-->

Kamis, 27 September 2018

Pura Kancing Gumi Tempat memohon kerahayuan saat

Pura Kancing Gumi   Tempat memohon kerahayuan saat


Laporan :  I K Satria

Balikini.Net - Bali merupakan pulau yang unik, sebab di pulau yang kecil inilah keharmonisan selalu dijaga dengan landasan ketulusan yadnya. Di pulau ini hidup dipeliharan dengan cinta, cinta dengan lingkungan sekitar, cinta dengan sesama mahluk ciptaan tuhan dan cinta kasih serta sujud bhakti pada sang penentu hidup (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) selalu dijaga. Kesadaran akan tuhan sebagai penentu segala, kesadaran bahwa beliau yang menyebabkan segala kelahiran, kehidupan dan kematian adalah jalan besar yang menghubungkan bahwa manusia mesti berserah. Berserah bukan berarti tanpa upaya untuk mengisi kehidupan, tetapi berserah ketika semua upaya telah dilakukan dengan proses yang baik dan hasilnya adalah anugerah dari beliau. Keunikan cara hidup manusia bali inilah yang menyebabkan bagaimana manusia bali ini memberikan vibrasi pada alamnya sehingga alam bali selalu memikat untuk kita lihat, rasakan dan nikmati keindahannya. 
Keunikan lainnya adlah dengan adanya begitu banyak tempat untuk melakukan pemujaan kepada beliau yang agung itu. Setiap pertigaan, perempatan, setiap rumah perkantoran dan juga lembah, sungai, laut hutan, tegalan dan pegunungan tidak lupuyt dari keberadaan tempat untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan. Ini membuktikan bahwa setiap aspek kehidupan manusia bali selalu di kontekskan dengan keberadaan Tuhan. Segala laku hidup manusia selalu diarahkan kepada sang pencipta. Mereka yang gemar melaut memuja di Pura Segara, mereka yang gemar bertani memuja di Pura Subak, mereka yang belajar memuja di setiap sekolah dan sebagainya. Inilah yang menyebabkan bahwa segala aktivitas manusia bali selalu dipersembahkan kepada Tuhan, tidak ada yang lain. Selain itu pura juga sebagai tempat peraduan, dimana manusia bali merasa kegelapan akan persoalan hidupnya, maka pura akan menjadi tempat untuk bersimpuih dan memohon anugerah-Nya. 
[vidio /  umat saat sujud ]
Demikian halnya keberadaan Pura Kancing Gumi atau yang konon bernama Hyang Gunung Alas. Tempat suci ini adalah salah satu dari berbagai tempat suci di bali untuk memohon kerahayuan. Dalam sejarahnya Pura yang letaknya di Desa Batu Lantang, Desa Dinas Sulangai, Kecamatan Petang ini merupakan tempat suci yang diyakini keberadaanya ada setelah melalui musibah besar yang ada di Pulau Bali saat itu. Tejadinya peristiwa gunung meletus sehingga sungai-sungai terbanjiri larva (blabar api) dan terjadinya gempa hebat yang tak berkesudahan (linuh tan pegatan). Saat itulah diceritakan dalam sastra Dewa Purana diceritakan para dewa melakukan yoga dan mengadakan tempat pemujaan untuk menyudahi persoalan yang terjadi, itulah Pura Kancing Gumi. Secara umum juga diceritakan bahwa yang bersthana di Pura ini adalah Ida Hyang Pasupati, dan manifestasi beliau sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur yang dalam konsep Hindu disebut dengan Uttpti, Sthiti, dan Pralina. Sebagai penguasa Uttpti adalah keberadaan beliau Dewa Brahma, kemudian sebagai pemelihara beliau bergelah Dewa Wisnu dan sebagai Pemralina di sebut Dewa Siwa. Ketiga dewata yang sering disebut sebagai Tri Murti inilah yang bersthana dan patut dipuja di Pura Kancing Gumi. 
Seperti penjelasan di awal bahwa setiap aktivitas atau keberadaan manusia bali selalu memuliakan keberadaan ciptaan tuhan, maka setiap persoalan yang terjadi termasuk bencana alam merupakan salah satu peringatan bahwa perlu dilakukan pemuliaan sebagai bentuk kesahajaan terhadap alam sehingga mampu menghasilkan anugerah kerahayuan. Pemuliaan yang dilakukan sebagai salah satu upaya untuk kerahayuan merupakan cara yang paling arip, paling bisa diterima alam ketika bencana dimaknai sebagai peringatan kepada umat yang berketuhanan. Setiap bencana yang disebabkan oleh ketidak seimbangan alam adalah kekeliruan kita pada saat kita menikmati anugerah alam, sehingga kita perlu melihat kembali lebih dalam terhadap apa yang telah kita lakukan dan berupaya untuk memperbaikinya. Keyakinan akan pemuliaan melalui persembahan suci sebagai upaya untuk keharmonisan adalah jalan lurus untuk memperoleh keseimbangan hidup dalam kehidupan. 
Apabila kita berkaca pada ilmu jyotisa atau ilmu perbintangan yang di Bali disebut dengan wariga, maka kita bisa melihat bahwa bencana yang dalam hal ini adalah gempa bumi merupakan salah satu krida alam yang pada hakikatnya adalah upaya alam untuk kebaikan. Alam ini hidup, berkembang dan berproses, maka dari itu perlu kita maknai gempa itu sebagai salah satu proses menuju kebaikan, persoalan gempa mengakibatkan kerusakan, ia untuk sekarang, tetapi di kemudian hari, ini akan menjadi cikal bakal kebaikan yang lebih dalam dan lebih mulia sepanjang kita lebih baik dan arip memandang dan memelihara alam.
Di dalam wariga dinyatakan bahwa apabila gempa di sasih kasa berarti ada kebaikan dan hasil bumi melimpah. Pada sasih karo akan menghasilkan dunia (bangsa) kuat, hasil bumi melimpah dan beroleh kebaikan pada kemasyarakatan. Pada sasih ketiga dinyatakan akan banyak hujan tanaman subur. Pada sasih kapat akan mengakibatkan jarang hujan dan paceklik di segala bidang. Pada sasih kelima, banyak terjadi penyakit dan wabah. Pada sasih ke enam banyak terjadi kesusahan. Pada sasih kepitu menyebabkan dunia tak aman. Pada sasih kaulu dan kesanga menyebabkan banyak p[enderitaan. Pada sasih kedasa ada kebaikan disegala bidang. Dan pada sasih desta dan sada mengakibatkan ketidak baikan pada kehidupan. Teropong wariga dalam hal ini memang sebagai bagian dari nasehat, bukan berarti kita mundur untuk memuja jika aka nada keburukan, justru kita lebih memantapkan diri agar dikemudian hari badai ini berlalu dan mendatangkan manfaat kebaikan yang lebih mulia. Nasehat leluhur tentang gempa bukan tanpa alasan, ada pandangan spirit yang diharapkan untuk kita sadari, yaitu merubah musibah menjadi anugerah.

Pura Kancing Gumu merupakan sthana Tuhan untuk memohon agar bencana gempa bisa beroleh baik dan memberikan kebaikan pada seisi alam, sehingga dengan menghormat dan berbhakti kepada beliau kita akan diberikan kebaikan, walau saat gempa kita mesti keluar rumah sambil teriak hidup…..hidup…..hidup…. yang artinya agar kehidupan kita diberikan keberlangsungan dengan baik oleh sang penyangga alam. [r4]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved