-->

Sabtu, 30 Januari 2021

Wawali Jaya Negara Hadiri Persembahyangan Saraswati di Pura Jagatnatha

Bali kini , Denpasar- Perayaan Hari Suci Saraswati di Kota Denpasar tahun sedikit berbeda di bandingkan tahun tahun sebelumnya. Saat ini dalam masa pandemi Covid 19 tata laksana pelaksanaan Puja Saraswati dilakukan sangat terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, kehadiran umat pun sangat terbatas karena yang hadir hanya Sulinggih, Pemangku, Serati Banten dan Tim Penyuluh Agama Hindu Kota Denpasar. 

Persembahyangan Hari Raya Saraswati di Pura Agung Jagatnatha pada tanggal 30 Januari 2021 dimulai pada pukul 10.00 wita, dipuput Ida Pedanda Gede Putra Telaga dari Griya Telaga. Hari Raya Saraswati merupakan hari suci bagi umat Hindu sebagai simbol turunnya ilmu suci dan ilmu pengetahuan.


Persembahyangan dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara hadir langsung dalam persembahayangan dan memastikan diterapkannya protokol Kesehatan COVID-19.

Usai melakukan persembahyangan Jaya Negara mengatakan bahwa momentum peringatan Hari Suci Saraswati ini tentunya wajib dimaknai dengan mulat sarira bersama oleh seluruh umat se-Dharma dimanapun berada. Hal ini lantaran Hari Suci Saraswati diperingati sebagai piodalan Sang Hyang Aji Saraswati yang telah menganugrahkan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia dalam situasi pandemi covid 19

Ditambahkan  ilmu pengetahuan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Dimana, ilmu merupakan senjata dalam mengarungi kehidupan. Sehingga keberadaan ilmu pengetahuan menjadi penting bagi kehidupan manusia di alam semesta ini.

“Kami segenap jajaran Pemerintah Kota Denpasar mengucapkan selamat Hari Suci Saraswati bagi seluruh umat se-Dharma, semoga momentum hari suci ini dapat kita manfaatkan bersama sebagai ajang interospeksi diri dan meningkatkan sradha bhakti kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan,” katanya.

Sementara Kabag Kesra Setda Kota Denpasar, Raka Purwantara menjelaskan bahwa bhakti Saraswati tahun ini dilaksanakan secara sederhana dan kehadiran umat yang sangat terbatas. " Kami berharap umat dan masyarakat bisa melakukan persembahyangan di rumah masing masing, karena saat ini masih dalam masa pandemi Covid 19," kata Raka Purwantara. 

“Melalui Pelaksanaan Hari Raya Saraswati ini diharapkan dapat menjadi momentum perenungan masyarakat Denpasar untuk bersama-sama dengan ilmu pengetahuan suci kita bulatkan tekad untuk bersama berjuang melawan COVID-19 dengan penegakan dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.” katanya. (r1)

Minggu, 20 Desember 2020

Tak Hanya Wisata Budaya, Tana Toraja Juga Kaya Akan Wisata Alam

Tak Hanya Wisata Budaya, Tana Toraja Juga Kaya Akan Wisata Alam

BALI KINI ■ Tana Toraja atau yang lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan julukan Toraya Maelo, merupakan suatu daerah dengan kekayaan alam dan panorama alam serta budayanya terbilang sangat istimewa. 

Toraya Maelo adalah daerah dengan dua kabupaten yang berada didalamnya, yakni Tana Toraja dengan ibu kota Malake dan Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao, yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan.

Selain kekayaan alamnya yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi yang telah dikenal sampai di seluruh negeri, Tana Toraja juga memiliki kekayaan budaya dan wisata alam yang sangat terkenal sampai mancanegara. 

Salah satu kekayaan budaya yang sangat terkenal adalah pesta kematian atau rambu solo, dimana hal tersebut bagi masyarakat Toraja pada umumnya merupakan acara kematian atau melepas orang mati. 

Salah satu guru di SMA Negeri 1 Rantepao, mengatakan bahwa acara rambu solo biasanya dilakukan oleh masyarakat Toraja pada bulan juni, juli dan pada puncaknya dibulan desember. 

"Biasanya acara rambu solo digelar selama 3 hari dan persiapan upacaranya sudah dirancang selama berbulan-bulan, bahkan mereka yang mengadakan acara tersebut sudah harus menabung biaya pemakaman jauh-jauh bulan," ujarnya, pada Minggu (20/12/2020).

Tak Hanya Wisata Budaya, Tana Toraja Juga Kaya Akan Wisata Alam

Dia menambahkan, setelah orang yang meninggal sudah dibungkus kain dan dimasukkan kedalam kuburan batu atau tongkonan, diadakan pemotongan kerbau yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan lebih. 

"Selain keunikan budayanya, di Tana Toraja ini ada banyak tempat-tempat wisata yang sangat terkenal, membuat orang penasaran dan merasa rugi saat berkunjung ke Toraja tanpa mengunjungi lokasi destinasi yang ada di Toraja," imbuhnya.

Selain wisata budaya, inilah sebagian tempat yang perlu anda kunjungi saat berada di Tana Toraja, diantaranya Buntu borake, Agrowisata pangopango, Londa, Danau tilanga, Kete kesu, Danau alam limbong, Batutumonga, Bukit ollon. 

Rumah kaca batu tumonga, Gunung singki, Burake hills dan Tongkonan ne' gandeng, Puncak buntu sarira, Bori' kalimbuang serta Lolai yang juga dikenal dengan sebutan negeri diatas awan.

■ Irwan/Hms

Sabtu, 19 Desember 2020

Rumah Topeng Sanur Berawal Dari Kunjungan Tamu Jepang Temui Made Kara

Rumah Topeng Sanur Berawal Dari Kunjungan Tamu Jepang Temui Made Kara

BALI KINI ■ Gelaran Denpasar Festival ke-13 Tahun 2020 kembali menghadirkan mata acara bertajuk Ruang Pusaka. Acara yang digelar untuk kali kedua ini menghadirkan sosok seniman sekaligus pemilik Rumah Topeng, I Made Kara secara virtual, pada Jumat (18/12). 

Dipandu oleh dua orang pembawa acara yakni AA Bagus Mantra dan Joni Agung, Made Kara memaparkan secara detail perjalanan Rumah Topeng Sanur. Dimana, menurut Made Kara, perjalanan Rumah Topeng bermula dari kehadiran Wisatawan asal Jepang untuk melaksanakan perjalanan sepiritual. 

"Karena dia datang kerumah, dan dia merasa bahwa ada aura tertentu dirumah saya, dari sana ingin untuk memahat topeng dengan bahan alakadarnya, saat itu hanya ada kayu Jepun," ujarnya

De Kara bercerita bahwa Seni Topeng diperkirakan aktif dipentaskan di Sanur sejak tahun 1973. Dimana, tokoh topeng yang terkenal kala itu berasal dari Sindu Kaja dengan taksu topeng yang khas. Bahkan dalam pementasanya mampu menyajikan pentas topeng berbahasa inggris. 

"Sehingga ada istilah my name is mister two tut, artinya topengnya ada dua gigi," katanya

Setelah itu, setiap pukul 19.00 malam rutin digelar pementasan di Pura Segara Sanur untuk pariwisata. 

"Disini kita hadir untuk kembali membangkitkan seni di bali, dan selalu menghormati beliau sebagai perintis dan penggerak topeng itu sendiri," jelasnya

Namun seiring perjalanan Made Kara yang juga sempat menjadi Guide Jepang dan Klian Adat ini aktif kembali di dunia seni topeng dan pahat topeng sejak 2015 lalu. Dimana, dalam berkarya membuat topeng tidak pernah menemui kepuasan dan menganggap belum berhasil. Bahkan karena ketidakpuasan itu topeng terus dikerjakan hingga rusak. 

Dari sana muncul keinginan untuk mencari guru. Dimana Ida Bagus Alit Pidada dari Griya Sindu Sanur dipilih untuk menjadi guru. 

"Disana diajarkan tentang gegulak dan sikut. Dari sana banyak karya tapel yang sudah diselesaikan," ujar Made Kara

Made Kara menjelaskan bahwa di wilayah Sanur sangat terkenal dengan seniman pahat, baik pematung maupun seniman pembuat topeng. Dari sana lah muncul keinginan untuk membangkitkan seni pahat di Sanur. 

"Rumah Topeng ini digunakan untuk sanggar, sehingga bebas berekspresi dalam seni pahat topeng. Jadi anak SD dan SMP silahkan belajar, nanti sudah selesai tapelnya dibawa pulang," kata De Kara

Dengan adanya Rumah Topeng ini kita kumpulkan berbagai seniman, baik itu seniman ogoh-ogoh dan seniman lainya. Sehingga mampu menjadi rumah topeng untuk Denpasar kedepanya. 

"Saat ini terus berkarya, namun terkendala bahan baku. Baim ketersediaan dan biaya pembelian. Kayu Pule yang paling baik untuk topeng. Namun untuk yang tidak sakral bisa menggunakan Kayu Suar, dan semoga eksistensi seni pahat di Kota Denpasar dapat terus berlanjut dan lestari," turup De Kara. (Hms/red). 

Jumat, 23 Oktober 2020

Hasil Pemenang Lomba Ogoh-ogoh Tahun Caka 1942

Denpasar ,BaliKini.Net  - Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi kedisiplinan para Yowana dan Krama Bali yang secara sukarela tidak melakukan pengarakan ogoh-ogoh pada pengrupukan Hari Suci Nyepi Tahun Caka 1942 akibat merebaknya pandemi COVID-19. 


Untuk tidak menghilangkan tradisi yang sudah mendarah daging secara meregenerasi, sesuai hasil masukan dan diskusi Gubernur Bali bersama Bupati /Walikota se-Bali serta Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan Majelis Desa Adat Provinsi Bali pada 23 Maret 2020 lomba ogoh-ogoh tetap digelar. 


Hal ini dimaksudkan sebagai penghargaan terhadap seni / budaya ogoh-ogoh se-Bali sekaligus ruang kreativitas Yowana dan Krama Bali dalam mendedikasikan semangat keagamaannya melalui kreasi Ogoh-ogoh. 


Demikian disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Wayan 'Kun' Adnyana, ditemui di Denpasar, Jumat (23/10) serangkaian pengumuman pemenang Lomba Ogoh-Ogoh Se-Bali Tahun 2020 serangkaian Pengrupukan Hari Suci Nyepi Tahun Caka 1942. 


Setelah dilaksanakan penjurian di masing-masing Kabupaten/ Kota, Gubernur Bali menerbitkan Surat Keputusan Nomor : 486/03-J/HK/2020 Tentang Pemenang Lomba Ogoh-Ogoh Se-Bali Tahun 2020.


1. Kabupaten Gianyar, 

Terbaik I Peserta dari ST.Purwa Jati Kumara Gana, 

Banjar Teges Kanginan, 

Desa Adat Teges Kanginan, 

Kecamatan Ubud

Nilai 1790

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Bawi Mutun 


Terbaik II Peserta dari STT.Eka Yowana Canti

Banjar Pujung Kaja  

Desa Adat Telepud

Kecamatan Tegalalang

Nilai   1745 

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Gamang - Hana Maya 


Terbaik III Peserta dari STT Abra Puspa

Banjar Benawah Kangin 

Desa Adat Benawah 

Kecamatan Gianyar 

Nilai 1730 

Nama/ Judul Ogoh-Ogoh Bawi Serengi.


2. Kabupaten Bangli,

Terbaik I Peserta dari STT.Kertha Giri 

Banjar Pekuwon

Desa Adat Cempaga 

Kecamatan Bangli

Nilai 1659

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Brahmana Keling 


Terbaik II Peserta dari STT Asta Dharma Kerti      

Banjar Tiga

Desa Adat Tiga

Kecamatan Susut

Nilai 1607

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Tarakasura 


Terbaik III Peserta dari ST.Kusuma Giri   

Banjar Surakarma

Desa Adat Kintamani

Kecamatan Kintamani

Nilai 1572

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Ajian Paksha Bhaerawa


3. Kabupaten Badung

Terbaik I Peserta dari ST.Widya Dharma      

Banjar Tengah

Desa Adat Pecatu

Kecamatan Kuta Selatan

Nilai 1864

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Kala Agung 


Terbaik II Peserta dari ST.Bhakti Asih

Banjar Teba

Desa Adat Jimbaran

Kecamatan Kuta Selatan

Nilai1839

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Dorakala 


Terbaik III Peserta dari ST Tunas Remaja     

Banjar Umahanyar

Desa Adat Penarungan

Kecamatan Mengwi

Nilai 1829

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Kama Salah



4. Kota Denpasar

Terbaik I Peserta dari STT.Tunas Muda     

Banjar Dukuh Mertajati

Desa Adat Sidakarya

Kecamatan  Denpasar Selatan

Nilai 89.125

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Pengadangadang 


Terbaik II Peserta dari STT.Dharma Cita     

Banjar Abian Kapas Tengah

Desa Adat Sumerta

Kecamatan Denpasar Timur

Nilai 88.875

Nama/Judul Ogoh-Ogoh 

Katattwaning Smara Reka 


Terbaik III Peserta dari STT.Puta Yasa  

Banjar Pengiasan

Desa Adat Denpasar

Kecamatan Denpasar Barat

Nilai 88,375

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Khrisna Kalya


5. Kabupaten Klungkung

Terbaik I Peserta dari ST.Dharma Buana Karya    

Banjar Tengah Dusun Kawan 

Desa Adat Tohpati

Kecamatan Banjarangkan

Nilai 1941

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Anila 


Terbaik II Peserta dari STT.Giri Mekar Sari    

Banjar Sulang

Desa Adat Sulang

Kecamatan Dawan

Nilai 1787

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Purusadha 


Terbaik III Peserta dari ST.Panji Saraswati     

Banjar Budaga

Desa Adat Budaga

Kecamatan Klungkung

Nilai 1771

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Kala Dungulan


6. Kabupaten Buleleng

Terbaik I Peserta dari STT.Cruti Widya  Sesana

Banjar  Adat Pucaksari

Desa Adat Pucaksari

Kecamatan Busung Biu

Nilai 603

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Kereb Akasa 


Terbaik II Peserta dari STT.Kusa Ananta    

Banjar Dinas Ambengan 

Desa Adat Banjar

Kecamatan Banjar

Nilai 601

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Kala Bhuta Dungulan 


Terbaik III Peserta dari STT Abhirama Devari     

Banjar Adat Liligundi

Desa Adat Buleleng

Kecamatan Buleleng

Nilai 597

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sang Jogor Manik


7. Kabupaten Karangasem

Terbaik I Peserta dari STT.Anom Darsana    

Banjar Kodok Darsana

Desa Adat Karangasem 

Kecamatan Karangsem

Nilai 238.5

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Sri Tattwa Sidhi 


Terbaik II Peserta dari STT. Sorpa

Banjar Kayu Putih  

Desa Adat Bebandem

Kecamatan Bebandem

Nilai 236,11

Nama/Judul Ogoh-ogoh Bawi Srenggi 


Terbaik III Peserta dari ST Eka Buana Bina Ratra     

Banjar Sidakarya

Desa Adat Tabola

Kecamatan Sidemen

Nilai 233,85

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Gringsing Wayang


8. Kabupaten Tabanan 

Terbaik I Peserta dari STT Puspa Kencana     

Banjar Baturiti Tengah

Desa Adat Bale Agung

Kecamatan Kerambitan

Nilai 1714

Nama/Judul Ogoh-Ogot Bawi Srenggi 


Terbaik II Peserta dari STT.Dharma Putra     

Banjar Batunya

Desa Adat Batunya

Kecamatan Baturiti

Nilai 1708

Nama Judul Ogoh-Ogoh Bawi Syati 


Terbaik III Peserta dari STT Tri Tunggal Sari     

Banjar Antap Dajan Sema

Desa Adat  Antap Kaja

Kecamatan Selemadeg

Nilai 1651

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Pamurtining Hyang Ibu


9. Kabupaten Jembrana 

Terbaik I Peserta dari ST.Darma Kerthi

Banjar Cepaka 

Desa Adat Pangyangan 

Kecamatan Pekutatan 

Nilai 1705 

Nama/ Judul Ogoh-Ogoh Dwarapala Murka 


Terbaik II Peserta dari STT Satrya Tri Tunggal  

Banjar Tibutanggang

Desa Adat Giri Utama   

Kecamatan Mendoyo

Nilai 1625

Nama/Judul Ogoh-Ogoh Dewi Kali 


Terbaik III Peserta dari STT Eka Cita

Banjar Menega 

Desa Adat Dauh Waru 

Kecamatan Jembrana 

Nilai 1615

Nama/ Judul Ogoh-Ogoh Wraha Astramaya [*]

Minggu, 22 Maret 2020

Rai Mantra dan Jaya Negara Ucapkan Selamat Hari Suci Nyepi Caka 1942

Jadi Ajang Mulat Sarira, Tingkatkan Kewaspadaan Diri Sikapi Virus Corona

Denpasar,BaliKini.Net - Umat Hindu Bali akan segara memperingati Hari Suci Nyepi Tahun Baru Caka 1942, seluruh rangkaian yang dimulai dari Pemelastian, Tawur Agung Kesanga, Nyepi dan Ngembak Geni sarad akan makna. Hari Suci Nyepi yang diperingati setiap tahun sekali pada kali ini jatuh pada 25 Maret mendatang. Kendati ditengah keprihatinan dengan mewabahnya Virus Corona (Covid-19), yang melanda hampir semua negara seluruh rangkaian Hari Suci Nyepi dapat dilaksanakan dengan khidmat tanpa mengurangi makna, walaupun  jumlah massa yang dibatasi.

Upacara Pemelastian atau Melasti dilaksanakan sebagai wujud penyucian bhuana alit dan bhuana agung sebagai wujud sradha dan bhakti umat kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kendati tahun ini disepakati untuk pelaksanaan Melasti Ngubeng, makna yang terkandung didalamnya pun masih kental dan tidak mengubah esensi makna pemelastian. Dilanjutkan dengan pelaksanaan Tawur Agung Kesanga bertepatan dengan Tilem Sasih Kesanga yang serentak dilaksanakan di Catus Pata Desa, Catus Pata Kabupaten/Kota. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menetralisir aura negatif yang berada pada palemahan serta nyomya bhuta kala.

Pada Malam Pangerupukan identik dengan Ngarak Ogoh-ogoh, namun berkenaan dengan kewaspadaan dan mitigasi penyebaran Covid-19 maka khusus Kota Denpasar dilaksanakan penundaan. Sedangkan keesokan harinya merupakan pelaksanaan Hari Suci Nyepi (sipeng) mengawali Tahun caka 1942 dilaksanakan Catur Brata Penyepian yakni, Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan dan Amati Lelanguan yang semuanya bermakna sebagai ajang penyucian diri dengan mulatsarira. Pelaksanaan Catur Berata Penyepian ini diakhiri dengan Ngembak Geni yang bermakna penyucian lingkungan sosial melalui Dharma Shanti.

Beranjak dari makna Hari Suci Nyepi, Walikota Denpasar IB. Dharmawijaya Mantra bersama Wakil Walikota Denpasar IGN. Jaya Negara, Minggu (22/3) mengajak segenap umat Hindu dan masyarakat Kota Denpasar untuk melaksanakan seluruh rangkaian Hari Suci Nyepi sebagai suatu Yadnya Suci meningkatkan sradha bhakti dalam melaksanakan Dharma Agama dan Dharma Negara.

Dalam pelaksanaan rangkaian Hari Suci Nyepi ini Walikota Rai Mantra menghimbau segenap komponen masyarakat untuk memanfaatkan momen ini sebagai kesempatan untuk saling menghormati, mengembangkan rasa toleransi berdasarkan konsep Catur Paramitha dan Tri Hita Karana hidup berdampingan menghormati keragaman budaya. Selain itu Rai Mantra mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memaknai Nyepi sebagai kontrol diri, mengingat sedang menghadapi bahaya Virus Corona (Covid-19), mari kita tanggulangi dengan meningkatkan kesadaran diri kita.

Sementara Wawali Jaya Negara turut berpesan agar kita bersama-sama untuk meningkatkan kewaspadaan dan mawas diri sebagai ajang mulatsarira. Sehingga seluruh umat manusia dapat terbebas dari mara bahaya serta mampu meningkatkan kesejahteraan hidup.

“Selamat melaksanakan rangkaian upacara Hari Suci Nyepi serta selamat Tahun Baru Caka 1942 kepada segenap umat Hindu dan masyarakat yang melaksanakannya. Semoga kita selalu dapat melakukan sradha bakti sesuai dengan swadarma kita masing-masing untuk mewujudkan Denpasar kreatif berwawasan budaya dalam keseimbangan menuju keharmonisan,” ujar Rai Mantra dan Jaya Negara. (Ags/R4). 

Kamis, 05 Maret 2020

Bali Tuan Rumah Festival dan Seminar Internasional Wayang 2020

Denpasar,BaliKini.Net - Di tengah kelesuan Pariwisata yang terdampak adanya virus corona, Bali masih mendapat tempat sejumlah kegiatan bertaraf internasional. Termasuk akan diadakannya Festival Wayang Internasional dan Seminar Internasional Wayang 2020, dimana Bali menjadi tuan ruamah kegiatan ini.

Itu terungkap saat Gubernur Bali Wayan Koster, Kamis (5/3) di ruang kerjanya menerima audiensi dari Perserikatan Wayang internasional - Union Internationale de la Marrionnette (UNIMA) Indonesia terkait kegiatan Kongres UNIMA international.

Kata Koster, kegiatan yang mengundang peserta dari penjuru dunia ini, sangat penting sebagai ajang pelestarian budaya serta penanaman nilai-nilai kemanusiaan yang banyak terkandung dalam kesenian wayang. Agenda internasional ini juga diharapkan mampu membantu mempromosikan Bali dan sekaligus membantu pariwisata Bali di tengah isu virus Corona belakangan ini. 

Terkait wayang dan sosok dalang, Gubernur melihat saat ini kesenian wayang di Bali sudah mengalami tren penurunan. Ditambah masuknya kesenian modern dari luar yang turut menggerus keberadaan kseenian wayang dan ketertarikan generasi muda untuk menggeluti profesi sebagai dalang. "Pemerintah Provinsi Bali ke depan akan lebih berperan dalam mengangkat lagi kesenian wayang ini di tengah perkembangan zaman."kata Gubernur.

Sementara itu Presiden UNIMA Indonesia, TA Samudro Sriwijaya memaparkan bahwa kegiatan ini akan diikuti oleh perwakilan dari 100 negara di dunia, dengan lebih dari 1000 peserta. Semuanya memiliki kesenian sejenis wayang yang dinaungi oleh organisasi UNIMA International, yang berpusat di Paris, Prancis. 

Rencananya, rangkaian kegiatan akan dilaksanakan 13-19 April 2020 yang mengambil lokasi di Kabupaten Gianyar sebagai tempat acara pembukaan (Direncanakan di Lapangan Astina, Gianyar). Sedangkan untuk Kongres akan dilaksanakan di Sanur dan Seminar Internasional akan menggandeng kampus ISI Denpasar. Lalu untuk kegiatan festival akan dilaksanakan di beberapa lokasi wisata seperti Ubud dan Tanah Lot.

Wayang yang ditampilkan, tak hanya dari Indonesia tapi juga aneka kesenian sejenis wayang (marionette, Puppet show, dll)  dari negara peserta. "Kongres UNIMA tersebut akan menghasilkan Bali Declarations sebagai landasan untuk menjadikan kesenian wayang sebagai bagian dari resolusi PBB," ungkapnya.

UNESCO pada tanggal 7 November 2003 mengakui wayang sebagai Mahakarya Warisan Budaya Tak benda Dunia yang kemudian disertifikasi pada tanggal 4 November 2008 di Paris.(Ar/R5)

Kamis, 05 Desember 2019

Jalan Kepundung Denpasar, Kawasan Sarapan Pagi Khas Masakan Bali

 Jalan Kepundung Denpasar, Kawasan Sarapan Pagi Khas Masakan Bali

BALIKINI.NET ■ Jalan-jalan atau berwisata di Kota Denpasar tidak hanya bermain di Pantai Sanur dan menjelajah di kawasan Kota Tua Jalan Gajah Mada Denpasar, namun Denpasar juga memiliki pusat kuliner makanan khas masyarakat lokal yang patut dicoba.

Jika berwisata di Denpasar dan ingin menikmati sarapan pagi dengan kuliner Bali, yuk datang langsung di kawasan Jalan Kepundung Denpasar tentunya dengan harga yang terjangkau.

Jalan Kepundung Denpasar berada di pusat Kota Denpasar. Tidak jauh dari kawasan titik nol Patung Catur Muka Denpasar. Dari Patung Catur Muka kita dapat berjalan selama lima menit ke arah Timur menuju Jalan Kepundung Denpasar.

Terdapat empat warung kecil dikawasan Jalan Kepundung yang menjajakan makanan khas Bali untuk dinikmati sebagai sarapan pagi. Kenapa khusus dinikmati sebagai sarapan pagi, karena deretan warung di kawasan ini hanya buka dari Pukul. 06.00 Wita dan tutup Pukul. 11.00 Wita.

Jika terlambat datang kita akan kehabisan menu khas Bali yang sangat nikmat ini. Salah satu warung masakan Bali yang khas dikawasan tersebut adalah warung Men Renda dengan cita rasa masakan bumbu Bali dari tipat kuah dengan ayam sisit bumbu merah yang sangat terasa dengan rempah-rempahnya.

Pilihan menu juga kita dapat memilih nasi putih dilengkapi sayur urab, kuah ayam dan ayam sisit bumbu khas Bali.  Datang ke Warung Men Renda kita akan di tawari makanan dengan nasi atau tipat kuah. Harga satu porsi makan khas Bali Men Renda kisaran dari Rp. 15.000 hingga Rp. 30.000.

Jadi kita tinggal pilih saja mau menikmati makanan dengan setengah porsi atau satu porsi tidak masalah. Usai menikmati sarapan pagi khas Bali di Jakan Kepundung Denpasar,

jika ingin berolah raga sembari jalan ringan bisa menuju ke Lapangan Puputan Badung, I Gusti Ngurah Made Agung yang juga dilengkapi dengan permainan anak dan alat fitnes. Selamat berwisata di Kota Denpasar, Joyfull Denpasar. (pur/humasdps)

Selasa, 02 Juli 2019

Sajikan Karya Rupa Silang Budaya Lintas Bangsa

Denpasar, BaliKini.Net -  Perupa Djaja Tjandra Kirana memamerkan 19 karya seni rupa yang mengusung konten akulturasi budaya lintas bangsa dalam pemeran tunggal bertajuk “Culture in Colours” di Santrian Art Gallery Sanur, 28 Juni hingga 9 Agustus 2019.

Djaja Tjandra Kirana lahir di Denpasar 29 Juni 1944. Awalnya belajar melukis sendiri sejak masih di dekolah dasar. Pada 1963 memulai karir sebagai fotografer sambil tetap menikmati kegiatan melukis. Sejak 1985 menunjukkan eksistensinya di bidang seni lukis dan menjadi anggota sejumlah komunitas perupa.

Pamerannya kali ini merupakan kelanjutan dari pertanyaan yang sering muncul di benaknya: kenapa di usia semakin tua semangat untuk menciptakan karya seni justru semakin menggelora.

“Tak ada yang bisa saya yakini atas sejumlah jawaban yang menghampiri. Di tengah suasana seperti itu, ketulusan sikap dan keiklasan mengikuti jejak pikiran untuk berkarya adalah jawaban sementara yang boleh saya yakini,” katanya, Rabu (26/6/2019). 

Menurut Tjandra wacana kesenian akan bermuara pada karya visual. Melalui karya seseorang bisa digugat, disanjung, dan dipuji sebagai sebuah pencapaian. Meski demikian, ia tak terlalu hirau dengan sesuatu yang terjadi setelah karya terselesaikan. Biasanya itu hanya menjadi refleksi visual untuk menggugah proses penyempurnaan karya berikutnya.

“Bagi saya lebih penting mengemban ketulusan hati dan meneguhkan sikap dan semangat untuk terus berkarya,” tuturnya.

Keyakinan ini membuat Tjandra jenak berada di ruang kesenian, dengan kesederhanaan mengeksplorasi daya pikir untuk selalu mengikuti jejak perkembangan seni rupa yang pesat mengglobal. Pameran demi pameran di dalam maupun di luar negeri, selagi ada kesempatan tak pernah ia lewatkan.

Pertemuan dengan berbagai pihak di ruang pamer membuatnya serasa tak pernah lepas dari kerumunan mereka yang sama-sama bergiat di medan kesenian, bahkan semakin hari deret pertemanan saya semakin bertambah, memang menggembirakan.

Selebihnya, apresiasi yang ia dapatkan berupa penghargaan nasional dan internasional, adalah sisi lain yang tak membuat takabur kemudian terhenti berproses seolah telah meraih segalanya, melainkan apresiasi semacam itu akan menjadi dokumen kesenian kebanggaan keluarga.

Ia sangat mensyukuri perjalanan kehidupan memasuki usia 74 tahun pada 29 Juni 2019 dan menyiapkan karya untuk pameran ini. Dalam pameran tunggal yang ke-8 ini, Tjandra masih setia pada keagungan budaya Tanah Air yang dikembangkan menjadi kebudayaan lintas bangsa. “Culture in Colours” akan menjadi peringatan sederhana tentang kemuliaan usia manusia untuk memaknai doa dan kesetiaan bagi siapa saja yang hadir dalam pameran ini.

Tjandra boleh bangga bahwa lahir, tumbuh dan tua di Bali, di mana tempat yang sarat dengan budaya dan ragam tradisi yang unik telah menempa jiwa dan karakter saya dalam membangun etika dan estetika.

Memaknai banyak peristiwa budaya lintas generasi, banyak kisah-kisah Bali di masa lampau yang ia simpan di kanvas sebagai karya seni. Hal serupa juga ia dokumentasikan dalam fotografi, subkesenian yang lain yang ia geluti sampai sekarang. Membaca Bali, ternyata tak bisa dilepaskan dengan akulturasi yang terjadi akibat gesekan dan kedatangan imigran bangsa lain yang juga menambah khazanah kebudayaan di Bali.

Tjandra menjelaskan bahwa akulturasi dan perkembangan silang budaya, khususnya kebudayaan bangsa lain, seperti China, India, Arab dan lainnya secara khusus ia cermati. Hal itu melekat dalam sejumlah karya yang dipamerkan saat ini.

“Semoga pameran ini mampu memberikan narasi visual yang mencerahkan dalam melengkapi wawasan kebudayaan yang tak terpisahkan dalam berkesenian,” katanya.

Budayawan Dr. Jean Couteau melalui esai dalam katalog pameran mengungkapkan kejelian Tjandra menangkap bauran budaya dari tanah leluhurnya, China, dan Bali, tempat ia lahir dan dibesarkan. Misalnya, dalam lukisan yang menggambarkan perjumpaan barong Bali dengan barongsai Cina dengan mural latar belakang yang menampilkan penari wanita Bali dengan gaya Kamasan.

Jean menambahkan Tjandra tak hanya mencermati aktivitas dan interaksi manusia, tetapi juga benda-benda mati seperti vas bunga, keramik, kain, dan lain-lain seperti dalam karya dengan tema alam benda (still life) dalam pameran ini. Ada pula peralatan upacara, arsitektur, serta berbagai ikonografi yang menggambarkan silaturahmi budaya pada masa lampau yang kini cair dalam keseharian.

Sahabatnya, yang juga seorang pecinta seni, Tossin Himawan mengatakan, Tjandra adalah seorang seniman multitalenta. Selain tekun melukis, Tjandra juga piawai dalam bidang fotografi yang menyabet sejumlah gelar termasuk menjadi juri ajang bergengsi seperti Salon Foto Indonesia. Pengakuan dunia internasional ia miliki di antaranya, ARPS di Inggris (1984), Thailand serta PSA dari Amerika Serikat, sedangkan dari tingkat nasional seperti PAF Bandung dan institusi lainnya.

Partisipasi aktifnya sampai hari ini di ajang lokal maupun internasional menghasilkan setumpuk penghargaan, hal ini tentu memaksa kita untuk mengetahui dan mendalami bagaimana perjalanan keseniannya yang fokus terhadap kegiatan seni budaya. Seni rupa dan fotografi berkelindan dalam keseharian Tjandra memunculkan sinergi yang inspiratif menjadi gaya unik, artistik, dan inovatif. Tema-tema kreatif dapat dinikmati melalui kecanggihan teknis dalam mencapai karya fotografi yang ungul serta harmoni yang indah pada lukisan.

Pemilik Santrian Gallery Ida Bagus Gede Sidharta Putra mengatakan bak peribahasa, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijujung”, Tjandra mengejawantahkannya melalui perilaku dan karya, baik fotografi maupun seni lukis. Aktivitas seni, adat, tradisi, dan keseharian masyarakat Bali sangat kental dalam karyanya yang hampir tak luput dari persinggungan akulturasi budya.

Gusde, sapaan akrab Sidharta Putra, menambahkan sangat bangga memamerkan karya Tjandra seraya berharap semangat berkesenian hingga di usia senja itu tertular kepada para seniman yang lebih muda. “Kami juga memohon dukungan para pecinta seni agar galeri ini tetap konsisten memamerkan karya seni rupa untuk mewadahi kreativitas para seniman,” ujarnya. [et/r5]

Selasa, 26 Maret 2019

Pesona Festival Tambora 2019 Kembali Digelar

Jakarta,Balikini.net  -- Festival Tambora yang rutin diselenggarakan sejak tahun 2015, kali ini kembali digelar di bawah kaki Gunung Tambora pada 29 Maret - 11 April 2019. Festival Tambora ini resmi diluncurkan Senin Malam, (25/03/2019), di Balai Kartini, Jakarta oleh Menteri Pariwisata Republik Indonesia dan Gubernur Nusa Tenggara Barat.

Berbagai rangkaian kegiatan menyertai pelaksanaan Festival Tambora kali ini dan diselenggarakan di sejumlah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Sumbawa. Berikut kompilasi singkat dari total 27 event yang digelar mulai dari tanggal 31 Maret dan puncaknya pada 11 April nanti.

Kabupaten Dompu, tepatnya di Doro Ncanga akan menjadi tempat penyelenggaraan utama untuk hari puncak Festival Tambora 2019 di tanggal 11 April nanti.

Pada acara puncak akan ditampilkan tari kolosal, pameran ekonomi kreatif, pameran kuliner, atraksi terjun payung, atraksi budaya dan kesenian daerah.

Rangkaian acara di Kabupaten Dompu akan dimulai dengan acara Pacuan Kuda (31 Maret – 10 April), Sepeda Wisata (31 Maret), Pawai Budaya sekaligus pemecahan rekor Muri Jagung Rebus terbanyak (3 April), Ngaha Kawiri (5 April), Kicau Mania (6 April), Colour Run (6 April), Trail Adventure (8 April), Hiburan Rakyat (9-10 April), Fashion Show, Gelar Seni dan Kopi Tambora (19-21 April).

Kabupaten Sumbawa juga menjadi tempat berlangsungnya beberapa rangkaian kegiatan Festival Tambora 2019 diantaranya, Semalam Dalam Loka. Ini merupakan kegiatan Acara terdiri dari pentas seni tradisional, dimana tamu undangan yang hadir akan dijamu dengan tarian serta adat istiadat Sumbawa. Lalu ada pameran ekonomi kreatif yang akan menapilkan hasil kerajinan tangan khas Sumbawa. Selanjutnya akan digelar diskusi dengan tokoh adat, komunitas, dan kaum milenial. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada 2-3 April 2019.

Tidak mau kalah dengan daerah lain di Pulau Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat akan menyelenggarakan Kenawa Festival pada 13-14 April 2019. Dalam acara tersebut terdiri dari kemah dan team building serta atraksi budaya yang berlokasi di Pulau Kenawa.

Kota Bima sendiri kebagian beberapa acara seperti Lawata Festival yang akan diselenggarakan pada 6-8 April 2019. Dalam acara tersebut, terdiri dari Atraksi budaya, Lomba Perahu Hias dan Lomba Masak Ikan (7 April) serta adanya sport tourism ekstrim yakni Triathlon (8 April).
Daerah lain di Pulau Sumbawa yakni Kabupaten Bima akan melaksanakan Teka Tambora pada 7-11 April 2019. Teka Tambora berarti pendakian Gunung Tambora yang dirangkai dengan kegiatan Bima Bike Tour (29-30 Maret), Parade Kapal Layar, Pameran Ekonomi Kreatif dan Sangrai Kopi Tambora serta pemutaran Film Dokumenter Tambora (8 April), Pendakian Gunung 
Tambora (9 April), Lomba mewarnai dan pentas seni budaya Bima akan menjadi penutup rangkaian kegiatan Festival Tambora di Kabupaten Bima pada 10 April. Selain rangkaian acara tersebut diatas ada pula Lanud Zam Tambora Golf Tournment merupakan rangkaian kegiatan Festival Tambora berikutnya yang dilaksanakan pada tanggal 6-7 April di dua tempat, yaitu GEC Rinjani Golf Lombok Barat dan Lombok Golf Kosaido Country Lombok Utara.

Kegiatan selanjutnya yakni Festival Geopark Tambora I yang dilaksanakan di Bima dan Dompu tanggal 8-11 April. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi terkait geopar dan Geopark Tambora.

Kegiatan dimulai dengan seminar yang akan memberi penjelasan medalam kepada para peserta terkait Geopark Gunung Api di Indonesia.
Taman Nasional Gunung Tambora juga turut ambil bagian dalam kegiatan Festival Tambora tahun ini. Kegiatan berpusat di Gunung Tambora, meliputi Pendidikan Konservasi bagi generasi muda (2-4 April), Tambora Clean Up Tour (6-7 April), Sapu Gunung Pesona Tambora (11-12 April), Penyerahan bantuan ekonomi produktif (8-10 April), dan Trip Adventure Rinjani –Tambora (25-30 April).

Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal disela-sela acara mengatakan bahwa Festival Pesona Tambora ini merupakan pelaksanaan ke lima sejak tahun 2015. Festival ini menurutnya juga masuk dalam 100 kalender Wonderful Indonesia dari Kementerian Pariwisata.
Faozal berharap, melalui event ini dapat menambah ekonomi masyarakat sekitar Tambora. 

“Kami berharap melalui acara ini, efek domino dari pariwisata seperti peningkatan ekonomi masyarakat akan berdampak baik melalui kreatifitas pengembangan ekonomi kreatif masyarakat di lingkar Gunung Tambora." pungkasnya. (fri)

Kamis, 13 Desember 2018

Selamat Hari Raya Galungan, Kuningan, Natal dan Tahun Baru

Gubernur Koster dan Wagub Cok Ace Ucapkan

Bali - Perayaan Natal oleh Umat Kristiani tanggal 25 Desember 2018 yang disusul Hari Raya Galungan dan Kuningan bagi Umat Hindu pada 26 Desember 2018 dan 5 Januari 2019 menjadikan momentum pergantian tahun kali ini begitu istimewa. Berkaitan dengan perayaan hari besar keagamaan tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur Tjokorda Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) atas nama pribadi dan mewakili Pemerintah Provinsi Bali mengucapkan selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan kepada Umat Hindu dan selamat merayakan Natal kepada seluruh umat Kristiani.

Umat Hindu diharapkan memaknai perayaan Galungan dan Kuningan untuk meningkatkan sradha bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Lebih dari itu, Galungan sebagai momentum perayaan kemenangan Dharma atas Adharma juga diharapkan menjadi bahan perenungan agar Umat Hindu senantiasa mengedepankan semangat menjaga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, sesama dan dengan alam. Hal ini sejalan dengan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang diusung Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster dan Wagub Cok Ace. Selanjutnya kepada Umat Kristiani, Gubernur Koster dan Cok Ace berharap agar perayaan Natal tahun ini membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia.

Pada bagian lain, Gubernur Koster juga menyampaikan harapan agar hari raya dua agama dan pergantian tahun yang dilaksanakan hampir berbarengan dapat berjalan dengan selaras. Hari raya dua agama yang hampir berbarengan ini hendaknya menjadi momentum bagi seluruh umat beragama untuk makin memupuk semangat toleransi serta mempererat tali persaudaraan.

Sedangkan khusus terkait pergantian tahun, Gubernur Koster mengajak seluruh masyarakat Bali memanfaatkan momentum tahun baru untuk melakukan introspeksi diri dan berbenah untuk kehidupan yang lebih baik di tahun 2019.

Dalam kesempatan itu, Koster juga mohon dukungan dan mengajak masyarakat Bali untuk bersama-sama  mewujudkan Visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. “Marilah kita bersama-sama membangun Bali dengan menjaga keseimbangan Alam, Krama dan Kebudayaannya dengan mengedepankan konsep pembangunan semesta berencana,” ucap Gubernur Wayan Koster.[*]

Minggu, 28 Oktober 2018

Apa Itu Tumpek Landep

Jembrana .Balikini.Net - Umat Hindu di Bali, meyakini Tuhan memiliki berbagai manifestasi yang dikenal dengan nama Dewa. Hal inilah diantaranya yang membuat hingga Bali dikenal dengan sebutan Pulau Dewata.

Bali juga disebut Pulau Sorga karena diantaranya memiliki berbagai keindahan, sehingga menjadi destinasi wisata dunia, dimana tempat-tempat indahnya sungguh dijadikan agenda kunjungan dalam perjalanan tour bahkan wisata sepiritual karena yang tak kalah pentingnya Bali memiliki berbagai macam keunikan dalam adat dan budaya.

Umat Hindu di Bali yang mayoritas beragama Hindu, akan melaksakan upacara persembahyangan berdasarkan perhitungan dan berpatokan pada sarana suci yang sering disebut dengan upakara, hari suci, tempat suci dan orang suci.

Adapun diantaranya, adalah dengan menggelar upacara pada hari atau rahinan Tumpek Landep.

Jro Mangku Suardana, salah seorang Pemangku Pura Dangkahyangan Rambutsiwi, Sabtu (27/10) mengatakan bahwa kata Tumpek sendiri berasal dari "Metu" yang artinya bertemu, dan "Mpek" yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris. Dimana Tumpek Landep dirayakan setiap Sanisara Kliwon Wuku Landep.

Jadi dalam konteks filosofi, Tumpek Landep ini merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian, umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai–nilai agama dan dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah serta memilih mana yang baik juga mana yang tidak baik.

Pada hari Tumpek Landep ini akan dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa Pasupati. Dimana setelah mempertingati Hari Raya Saraswati sebagai perayaan turunya ilmu pengetahuan, tentunya setelah itu umat memohonkan agar ilmu pengetahuan tersebut bertuah atau mendapatkan ketajaman pikiran dan hati.

"Saat hari Tumpek Landep ini dilakukan upacara pembersihan dan penyucian aneka pusaka leluhur seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga masyarakat awam sering menyebut Tumpek Landep sebagai otonan Keris. Namun, seiring perkembangan zaman, makna Tumpek Landep ini menjadi semakin bias dan kian menyimpang dari makna sesungguhnya. Dimana saat ini, masyarakat justru memaknai Tumpek Landep lebih sebagai upacara untuk motor, mobil serta peralatan kerja dari besi. Sesungguhnya ini sangat jauh menyimpang. Sah-sah saja pada rainan Tumpek Landep ini melakukan upacara terhadap motor, mobil dan peralatan kerja namun jangan melupakan inti dari pelaksanaan Tumpek Landep itu sendiri yang lebih menitik beratkan agar umat selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan. Ritual Tumpek Landep ini sesungguhnya mengingatkan umat untuk selalu menajamkan manah sehingga mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri". jelasnya.

Menurutnya, jika menilik pada makna rerainan, sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil ataupun peralatan kerja lebih tepat dilaksanakan pada hari atau rahinan Tumpek Kuningan, yaitu sebagai ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas sarana dan prasara sehingga memudahkan aktifitas umat, serta memohon agar perabotan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan tidak mencelakakan. Tumpek landep adalah tonggak untuk mulat sarira / introspeksi diri untuk memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Inilah mengapa saat rainan Tumpek Landep ini dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan leluhur. Disamping itu, umat hendaknya melakukan persembahyangan di sanggah/ merajan serta di pura, guna memohon anugraha dari Dwa Siwa sebagai Ida Sang Hyang Pasupati agar berkenan memberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan juga masyarakat.

Bagi para seniman, Tumpek landep dirayakan sebagai pemujaan untuk memohon Taksu agar kesenian menjadi lebih berkembang, memperoleh apresiasi dari masyarakat serta mampu menyampaikan pesan-pesan moral guna mendidik dan mencerdaskan umat.

"Maka sekali lagi ditegaskan, Tumpek Landep bukan rerainan untuk mengupacarai motor, mobil ataupun perabotan besi, tetapi lebih menekankan kepada kesadaran untuk selalu mengasah pikiran (manah), budhi dan citta untuk kesejahteraan umat manusia. Boleh saja pada rerainan Tumpek Landep mengupacarai motor, mobil dan sebagainya sebagai bentuk syukur namun itu adalah nilai tambahan saja. Jangan sampai perayaan rerainan menitik beratkan pada nilai tambahan namun melupakan inti pokok dari rerainan tersebut", tegasnya. 

Sabtu, 22 September 2018

Jangan Gengsi Cintai Joged

Bali kini - “Joged itu bukan sekadar tari pergaulan yang hanya diakui Bali bahkan UNESCO mengakui, generasi muda jangan menjauhi joged karena itu milik kita,” tutur Eva Anggreni selaku pembimbing garapan bertajuk Eling dari SMP PGRI 3 Denpasar.

Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar pada Jumat, 21 September 2018 kembali disemarakkan oleh garapan dari SMP PGRI 3 Denpasar dan SMP PGRI 2 Denpasar. Permasalahan dalam Tari Joged Bumbung tak hanya sebatas pada berkembangnya aliran joged tak wajar yang dikenal oleh masyarakat sebagai joged jaruh atau joged porno. Namun, kesadaran masyarakat untuk memerangi joged jaruh juga perlu menjadi sorot perhatian. “Joged jaruh yang mencemari joged bumbung jangan dijadikan alasan bahwa semua tari joged itu porno,” jelas Eva Anggreni. Sebagai seorang guru seni budaya, Eva paham betul bahwa Tari Joged sejatinya adalah tari pergaulan yang amat fleksibel dan klasik, sehingga pemahaman masyarakat akan joged bumbung dengan pakem-pakem yang asli perlu diingatkan, khususnya generasi muda yang akan meneruskan kelestarian budaya Bali. 
Melalui garapan teatrikal bertajuk Eling, SMP PGRI 3 Denpasar berusaha mengingatkan bahwa joged sebagai tari peragulan memiliki pakem-pakem tradisi khas yang patut dijaga. “Kebanyakan orang tua merasa resah kalau anaknya nonton joged, keresahan itu justru membuat anak muda semakin enggan untuk menonton joged,” keluh Eva. Melihat permasalahan itu, sebagai pembimbing Eva pun berusaha memberi pemahaman kepada siswa-siswinya bahwa kesenian joged bukanlah untuk dijauhi, melainkan kini kesenian joged tengah merindukan sosok pelestari. SMP PGRI 3 Denpasar yang dipimpin oleh I Made Suada ini pun tak hanya mempersembahkan garapan teatrikal, tari penyambutan khas SMP PGRI 3 Denpasar ‘Tari Aswelalita’ pun menjadi pembuka yang manis dan ramah. Garapan ini pun setidaknya melibatkan 70 orang siswa-siswi dari 7 (tujuh) ekstrakurikuler.
Mengangkat tema senada, SMP PGRI 2 Denpasar pun turut mengimbau bahwa keberadaan joged klasik perlu dilestarikan. “Bagaimana mengantisipasi joged porno, melawan joged porno dengan joged klasik itulah yang ingin kami sampaikan,” jelas Made Yudana selaku guru pengawas garapan SMP PGRI 2 Denpasar. Sekolah yang dipimpin oleh I Gede Wenten Aryasuda ini hanya menyiapkan 45 orang siswa dalam gelar Bali Mandara Nawanatya III dengan waktu persiapan hanya sebulan. Namun, Yudana pun mengungkapkan sumbangsih dana dari pemerintah untuk sekolah-sekolah perlu ditingkatkan guna menunjang garapan berkesenian para seniman muda.
Menepis joged jaruh kembali pada masyarakat Bali sendiri. Masyarakat Bali mutlak bertanya pada diri sendiri, “Sudahkah saya tidak gengsi mencintai joged?” Jawabannya patut dibuktikan dengan aksi bukan hanya sekadar ambisi agar Joged Bumbung klasik dengan pakem tradisi bukanlah hanya sekadar ilusi.
Bekal Untuk Melangkah
Keberadaan Bali Mandara Nawanatya III sebagai sarana berekspresi seniman muda dari berbagai sekolah di Bali pun turut dirasakan oleh Putu Lasmini, Kepala Sekolah TK Kartika VII-14. “Melangkah ke jenjang yang selanjutnya pasti memerlukan ketrampilan seni dan dari Nawanatya ini tak hanya anak TK semua kalangan pelajar se-Bali pun mendapatkan bekal untuk melangkah,” jelas Lasmini. Pementasan anak TK pada Bali Mandara Nawanatya III pada Jumat, 21 September 2018 berlangsung di Kalangan Angsoka Taman Budaya, Denpasar. TK Kartika VII-14 mempersembahkan 4 (empat) garapan diantaranya Tari Pendet, Tari Baris, Tari Gopala, dan Mapelalian Balapan Bakiak. Tak hanya TK Kartika VII-14, TK Lebah Sari yang dipimpin A.A Raka Sudani pun turut menuturkan hal senada, “Ini adalah sarana anak-anak mengenal budaya dan mengenal diri mereka dan teman-temannya,” jelas Sudani. Sebagai penampil kedua, TK Lebah Sari mempersembahkan 4 (empat) garapan yakni Dolanan Bebek Putih Jambul, Tari Puspanjali, Tari Jaranan, dan Tari Janger. Keduanya pun mengharapkan agar Nawanatya sebagai wadah berkesenian para pelajar se-Bali terus berlangsung dan dilanjutkan meski dengan nama atau waktu yang berbeda.

Selasa, 27 Maret 2018

Makna Tumpek Landep


Tumpek Landep  :  Tonggak Penajaman Pikiran untuk kesidhian
Oleh : I K. Satria
Bali Kini - Mesti kita pahami, bahwa hari suci bukan saja sebagaui hari dimana kita diwajibkan untuk melakukan pemujaan, namun juka diberikan keleluasaan untuk memberikan makna terhadap hari suci itu secara luas. Memaknai tumpek sebagai hari suci bukan karena kebetulan, bukan juga karena adanya warisan pemahaman dan tradisi, tetapi hari itu adalah hari yang ‘tenget’ dimana mewajibkan manusia untuk mensucikan. Mensucikan bhuwana agung yang disimbulkan dengan ritual, dan mensucikan bhuwana alit dengan melakukan ritual dalam diri melalui pikir, kata dan laku sehari-hari. Keluasan makna hari suci khususnya tumpek landep sampi melenceng jika kita lihat kini. Hari dimana kita diharapkan menajamkan kekuatan fikiran berubah menjadi hari dimana kekayaan dipamerkan berbalut ritual syukur, hari dimana benda tajam dimuliakan untuk memohon pasupati berubah menjadi hari yang megharuskan memiliki benda gaib baru untuk dimohonkan tuah. Benarkah Tumpek Landep adalah hari mengupacarai mobil, motor, perabotan rumah tangga, dan benda tajam lainnya?

Sebelumnya kita baca ayat suci dalam Lontar Sundarigama berikut sebagai bahan pijakan : “kunang ring wara landep, saniscara kliwon, pujawalin Bhatara Siwa, mwah yoganira Sang Hyang Pasupati, pujawalinira Bhatara Siwa tumpeng putih kuning adanan, iwak sata putih, sarupane wenang, gerang, terasi bang, sedah woh aturakna ring sanggar. Yoganira Sang Hyang Pasupati, sesayut pasupati, sesayut jayeng perang, sesayut kusuma yudha, suci , daksina, peras ajuman, canang wangi, tadah pawitra , reresik astawakna ring sarwa dewa lalandep ing aperang, kalinggania ikang wang, apasupati landeping idep, samangkana lekasakna sarwa mantra wisesa, dhanur dara, uncarakna ring bhusana ning paperangan kunang, minta kasidhian ring sang hyang pasupati.
Arti bebasnya : Juga pada wara Landep, yaitu hari Caniscara Kliwon, adalah puja wali Bhatara Çiwa, dan hari saat beryoganya Sang Hyang Pasupati Adapun untuk pujawali Bhatara Çiwa, ialah : Tumpeng putih kuning satu pasang, ikannya ayam putih, dan boleh juga sebulu (berbagai warna), Gerang, terasi merah, pinang dan sirih, dan banten itu dihaturkan di Sanggah.

Adapun yoganya Sang Hyang Pasupati (Hyang Widhi dalam wujud Raja Alam semesta), ialah :
Sesayut jayeng perang, sesayut kusumayudha, suci, daksina peras, canang wangi-wangi, untuk memuja bertuahnya persenjataan. Demikian juga menurut ajaran dalam hubungannya dengan manusia ialah hal itu untuk menjadikan tajamnya pikiran ; karena hal yang demikian patut dilaksanakan dengan puja mantra sakti pasupati, ilmu tentang persenjataan, juga dalam bhusana untuk dimohonkan kesidhian kepada Sang Hyang Pasupati. 

Berdasarkan wejangan suci diatas bisa kita pahami bahwa pada saat tumpek landep adalah hari dimana ada dua hal yang mestinya dilakukan yaitu Pujawali Bhatara Siwa, dan beryoganya Sang Hyang Pasupati. Memang ini dibedakan sebagai bentuk kewenangan beliau di alam semesta ini. Dipujanya Bhatara Siwa sebagai bentuk penganugerah kasih dan kekuatan kepada manusia, rasa syukur kita lakukan dengan melakukan pemujaan di Sanggar atau Merajan masing-masing. Hal ini yang perlu kita pahami, bahwa selama ini yang melakukan pemujaan di hadapan mobil, motor, dan benda mewah lainnya adalah keliru sebab dalam teks suci ini kita sudah diharapkan melakukan pemujaan di Sanggah, bukan tempat lainnya yang mampu mengurangi makna baik dalam hari suci tumpek landep.

Selanjutnya adalah bahwa pada hari ini adalah hari dimana Ida Sang Hyang Pasupati melakukan yoga semesta, sehingga umat diharapkan untuk melakukan pemujaan dengan mempersembahkan sesuatu yang intinya memohon ‘pasupati’ terhadap diri manusia utamanya pada pemikirannya. Pikiran adalah kunci dari pelaksanaan hari Suci Tumpek landep ini. Bisa kita pahami bahwa pada saat wuku sebelumnya adalah wuku watugunung dimana ilmu pengetahuan kita mohonkan dan selanjutnya kita memohonkan kekuatan terhadap ‘sarana’nya berupa pikiran kehadapan guru (pagerwesi, hari guru menurut hindu). Setelah memperoleh anugerah gurulah kita memperoleh ketajaman dalam hal berfikir, maka disini guru kemudian disebut dengan Gunathita yang artinya orang yang telah mampu mengatasi Tri Guna dalam dirinya. Selanjutnya adalah Rupawarjitha yang artinya orang yang telah memahami ketuhanan yang tak berwujud atau sudah mampu memperoleh penerangan. Setelah memperoleh anugerah dari gurulah kita akan memperoleh ketajaman pikiran yang kemudian kita peringat pada saat Tumpek Landep.

Apa sebenarnya maksud dari ketajaman kemudian untuk memperoleh kesidhian? Ini adalah untuk menjawab bahwa pada saat Tumpek landep adalah keliru kita melakukan pemujaan terhadap benda-benda mewah penyerta kehidupoan berupa mobil, mtor, sepeda, isi perabotan dapur, sebab itu adalah bagian dari kesejahteraan yang akan lebih tepat dilakukan pada saat Hari Suci Tumpek Kuningan. Landeping idep itulah sesungguhnya yang ditekankan pada saat Hari Suci yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku landep ini. Tajamnya pemikiran bisa kita lihat dengan tajamnya kecerdasan atau utamanya pemikiran untuk melakukan segala sesuatu yang utama. Cerdas memandang sebuah persoalan dengan penuh pertimbangan baik dan buruk serta sadar untuk melakukan kebaikan itu sebagai laku hidup buka laku yang ada pada angan-angan, sebab dewasa ini banyak orang pintar tetapi tidak cerdas, tidak tajam untuk mengurai permasalahan dengan budaya laku yang baik. Artinya banyak yang pintar yaitu tahu akan kebenaran tetapi menyimpang pada tataran perilakunya. 
Ketajaman pemikiran inilah yang akan mampu menjadikan manusia pada posisi yang jelas seutuhnya. Manusia yang mengetahui sekaligus menjalankan apa yang ia ketahui, mampu menggunakan ketajaman fikiran untuk usaha yang bertujuan untuk mempermudah hidup. Inilah yang menghasilkan ciptaan teknologi untuk kemudahan. Segala apa yang ada ini adalah karena tajamnya fikiran memandang sesuatu. Kita tahu bunga memang indah, tetapi jika tidak manusia yang memelihara dan ‘membaikan’ bunga maka bukan keindahan yang diperoleh tetapi justru sebaliknya. Kita tahu mobil adalah hasil dari pemikiran tajam, pesawat, dan benda lainnya, namun jika salah menggunakan maka juga akan mendapatkan masalah dengan hal tersebut. 
Jika kita lihat pelaksanaannya, maka pada hari ini seluruh umat hindu memuliakan dirinya dengan menyembah kepada Hyang Pasupati di sanggah kemulan, natab sesayut jayengperang, kusuma yuda dan sesayut pasupati. Artinya pada saat ini kita memohon agar selalu jaya dalam melakukan peperangan hidup melawan segala macam musuh yaitu kama, loba, krodha, moha, mada, matsarya. Hal lain agar mampu menginjak dan mengalahkan segala macam klesa.  Antara lain awidya yaitu ketidakmampuan memahami diri sendiri dan alam semesta, asmita, yang artinya ego yang tak terkendali. Raga yang artinya selalu menganggap sumber kebahagiaan ada di luar diri, selanjutnya adalah dwesa yang menganggap sumber duka ada di luar diri, abhiniwesa yaitu takut akan ketiadaan jika panca klesa dan sad ripu ini bisa dikalahkan dan dikuasa maka akan menghasilkan manusia yang penuh pencerahan mengingat tumpek landep bersamaan dengan Purnama kedasa. 

Selanjutnya adalah natap sesayut kusuma yudha adalah agar manusia diberikan kekuatan dan kebijaksanaan agar bisa bersaing dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti korupsi, dan lain-lain. Nilai kebijaksanaan itulah yang memberikan pencerahan dan kekuatan pada seseorang sehingga penuh wibawa karena kebijaksanaannya. Selanjutnya adalah natap pasupati, yaitu setelah mampu menang dari segala musuh dan klesa serta mampu memperolehkewibawaan akibat dari kebijaksanaan maka perlu di pasupati agar ketiga hal ini terasah, terperbaharui dengan baik dan ujungnya akan memperoleh kesidian. Bisa dipahami pula bahwa ketiga sesayut ini juga memberikan penajaman terhadap ketajaman pikiran (pasupati), ketajaman kata sebagai bagian dari kebijaksanaan akibat kemenangan dalam berbagai klesa dan musuh  (kusuma yudha), dan ketajaman dalam perilaku agar cerdas mengenal kebaikan dan melakukannya (jayeng perang). Bukankah dengan tajamnya ketiga hal itu akan membuat manusia hebat? Selamat merayakan hari suci tumpek landep plus purnama kedasa.



Kamis, 22 Maret 2018

Cetik Racun Gaib dari bahan Alam

REPORTER BALI KINI  : Nyoman Suamba 

BALI KINI  - Hingga kini cetik masih menjadi momok. Di setiap kesempatan, orang-orang dengki dan sakit hati hendak melampiaskan keinginannya. Ibarat ungkapan “Lempar batu sembunyi tangan,” orang-orang yang membubuhi cetik dapat dengan leluasa “cuci tangan” dari kejadian itu. Ia dapat dengan leluasa melampiaskan keinginannya tanpa harus diketahui orang lain. Kalaupun nanti jatuh korban, yang kena adalah pihak penyelenggara pesta atau yang punya hajatan. Sebab seseorang kena cetik setelah makan hidangan yang disajikan saat pesta. Lebih celaka lagi kalau reaksi cetik itu instan. Artinya, setelah dimakan, cetik langsung meledak dan membunuh. Kalau hal ini terjadi, sudah barang tentu pihak penyedia makanan yang dituduh. Lain halnya kalau cetik itu lebih halus. Ia bereaksi setelah beberapa tahun kemudian. Tentu hal ini masih dapat ditelusuri melalui orang pintar.
Cetik ditransfer lewat media makanan. Cara itulah yang paling jitu dipakai agar dapat masuk ke dalam tubuh karena cetik adalah racun. Bagaimana meracun orang kalau racun tidak dimakan? 
Selain lewat pesta, penyaluran cetik kadangkala juga lewat makanan di warung-warung makan. Karena itu, hati-hatilah makan dan berbelanja di warung-warung penganan. Sebab bisa jadi Anda menjadi kelinci percobaan untuk menguji kedahsyatan cetik.
Kejadian ini pernah dialami Ketut Rempuh, warga Jalan Jayagiri, Denpasar. Ceritanya berawal ketika ia merantau ke Pulau Serangan untuk berguru pada salah seorang tokoh kebatinan. Karena lama tinggal di desa tersebut, tentu ia sudah tak asing lagi bagi warga sekitarnya. Warga tahu bahwa Ketut Rempuh adalah murid salah seorang tokoh kebatinan warga setempat. Di antara warga tersebut, tentu tidak semuanya menaruh simpati kepadanya. Ada yang suka, tetapi ada juga yang benci. Karena tahu dia belajar ilmu kebatinan, tentu ada di antara warga setempat yang hendak mencoba, sampai di mana kemampuan murid tokoh kebatinan yang tersohor di desanya.
Suatu ketika, menurut penuturan Ketut Rempuh, ia hendak berbelanja di warung. Melihat lezatnya jajan Bali di pagi hari, ia bermaksud minum kopi ditemani jajan di warung. Tidak ada perasaan was-was, karena penampilan pedagangnya tidak mencurigakan. Selain yang berjualan masih muda, dagangannya juga terlihat bersih. Sayangnya, saat menyuguhkan kopi dan jajan, si pedagang menunduk, seolah takut memperlihatkan wajahnya.
Ketika kopi dan jajan disuguhkan, mendadak seekor lalat besar hinggap di jajan yang dihidangkan untuk Ketut Rempuh. Ia mencoba mengusir lalat tersebut, tetapi setelah diusir lalat tersebut kembali hinggap di jajan.
Kejadian itu membuat perasaan Ketut Rempuh tidak enak. Ia merasa was-was, sebab di desa tersebut rawan terhadap hal-hal magis. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,  ia menyisihkan sedikit jajannya untuk seekor anjing yang kebetulan lewat di hadapannya. Diberi suguhan jajan, anjing kampung yang memang kerap kelaparan langsung menyantapnya. Entah bagaimana, setelah memakan jajan, anjing itu langsung pontang-panting seperti menahan sakit perut. Dari mulutnya keluar busa, dan anjing itu langsung mati.
Si pedagang jajan langsung  tertunduk tanpa sepatah kata pun, kendati Ketut Rempuh berkali-kali menanyakan, kenapa anjing itu mati setelah makan jajan. Dongkol bercampur takut, buru-buru Ketut Rempuh membayar kopi dan jajan yang belum sempat dinikmatinya, tetapi si pedagang enggan menerimanya. Ketut Rempuh langsung pergi dan tidak berani lagi membeli makanan di pedagang jajan itu.
Wartawan Bali Kini  (BK) juga punya pengalaman unik soal racun gaib ini. Ketika upacara ngaben di rumah tetangga, BK menyempatkan diri untuk hadir. Selain untuk mengucapkan belasungkawa  yang mendalam karena almarhum mati mendadak, juga untuk membantu pelaksanaan ritual. 
Saat rangkaian upacara dilangsungkan di rumah, menjelang jenasah dibawa ke kuburan untuk kremasi, seluruh kerabat dekat almarhum, para undangan termasuk BK disuguhkan makan siang dengan cara prasmanan. Saking banyaknya, para undangan harus sabar menunggu giliran mengambil makanan. Ketika giliran sampai pada BK, tanpa rasa curiga BK mengambil nasi berikut lauk untuk kemudian menuju tempat duduk semula.
Baru saja BK hendak menyantap makanan di piring dengan sendok makan, terlihat sebuah benda aneh bergerak-gerak bercampur dengan nasi yang masih panas. BK urung memasukkan makanan ke mulut, tetapi memilah-milah nasi untuk melihat benda apa gerangan yang bercampur dengan nasi itu. Ketika dilihat lebih seksama, ternyata benda itu adalah ulat putih. Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan beras. Semula BK mengira ulat itu jatuh dari pohon karena tempat duduk persis berada di bawah pohon. Ketika BK mengorek-ngorek nasi dalam piring dengan sendok, ternyata jumlahnya makin banyak. BK mengira  daging dan sayurnya yang basi sampai berulat. Karena kurang paham, BK memperlihatkan kepada rekan lain yang tengah lahap menyantap makanan. Saat diperlihatkan nasi berisi ulat, muka rekan yang ada di samping BK langsung merah padam. Kemudian rekan di samping ini membisiki kawan yang lain. Serentak orang-orang yang duduk di deretan bangku BK  mengamati nasinya. Lalu tanpa komando, semuanya menaruh makanan yang sudah telanjur disantap dan beranjak dari tempat duduk. Mereka juga mengisyaratkan agar BK mengikutinya. Setelah di luar barulah salah seorang rekan tadi memberitahu, bahwa ulat di nasi itu adalah cetik. Entah untuk siapa cetik itu dialamatkan, yang jelas BK luput dari racun maut itu.
Rekan lainnya menduga, mungkin racun itu untuk mengacaukan suasana agar yang punya gawe terlihat jelek di mata masyarakat. Namun belakangan barulah BK tahu, kalau pihak keluarga yang punya hajatan ada selisih pendapat.

Rawan
Pesta makan dalam sebuah hajatan memang kerap dijadikan ajang untuk menebar cetik. Selain lebih gampang karena umumnya cetik diantar lewat perantara makanan, pelakunya juga akan sulit ditebak. Pasalnya, ketika orang terkena cetik, orang awam akan langsung menuding yang punya gawe sebagai pelakunya. Padahal, kesempatan itu hanyalah digunakan sebagai mediator.
Dan bukan rahasia lagi, kalau setiap kali ada jamuan makan, pikiran orang Bali akan tertuju pada cetik. Perasaan waswas dan antisipasi untuk menjaga segala kemungkinan, pasti dilakukan. Setidaknya, sebelum makan mereka berdoa dulu. Atau menyisihkan sedikit makanannya untuk persembahan agar nasi itu terbebas dari cetik. Kalau ia belajar kebatinan dan punya bekal ilmu, sebelum makan pasti didahului dengan pembacaan mantra-mantra magis. Sedangkan yang lebih praktis, mereka memakai cincin sebagai penolak cetik atau racun seperti cincin batu giok dan taring gajah.
Cara paling sederhana untuk mengetahui makanan berisi cetik, menurut keyakinan  masyarakat Bali, jika berupa minuman harus dilihat apakah minuman itu dapat memantulkan bayangan. Kalau terlihat, berarti terbebas dari cetik. Kalau minuman itu tidak memantulkan bayangan, berarti ada cetiknya. 

[ FOTO / BENDA GAIB ]


Cetik Basang Be dan Sungut Api
Terbuat dari Racun Ikan Laut

Beberapa jenis ikan laut merupakan sarana ampuh untuk membuat Cetik Basang Be dan Sungut Api karena ikan tersebut sudah mengandung racun secara alami. 

Ada seratus delapan cetik dikenal di Bali, tetapi antara yang satu dengan lainnya berbeda baik karakter, bahan maupun daya kerjanya untuk menghancurkan. Salah satu cetik yang terkenal sangat ampuh adalah Cetik Basang Be.
Cetik ini dibuat dari jeroan ikan laut yang mengandung racun, di antaranya ikan Nyempuh dan Buntek. Jeroan ikan ini ditaruh di dalam botol dicampur dengan nasi yang sudah basi. Kemudian ditanam selama satu bulan tujuh hari (empat puluh dua hari). Jeoran ikan dan nasi basi ini akan mengalami fermentasi untuk menghasilkan cairan yang mengandung racun secara alami. Bahan cetik ini dicampur lagi dengan lateng (jelatang) laut lalu ditanam selama 21 hari. Setelah itu barulah cetik siap digunakan.
Racun ini akan makin ampuh jika disertai dengan mantra-mantra penestian (bagian dari ilmu hitam) dan sesaji sebagai pengurip (pemberkatan). Jika racun ini sampai masuk ke dalam tubuh seseorang, kekuatan mantra ini akan bekerja mengacaukan pikiran sehingga penyakitnya sulit untuk disembuhkan.
Cetik ini biasanya ditaruh di kopi, teh atau minuman lainnya. Namun jaman dulu, racun ini ditaruh di pantat gelas karena orang minum kopi panas biasanya menggunakan lepekan (alas berupa piring). Racun yang ditaruh di pantat gelas akan menempel di piring. Ketika kopi dituangkan ke piring, racun itu akan larut dan diminum.   

Rendaman Beras
Cetik Basang Be memang terkenal sebagai racun yang mematikan. Jika terkena serangannya, dalam waktu 24 jam bisa membuat tubuh gemetar, mual hingga muntah darah karena racun ini akan mengganggu fungsi ginjal, hati, dan jantung. Jika ginjal terkena serangan, akan membuat mual dan memuntahkan cairan berwarna hijau kebiruan. Sedangkan jika racun menyerang hati, akan mengalami muntah darah berwarna kehitaman. Bila sampai masuk ke jantung, akan membuat gelisah, terkejut dan mati mendadak dengan tubuh berwarna kebiruan.
Tanda-tanda orang terkena serangan Cetik Basang Be, biasanya hidung terasa tersumbat, tidak bisa mencium bau dan mati rasa. Setelah beberapa menit, tubuh sempoyongan dan pandangan mata kabur atau berbayang. Mulut bau seperti ikan laut yang sudah lama.
Jika pertanda itu terlihat, cara penanggulangannya adalah dengan memberi minum minyak cukli dan ratusan wisia dicampur dengan air kelapa gading.  Bila tidak memiliki ramuan minyak ini, cara sederhana penanggulangannya adalah dengan meminum tujuh gelas air rendaman beras. Jika racun ini keluar, bisasanya ditandai dengan diare bercampur darah hitam.


Cetik Sungut Api
Cetik bukanlah racun biasa tetapi racun yang sudah dilamari dengan kekuatan gaib. Jadi efeknya tidak hanya sebatas keracunan tetapi juga serangan gaib di bagian tubuh tertentu. Oleh karena merupakan racun gaib, cetik bisa dikendalikan seperti Cetik Sungut Api.
Disebut Cetik Sungut Api, karena cetik ini memberi efek panas seperti patil api.
Cetik yang terbuat dari racun ikan ini dioperasikan dengan mantra ketika masuk lewat makanan dan minuman.
Ada dua jenis ikan yang digunakan untuk meramu cetik ini, yaitu ikan lele yang hidup di air tawar dan ikan Nyempuh Barong yang hidup di laut. Percampuran kedua bahan racun ini melambangkan penyatuan antara daratan dan lautan yang diyakini memiliki kekuatan gaib mematikan. Yang terpenting dari pembuatan cetik ini agar memiliki kekuatan gaib adalah memilih hari baik yaitu pada saat hari Kajeng Kliwon. 
Kedua material cetik ini dimasukkan ke dalam botol, dicampur dengan jamur yang tumbuh di parutan kelapa lalu ditanam di tungku dapur selama satu setengah bulan untuk menyerap energi api. 
Setelah tenggang waktu tersebut, cetik diangkat dan dialasi dengan cawan lalu ditutup dengan daun pisang agar kekuatan gaibnya tidak hilang.
Reaksi cetik ini sangat cepat. Ketika masuk ke dalam tubuh lewat makanan atau minuman, akan membuat kepala menjadi pusing, perut mulas dan tubuh menggigil seperti demam. Gejala ini terjadi setiap hari terutama pada pagi hari, hingga keluar mimisan. Jika tidak segera diobati, dalam batas waktu satu bulan, cetik ini akan merusak organ tubuh dan menyebabkan kematian. 
Kekuatan gaib yang menyertai cetik ini akan membuat orang yang terkena serangannya tidak bisa tidur nyenyak karena tiap malam dihantui mimpi-mimpi buruk seperti dicari makhluk-makhluk berwajah mengerikan.
Orang yang terkena cetik ini biasanya diobati dengan kuwud (degan) semambuh alias air kelapa muda sebanyak dua butir. Setelah itu dibuatkan air perasan batang pisang yang diminum secara rutin tiap hari sampai gejala-gejala sakit itu reda dan racun ikan tersebut hilang. [r5/sm]

Selasa, 20 Maret 2018

Ratusan Ogoh -ogoh Meriyahkan Nyepi Di Papua

Papua , Balikini.Net - Rangkaian pelaksanaan hari raya Nyepi di Papua berjalan lancar dan meriah. -Ratusan umat Hindu dari berbagai lapisan bersama sama melaksanakan kegiatan Catur Brata Penyepian. Sebagaimana pelaksanaan upacara Mecaru atau pembersihan di Taman Imbi Kota Jayapura, Jumat (16/3) yang kemudian dilanjutkan dengan pelepasan pawai Ogoh-ogoh oleh Wakil Walikota Jayapura, Rustam.

Menurut salah seorang tokoh Hindu setempat I Nyoman Cantiasa umat Hindu di Jayapura ada sekitar 500 orang baik TNI, Polri dan masyarakat sipil. "Dalam pelaksanaan Nyepi tahun ini kita membuat lima Ogoh-ogoh, 4 berukuran besar dan 1kecil," jelas mantan Danrem 163 Wirasatya yang kini menjabat Kasdam XVII/Cendrawasih ini. Masyarakat Papua menurutnya sangat antusias dan menikmati tontonan pawai ogoh-ogoh ini. "Ini pertunjukan yang baru pertama di tanah Papua. Selama ini mereka melihat hanya melalui media. Kini bisa melihat Ogoh-ogoh di Bali tanpa harus ke Bali," ujarnya. 

Ditambahkan Brigjen Cantiasa untuk pembuatan ogoh-ogoh di Papua didesain sedemikian rupa sehingga sangat menarik. "Untuk para personel yang mengangkat ogoh-ogoh menggunakan pakaian adat Bali kombinasi Papua sehingga ada kolaborasi dan nilai persatuan sebagai anak bangsa," tambah Brigjen Cantiasa. (tim/r4)

Senin, 05 Maret 2018

Makna Dibalik Hari Raya Saraswati Bersamaan Dengan Nyepi

Jembrana,Balikini.Net  - Bali yang dikenal sebagai Pulau Dewata memiliki banyak sekali aturan-aturan baik dalam menjalankan tradisi ataupun budaya. Inilah yang membuat Bali menjadi unik bahkan hingga terkenal di Manca Negara karena dihadapkan hal ini, umat tetap santun dalam pelaksanaannya. Salah satunya, Bali mengenal banyak hari raya yang dikenal dengan istilah rahinan, diantaranya ada hari raya Galungan dan Kuningan, hari raya Pagerwesi, hari raya Saraswati, hari raya Siwaratri dan seterusnya.

Dalam pelaksanaan hari raya layaknya yang juga dilakukan oleh umat lain, pada intinya semua akan melaksanakan hari raya ini dengan nuasa keramaian. Hingga menjadi hal berbeda khususnya dengan pelaksanaan hari raya Nyepi.

Mengapa demikian, karena hari raya Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi ini sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender Caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Namun, dalam pelaksanaan Nyepi ini tidak seperti perayaan tahun baru Masehi. Dimana, tahun baru Caka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa, karena umat harus melaksanakan Catur Bratha Penyepian, diantaranya amati gni (tidak menyalakan api atau amarah), amati lelungan (tidak bepergian), amati lelanguan (tidak melalukan pesta atau kemeriahan = berupasa) dan amati karya (tidak bekerja). Hingga semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, bahkan seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, mungkin terkecuali untuk Rumah Sakit.

Lalu bagaimana jika kebetulan pelaksanaan hari raya yang umumnya dilakukan dengan kemeriahan seperti di atas apabila berbenturan dengan pelaksanaan hari raya Nyepi.

Hal inilah yang terkadang membuat kebingungan bagi sebagian umat Hindu di Bali.

Jro Mangku Suardana yang akrab dipanggil Jro Mangku Suar, Sabtu (2/12) di sela-sela aktifitasnya memimpin persembahyangan umat sebagai salah seorang Pemangku di Pura Dangkahyangan Rambutsiwi menjelaskan, terjadinya benturan atau pelaksanaan hari raya seperti hari raya dijelaskan di atas jatuhnya bisa bersamaan dengan pelaksanaan Nyepi, ini adalah karena penetapan hari raya bagi umat Hindu di Bali didasarkan atas beberapa perhitungan yang mengacu pada Wariga. Yakni, ada perhitungan jatuhnya hari raya yang menggunakan wewaran (harian), juga ada yang menggunakan pawukon atau wuku (mingguan), ada yang hitungan atas pananggal/pangelong (lima belas harian) dan juga ada yang menggunakan perhitungan sasih (bulan) bahkan ada hitungan yang menggunakan dawuh (waktu/jam).

Menurutnya, umat tidak harus bingung ketika menghadapi atau melaksanakan hari raya seperti dijelaskan di atas jika jatuhnya bersamaan dengan hari raya Nyepi. Seperti misalnya, hari raya Saraswati yang nantinya jatuh pada hari Sabtu tanggal 17 Maret 2018 kebetulan bersamaan dengan pelaksanaan hari raya Nyepi. "Ini kan tinggal diaksioma, yang biasa disebut dengan Alahing Sasih yakni Wewaran alah dening Wuku, Wuku alah dening Pananggal/Panglong, Pananggal/Panglong alah dening Sasih, Sasih alah dening Dauh, Dauh alah dening Sang Hyang Triodasa Saksi. Sekarang tinggal realisasi, bahwa hari raya Saraswati jatuh berdasarkan Wuku sementara Nyepi berdasarkan Sasih, jelas hari raya Saraswati tidak harus dirayakan karena pada prinsipnya dalam Wariga perhitungan Wuku alah dening Sasih dan ini berlaku untuk semua rerahinan yang berbenturan, jelasnya gunakan aksioma Alahing Sasih ini. Hingga rasanya tidak dipandang perlu harus berisi parum (rapat) begini begitu lagi, apalagi sampai menggelar pesamuhan karena apanya yang harus diruwetkan lagi sebab uger-uger (peraturan) itu sudah dibuat serta oleh para lelangit (leluhur) Bali", jelasnya.

Ditambahkannya, uger-uger (peraturan) ini sudah berjalan sejak ratusan tahun silam. Disini para lelangit (leluhur) kita tidak pernah ruwet menjalankan hal ini, sebab sebelum berucap dan bertindak pastinya beliau-beliau sudah berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil sikap atau keputusan agar para generasinya tetap bisa dengan solid melaksanakan apa yang telah dipakemkan. "Hingga terkait rerahinan, beliau juga sudah membuat penentuan padewasan seperti apa yang telah ditetapkan menurut sebagian besar dalam teks Wariga", imbuhnya.

Jro Mangku Suar yang juga masih aktif sebagai anggota TNI dan hingga sekarang berdinas di Timintel Korem 163/Wirasatya ini juga mengingatkan pentingnya hidup saling menghargai guna dapat senantiasa melestarikan tradisi, seni maupun budaya, dengan hidup berbhineka karena di era globalisasi ini manusia akan dihadapkan pada sisi kehidupan yang semakin kompleks, demi Ajeg Bali hingga di masa depan nanti. (Arn)
© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved