra ini dijelaskan dalam Kakawin Negara Kertagama oleh Rakawi Prapanca pada Pupuh VIII, XII, LXXXV, LXXXVI - XCII.

Lebih jauh lagi Wabup Dr. Sanjaya mengatakan,  perayaan tahun Saka ini dirayakan dengan hari suci Nyepi yang terwarisi hingga kini sesuai petunjuk Lontar Sundarigama dan Sanghyang Aji Swamandala.

Nyepi di Era Milinial
Wabup Dr. Sanjaya memaparkan bahwa inti hari suci Nyepi adalah pelaksanaan Catur Brata Penyepian. Pertama Amati Geni yang tidak saja bermakna tidak menghidupkan api dan menyalakan lampu namun juga mengistirahatkan api nafsu diri.

Amati Karya yang bermakna tidak melakukan kegiatan. Dalam era milinial ini semestinya dimaknai dengan mengistirahatkan sejenak jiwa dan dari rutinitas duniawi. Amati Lelungan yang bermakna tidak bepergian semestinya dimaknai dengan memberi jiwa istirahat untuk melakukan perenungan yang mendalam.

Sedangkan Amati Lelanguan yang artinya tidak melakukan kegiatan hiburan dimaknai bahwa dalam perenungan diri itu jiwa dan fikiran difokuskan pada sebuah kelahiran baru. Yakni untuk selanjutnya kembali pada rutinitas yang sesuai dengan konsep-konsep dharma.

"Lebih luas lagi dari pemaknaan Nyepi pada era milinial ini tentu lahirnya kesadaran terhadap bagaimana kemudian peran kita masing-masing dalam berperan terhadap kehidupan, khususnya dalam membangun Tabanan," jelasnya.

Artinya lanjut Wabup Dr. Sanjaya, memaknai hari suci di era milinial ini adalah melakukan sebuah renungan untuk bekerja nyata dan lebih baik dalam membangun Tabanan sesuai visi Tabanan Serasi. 

"Cara kongkritnya mari bersatu membangun natah gelah dalam bangga jadi orang Tabanan," pungkasnya.*

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved