-->

Selasa, 15 September 2020

Tradisi Ngelawar Saat Penampahan Galungan Di Buleleng

 Tradisi Ngelawar Saat Penampahan Galungan Di Buleleng

Denpasar,BaliKini.Net - Bagi sebagian masyarakat di luar kabupaten Buleleng, selalu beranggapan jika Galungan nya 'Gumi Panji Sakti' ada di hari Pagerwesi. Sebenarnya anggapan itu salah, hal itu dibuktikan saat warga di wilayah ujung utara pulau Bali ini melaksanakan penampahan Galungan.


Tradisi ngelawar bagi masyrakat Buleleng, tidak pernah dilewatkan saat penampahan Galungan atau sehari sebelum umat Hindu Bali merayakan kemenangan Dharma atau kabajikan.


"Sering terjadi di luaran daerah kami, warga harus ngelawar justru di penyajaan Galungan. Artinya mendahului hari penampahan, maklum karena saat ini banyak dijumpai pembagian atau pemotongan hewan babi dilakukan hari senin, sehari sebelum penampahan. Tapi kami umumnya di Buleleng setau saya, tetap komit ngelawar itu disaat hari ini, penampahan," ungkap Moyo warga jalan Vetran, Singaraja, Selasa (15/9) Buleleng.


Fakta lain yang menepis anggaapn Galungan di Buleleng dirayakan biasa saja. Justru hal itu tidak nampak jika kita mendatangi setiap rumah saat hari penampahan Galungan. Bahkan sejak pukul 06.00 Wita, sudah terdengar disetiap rumah warga suara Ketukan 'blakas dan talenan' bertalutalu. 


"Memang benar jika saat Pagerwesi begitu ramai di Buleleng. Masalahnya, karena di luar kabupaten Buleleng, perayaan Pagerwesi seperti biasa saja dirayakannya. Sementara di Buleleng setiap hari suci, selalu dimeriahkan bahkan saat odalan desa di pura khayangan tiga. Jadi hal itulah yang terkesan jika Pagerwesi di Buleleng macam Galungan," beber Jro Paksi, dari Pasemetonan Pererepan Sari.


Ditegaskannya, saat penampahan Galungan sudah menjadi tradisi bagi warga di Buleleng untuk ngelawar. Bahkan khas jenis lawar yang disajikan selalu komit tanpa mengenal jenis lawar kuliner lain.


Putu Yogi dari desa Pemaron, meyakinkan jika hanya lawar babi yang dikenal di buleleng. Kata dia, bukan berati orang buleleng tidak mengenal istilah lawar kuwir, lawar nangka, lawar gedang dll. Baginya itu sayur bukan lawar. 


"Yang namanya ngelawar ya lawar babi. Yang lain sih bukan lawar, bumbunya saja yang sama," guyonnya penuh tawa.


Apa yang dikatakan Yogi, ada benarnya juga. Dari pantauan, hampir setiap warga di Buleleng menyajikan racikan lawar babi yang sama dan tidak ada jenis lawar lain.


Seperti apakah lawar yang dimaksud.? Cacahan kulit babi dan daging babi disatukan dengan serutan kelapa yang dibakar. Adonan ini kadang dicampur darah yang sudah setengan masak. Jenis lainnya ada lawar getih (darah) atau disebut komoh. Ini murni berisi, gorengan daging iris dan jeroan dicampur darah matang yang kental. 


Untuk sajian makanan, tidaklah serta merta hanya membuat lawar. Terkadang dipadukan dengan membuat kuah balung, Tum babi serta jukut juuk (sayuran). 


Menariknya, dalam tradisi penampahan Galungan ini, pria lah yang bertugas sebagai pemasak. Daging babi itu diolah menjadi masakan yang dinamai Lawar.


"Budaya nge-Lawar adalah kesempatan bagi kaum pria untuk memasak yang disuguhkan kepada keluarga dan juga persembahan upacara (sesajen). Anggap saja selama enam bulan wanita yang sibuk di dapur. Namun untuk satu hari ini setiap enam bulan sekali, giliran kaum pria dari bapak dan anak-anak ikut berjibaku di dapur," Tandas Yogi. (Ar/R5)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved