-->

Senin, 12 Maret 2018

Togar Situmorang ,Korban Pengucilan dari Banjar Surati Presiden Joko Widodo

 Togar Situmorang ,Korban Pengucilan dari Banjar    Surati Presiden Joko Widodo




Ketua Tim Advokasi Hukum pasangan calon Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) Togar Situmorang menjelaskan, pihaknya selaku kuasa hukum korban akan bersurat kepada Presiden Jokowi. "Kekerasan dan intimidasi politik yang berujung pada dikucilkakan (Kasepekang) korban dari banjarnya, dari kehidupan sosial budaya di banjarnya sangat tidak adil dan tidak manusiawi. Tidak ada hubungannya antara hak-hak sosial budaya di masyarakat dengan pilihan politik. Korban diminta harus memilih pasangan Koster-Ace. Dan jika memilih Mantra-Kerta maka risikonya dikucilkan dari banjar, dikeluarkan dari banjarnya," ujarnya di Denpasar, Minggu (11/3).



Sanjiharta sebelumnya sudah menandatangani surat pernyataan bermeterai pada November tahun lalu yang isinya untuk mendukung pasangan I Wayan Koster-Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati (Koster-Ace). Namun dalam perjalanan waktu, kelian banjar mencium jika Sanjiharta tidak mengikuti isi pernyataan, dan sering share gambar Mantra-Kerta di akun pribadinya. Melalui rapat pada awal Februari, Sanjiharta disidangkan di tingkat banjar agar tidak lagi berkampanye soal Mantra-Kerta. Dan pada tanggal 28 Februari diputuskan untuk dikeluarkan dari banjar (Kasepekang).



Menurut Situmorang, pihaknya sudah menulis surat untuk dikirim ke Presiden Jokowi. Selain ke Presiden Jokowi, surat juga dikirim ke Kapolri, ke Mendagri, Bawaslu Pusat, KPU Pusat, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP), Kementerian Hukum dan Ham dan beberapa instansi terkait lainnya. "Tujuannya apa, agar bapa presiden tahu, agar DKPP tahu, agar Kapolri tahu bahwa di Bali sudah terjadi intimidasi politik, kekerasan politik, kemudian adat dan budaya Bali diseret-seret. Korbannya dikucilkan," ujarnya.



Bagaimana mungkin seorang warga negara di Bali dipaksa melalui surat pernyataan, harus memilih paket Koster-Ace, dan berbeda pilihan harus menghadapi risiko dikucilkan secara adat, dikeluarkan dari kehidupan sosial masyarakat. Dan dalam konteks adat dan budaya Bali, sanksi ini sangat berat, salah satunya tidak bisa dikuburkan di banjarnya bila meninggal dunia kelak dan bukan hanya korban Sanjiharta, tetapi menimpa juga isteri dan anak-anaknya dan keturunannya. "Ini baru salah satu contoh konsekuensinya. Masih banyak lagi konsekuensi lainnya," ujarnya.



Kekerasan dan intimidasi di Pilgub Bali kali ini sungguh luar biasa. Janji politik berupa Bansos dan Hibah jadi senjata ampuh untuk menyandra desa dan banjar di Bali untuk memilih Koster-Ace. Di luar Koster-Ace dianggap beda jalur dan terancam tidak mendapat sejumlah dana Bansos dan Hibah.



Kondisi ini sudah sangat massif di Badung, tetapi publik rupanya tidak mengetahui jika Bansos dan Hibah sejauh layak diberikan maka itu merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan kepada rakyatnya. "Kami menghindari dan menjaga betul, agar kasus yang terjadi di Pilkada DKI jangan sampai terjadi di Bali. Rakyat dipecah belah karena pilihan politik," ujarnya.WP

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved