-->

Rabu, 17 Juli 2019

Gara-gara Uang Saku, Pembahasan Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Ditunda

Gara-gara Uang Saku, Pembahasan Ranperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Ditunda

DENPASAR,BalikKini.Net  -Pansus Ranperda Tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan terus dimatang. Apalagi, eksekutif telah memberikan respon positif terhadap Ranperda yang diketuai oleh Nyoman Parta tersebut. 

Bersama dengan Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali sampai dengan beberapa serikat pekerja, pembahasan kali ini masih berkutat dalam persoalan upah minimum untuk tenaga magang. Akan tetapi, justru saat pembahasan muncul usulan baru yakni tentang uang saku bagi para pekerja magang. “Dari pihak pekerja menuntut minimal sebesar upah minimum yang tentunya sesuai upah minimum kabupaten/kota. Sementara dari pihak perusahaan memandang, dengan besarnya uang saku sebesar itu dikhawatirkan banyak anak-anak yang tidak bisa magang,” kata Parta, Senin (15/07). 

Menurut Parta, pihak perusahaan merasa keberatan jika menerapkan uang saku. Pasalnya akan menambah beban. Adanya perbedaan pandangan antara serikat pekerja dengan perusahaan inilah hingga menyebabkan pembahasan ditunda.  “Dua kutub (perusahaan dengan serikat pekerja) ini yang belum bisa kami selesaikan dalam rumusan pasal. Sehingga kami tunda dan akan dibawa dalam rapat berikutnya,” tandasnya.

Tak hanya itu saja, pembahasan yang tak kalah penting soal penanganan konflik perburuhan pada Kepolisian. Bahkan dalam konteks nasional, Kapolri Jendral Tito Karnavian telah menginstruksikan agar setiap Kepolisian Daerah (Polda) membentuk unit khusus yang membidangai perselisihan atau konflik perburuhan. Untuk itu, dirinya meminta Polda Bali untuk segera merespon intruksi tersebut dengan membentuk Unit Khusus. “Di DKI sudah ada. Di beberapa Polda lainnya juga sudah ada. Jadi kami mohon kepada pihak Polda Bali agar juga disiapkan unit khusus yang sama. Untuk melayani konflik perburuhan. Karena konflik perburuhan di Bali sangat banyak,” jelas dia.

Disinggung mengenai soal penghapusan outsorcing? Parta menyebutkan, pada prinsipnya dia sependapat. Namun dalam kenyataannya, praktek seperti itu masih ada. Sehingga pengaturannya masih sangat diperlukan.Terlebih lagi, sambung dia, banyak perusahaan outsourcing di Bali yang melakukan “penyelundupan hukum”. Penyelundupan yang dia maksud itu antara lain keberadaan kantor dengan aktivitas tenaga kerja yang disediakan. Kantornya di luar Bali, tapi aktivitas pekerjanya di Bali. “Kemudian mereka sebagai penerima kerja, tetapi dari perusahaan memperlakukan orang yang dipekerjakan itu hanya sekedar mengambil fee. Hanya mengambil selisih (dari upah). Bahkan memotong upah tenaga kerja mereka,” pungkas dia. Dp/r2

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved