-->

Selasa, 12 Juni 2018

Salah Kaprah, Ini Pergantian Hari Menurut Kalender Bali

Salah Kaprah, Ini Pergantian Hari Menurut Kalender Bali

Jembrana (Balikini.Net) - Ternyata masih banyak umat Hindu khususnya di Bali yang belum paham benar, kapan sebenarnya pergantian hari menurut perhitungan Wariga. Jika hal ini belum dipahami benar maka terjadi kesalah-pahaman dan kaitannya adalah akan menjadi penyebab kesalahan pemilihan hari baik, kesalahan penentuan hari suci (rahinan) ataupun kesalahan penetapan wetonan (oton) seorang anak, dan sebagainya.

Seperti umum diketahui, anak-anak Bali yang beragama Hindu sejak lahir sampai dewasa, hingga masalah ritual pribadinya akan selalu dikaitkan dengan Wariga. Disinilah, maka hari ulang tahun boleh saja tidak dirayakan, namun wetonan adalah wajib untuk diperingati dengan ritual keagamaan.

Menurut Jro Mangku Suardana, Pemangku Pura Tirtha Lan Segara Dangkahyangan Rambutsiwi, yang dimaksudkan dengan Wariga itu adalah Wewaran, dari Eka Wara sampai Dasa Wara dan Wewaran ini dikaitkan dengan Wuku yang berjumlah tiga puluh serta pergantian hari menurut Wariga adalah pada pagi hari (saat matahari terbit), untuk gampangnya ditetapkan lebih kurang setiap pukul 06.00 pagi, pukul 12.00 siang dan pukul 18.00 sore, walaupun sesungguhnya ini sering tidak tepat. Misalnya, saat dimana kedudukan matahari berada di Selatan Katulistiwa, pukul 18.00 sore matahari masih nampak di Barat, jadi sesungguhnya belum Sandhyakala. Tetapi karena dianggap rumit untuk menyesuaikan dengan tenggelamnya matahari, maka Puja Trisandya-pun tetap berkumandang di televisi pada pukul 18.00.

Maka penetuan pergantian hari disini juga akan berdampak pada pengantian Sasih (Bulan) dalam Kalender Caka, hingga pelaksanaan hari suci (rahinan) seperti misalnya raya Nyepi akan dimulai sejak pukul 06.00 pagi sampai pukul 06.00 pagi keesokan harinya disebut Ngembak Geni. Hal inilah hendaknya senantiasa diingatkan kepada seluruh umat agar jangan sampai baru pukul 00.01 warga sudah mulai meledakkan ketikusan (mercon), menyuarakan kentongan dan sebagainya dengan maksud mengisyaratkan hari telah berganti pagi dan ini yang selalu terjadi (salah kaprah), karena Nyepi baru berakhir pada saat matahari terbit (Ngembak Geni).

Demikian juga pada penetapan kelahiran anak, kalau ada anak yang lahir lewat tengah malam, misalnya pukul 03.00 sampai mendekati pukul 06.00 dini hari, anak itu weton-nya mengikuti hari kemarin, bukan mengikuti hari yang akan datang sebagaimana perhitungan Kalender Masehi dan inilah yang sering tidak diketahui.

Akibat kesalah-pahaman dalam menentukan pergantian hari menurut Wariga ini hingga banyak yang salah weton (salah hari otonan) dan ini akan berpengaruh pada “watak sang anak” karena setiap hari ada peruntungannya dan ada pantangannya. Apalagi kalau terjadi beda Wuku, misalnya, anak yang lahir hari Minggu dini hari menurut Kalender Masehi, seharusnya adalah milik hari Sabtu menurut Wariga. Karena antara Sabtu dan Minggu sudah beda Wuku. Perwatakan Wuku sangat beda maka pengaruhnya pun besar.

"Saya berikan contoh yang akan berakibat luas. Misalnya hari ini, Sabtu 8 Februari 2014, wuku Ugu. Jika ada bayi yang lahir lewat tengah malam nanti, misalnya, pukul 03.00 atau pukul 05.00, maka weton-nya tetap Sabtu (Saniscara) Pon Wuku Ugu. Bukan mengikuti hari Minggu (Redite) Wage wuku Wayang. Kalau salah menentukan pergantian hari karena terpengaruh tahun Masehi, dan anak itu ditetapkan weton Minggu Wage wuku Wayang, maka anak itu harus dibuatkan upacara Pangelukatan Wayang dengan runtutan penubahan Wayang Sapu Leger. Padahal seharusnya itu tak terjadi", jelasnya.

Kesalahan penentuan hari otonan (weton) ini sering terjadi dan umumnya kalau keluarganya menyadari kesalahan itu, pada saat weton-nya diadakan Perubahan Weton dan ini banyak dilakukan, upacaranya juga tidak jelimet, hanya menambah beberapa sesajen.

Masalah hari ulang tahun, tentu mengikuti Kalender Masehi, karena ulang tahun tidak berdasarkan Wariga (tak memakai hari dan wuku), tetapi memakai tanggal. Kalau anak itu lahir seperti contoh di atas, ulang tahunnya tetap saja 9 Februari, karena pergantian Tahun Masehi adalah pukul 00.00 tengah malam.

Pergantian hari itu berbeda-beda menurut kalender. Pergantian hari  Tahun Masehi pada saat tengah malam, pukul 00.00. Sedang Tahun Hijrah yang digunakan umat Islam (dan sekarang diikuiti pula oleh Tahun Jawa), pergantian harinya dimulai magrib pada hari tersebut. Jadi, malam hari ini setelah magrib adalah milik hari esoknya. Karena itu umat Islam, misalnya, menyebut malam Jumat itu adalah hari Kamis malam yang biasa dikenal di Bali.

Jro Mangku Suardana juga menjelaskan, dalam perhitungan Wariga Bali juga dikenal istilah Wuku dimana Wuku ini adalah bagian dari suatu siklus dalam penanggalan Jawa dan Bali yang berumur 7 (tujuh) hari  atau 1 (satu) pekan. Dalam siklus Wuku ini berumur 30 pekan atau selama 210 hari yang masing-masing Wuku memiliki nama tersendiri. Perhitungan dalam Wuku atau Pawukon (dalam bahasa Jawa) masih digunakan di Jawa dan Bali, terutama untuk menentukan hari baik dan hari buruk serta terkait dengan Weton (Oton). Adapun ide dasar perhitungan menurut Wuku adalah bertemunya dua hari dalam sistem Pancawara (Pasaran) dan Saptawara (Pekan) menjadi satu. Sistem Pancawara atau Pasaran terdiri dari 5 (lima) hari diantaranya dimulai dari Umanis (Legi), Pahing, Pon, Wage dan berakhir Kliwon sedangkan sistem Saptawara terdiri dari 7 (tujuh) hari diantaranya dimulai hari Senin (Soma), Selasa (Anggara), Rabu (Budha), Kamis (Wrehaspati), Jumat (Sukra), Sabtu (saniscara) dan berakhir pada hari Minggu (Redite). Dalam satu wuku, sudah pasti akan berakhir pada hari Sabtu. Pertemuan antara hari Pasaran dan hari Pekan ini misalnya seperti Sabtu Kliwon, jika di Bali biasanya disebut Tumpek salah satunya terjadi dalam wuku Kuningan dan karena dalam siklus satu Wuku berakhir pada hari Sabtu maka keesokan harinya yakni hari Minggu tidak lagi Wuku Kuningan namun sudah berganti Wuku lain yakni Wuku Langkir, sehingga selama ini umat menjadi salah kaprah jika kesesokan hari setelah hari Tumpek Kuningan itu menyebut hari Umanis Kuningan tetapi yang benar adalah hari Minggu (Redite) Umanis Wuku Langkir.

"Demikian, semoga tidak ada lagi yang salah kaprah dan juga menentukan Weton (Oton) anaknya jika lahir menjelang dini hari", tutup Jro Mangku Suardana (!)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved