-->

Kamis, 20 Juni 2019

Karyawan RS. Swasta "Masadu" ke DPRD Bali

Karyawan RS. Swasta "Masadu" ke DPRD Bali

DENPASAR- BaliKini.Net - Merasa diperlakukan semena-mena, lantara diberhentikan atau di PHK, karyawan SPM Rumah Sakit (RS) swasta Karya Dharma Usadha Singaraja mengadu ke Dewan Perwakikan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali guna mencari solusi dari peristiwa ini. 

Politisi PDIP asal Desa Guwang, Kec. Sukawati, Gianyar,  I Nyoman Parta, setelah dipertemukan kedua belah pihak antara pihak karyawan dan perusahaan, dan mendengarkan masing-masing paparannya. Pihaknya menangkap apa yang menjadi titik permasalahan tersebut. Darisana pihaknya ingin menarik benang merah ingin mengenolkan permasalahan agar tidak sampai masuk keranah hukum.

"Niat dari awal keinginan memediasi yang di PHK kembali diterima, namun pihak perusahaan tidak menerima kembali karyawan yang telah diPHK. Padahal  dasar memPHK tidak jelas," Jelas Politisi asal Bumi Seni, Gianyar, usai rapat di ruang baleg, Rabu (19/6)  kantor DPRD Provinsi Bali.

Selain itu, Parta menyayangkan cara perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja baru, dengan cara mengeluarkan tenaga kerja lama yang menuntut hak-haknya. Ini cara klasik di dunia perburuhan yang terjadi di Bali.

Ketika karyawan menuntut hak, saat masa kerja waktunya sudah memenuhi syarat, sesuai rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan ESDM agar mereka menjadi karyawan tetap malah perusahaan tidak menggubris, malah memberhentikan dan menantang untuk menempuh jalur hukum atau kepengadilan.

Padahal pihak perusahaan sesungguhnya belum memberikan upah sesuai UMK kabupaten Buleleng, tetapi perusahaan mengaku sudah memberi upah sesuai UMK. Upaya ini dilakukan agar bisa memberi BPJS, kepada BPJS perusahaan memberi selip gaji sesuai UMK Kabjpaten Buleleng sebesar Rp 2.165.000.

"Dulu karyawan dikasi mereka gaji 1,5 juta, ketika berubah managemen diambil alih oleh Bros, berubah menjadi 800. Setalah turun, mereka bersepakat memberi 1,7 juta. Keseluruhan ini jauh dibawah UMK," terang Parta.

Melihat fenomena seperti itu, Parta melihat adanya unsur pidana yang dilakukan pihak perusahaan. Adapun unsur yang menggambarkan pidana yaitu masalah pemalsuan data kepada BPJS.

"Pihak buruh akan melaporkan kepihak kepolisian. Saya berharap kepolisian melakukan penyelidikan terhadap adanya informasi pihak RS membuat data tidak benar atau palsu kepada BPJS," tandasnya. 


Sementara Sekretaris Regional SPM Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana menerangkan, perusahaaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara semena-mena, padahal menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang  ketenagakerjaan, jelas disana mengatur tentang  perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang mempekerjakan dalam kurun waktu tertentu dan selesai dalam waktu tertentu.

Kalau dalam hal ini RS. Karya Dharma Usadha Singaraja, mempekerjakan yang tidak sesuai dengan ketentuan itu secara otomatis harus merubah status menjadi perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT) atau pekerja tetap.

Sisi lain sejak tanggal 7 Desember 2018, Disnaker melalui pengawasan sudah merekomendasikan PKWT sudah berhak menjadi PKWTT atau tenaga tetap. Namun berbalik, bukan dijadikan tenaga tetap, malah diPHK pada bulan Mei lalu.

Tujuh orang pegawai yang diPHK sudah mesti di PKWTT, terdiri dari tenaga satpam, sopir dan lain sebagainya.

Atas kejadian ini, Darsana mengadu ke DPRD agar tidak terulang kembali kejadian yang sama di Bali kedepan.

"Ini yang dijadikan dasar untuk melapor ke pihak DPRD dilakukkan agar masyarakat melek, setiap warga negara wajib mendapat perlindungan  pekerja agar diperlakukan manusiawi,"pungkasnya. (arn/blkn).

Rapat - DPRD Provinsi Bali I Nyoman Parta saat memimpin rapat bersama pihak perusahaan dan karyawan SPM RS. Karya Dharma Usadha, Rabu (19/6/2019).[ BLKN /R5]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved