-->

Rabu, 18 September 2019

Sanksi Pemecatan Diatur Dalam Tata Beracara BK

Sanksi Pemecatan Diatur Dalam Tata Beracara BK

DENPASAR,BaliKini.Net - Pembahasan di DPRD Bali kali ini berlanjut ke Tata Beracara Badan Kehormatan (BK). Uniknya, pembahasan tersebut merupakan pertama kali dilakukan di DPRD Bali. Hal ini taklepas dari evaluasi pada masa jabatan yang sebelumnya.

“Kalau kita kan Tata Beracara BK itukan belum pernah ada. Jadi periode ini kita adakan. Untuk AKD BK kan memang sudah ada, ketika BK ada tugas untuk memanggil itukan kan harus ada SOP-nya. Ini juga sebagai SOP,” jelas Pimpinan Pembahasan IGA Diah Werdhi Srikandi di Ruang Rapat Gabungan, Selasa (17/09).

Menurutnya, tata cara yang dimaksud untuk mengatur bagaimana penanganan dalam setiap di BK DPRD Bali. Pihaknya berharap, hasil pembahasan nantinya bisa diterapkan dengan baik dan tidak memberatkan para anggota dewan, khususnya yang duduk di BK. “Intinya untuk mengatur bagaimana BK dalam pengaduan, laporan untuk menghasilkan keputusan ketika ada kasus. Saya berharap tadi tidak terlalu memberatkan juga karena ini untuk internal,” jelasnya.

Salah satu yang menjadi pembahasan dalam tata cara yakni soal ketidakhadiran anggota dewan saat Sidang. Sebelumnya memang ada ketidak sinkronan antara Kode Etik dengan Tata Tertib. Pada Kode Etik disebutkan bahwa ketidakhadiran dibatasi sebanyak tiga kali berturut, sedang di Tatib lima kali berturut. Akan tetapi, setelah dilakukan pembahasan berulang-ulang akhirnya disepakati menjadi tiga kali berturut-turut.

“Kita sinkronkan, karena kebetulan Tatib juga sudah selesai. Jadi saya juga minta kepada Kelompok Ahli juga sinkron. Seperti berapa kali tidak hadir Sidang Paripurna, kita sudah putuskan sebanyak 3 kali,” akunya.

Adapun sanksi yang diatur antara lain ringan sedang, dan berat. Sanksi ringan berupa teguran lisan, sedang berupa teguran tertulis, sementara terberat yakni pemberhentian. Selain itu, juga harus ada rekomendasi dari fraksi dewan bersangkutan. Kendati demikian, sanksi-sanksi tersebut tak bisa langsung diputuskan, melainkan harus melalui proses BK mulai dari bukti, pelapor, penyelidikan.”Kurang lebih sama lah dengan tata cara di pengadilan,” akunya.

Hanya saja, BK hanya menangani kasus pelanggaran terkait Tatib dan Kode Etik saja. Apabila nantinya ada anggota dewan yang tersandung kasus hokum, tentunya bukan menjadi ranah BK. Dilain hal, rapat pembahasan hanya dihadiri 7 orang anggota dari total 23 anggota dewan yang masuk dalam kelompok pembahasan Kode Etik. Dp/r2

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved