-->

Selasa, 19 Desember 2017

Gunung Agung Pusat Kekuatan Magis Pulau Bali

Gunung Agung Pusat Kekuatan Magis Pulau Bali


 [  Wajah Gunung Agung  diselimuti aura gaib.]
Karangasem ,Balikini.Net - Pura Dalem Puri merupakan rangkaian Pura Besakih yang terdapat di Gunung Agung. Menurut keyakinan masyarakat Bali, Gunung Agung merupakan pusat kekuatan magis Pulau Bali. Ke tempat inilah umat Hindu Bali melakukan pemujaan untuk berbagai tujuan karena gunung ini diyakini sebagai pusat kerajaan makhluk halus.

Gunung Agung yang terletak di arah timur laut Pulau Bali terlihat kokoh. Wajahnya dingin, sedingin hawa yang menyelimutinya. Bila tak ada awan memendar di sekitarnya, gunung tertinggi di Pulau Bali ini dapat dilihat dari segala sudut Bali hingga Lombok.
Gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem ini menjadi lambang kekuatan Bali. Juga dipercaya sebagai pusat kekuatan magis Pulau Dewata, bahkan sebagai jalan menuju sorga. Karena itu gunung ini dikeramatkan umat Hindu. Saat hari raya, umat Hindu melakukan persembahan  kepada Gunung Agung. Salah satunya dengan membuat penjor yang berisi berbagai hasil palawija.
Selain sebagai ucapan terima kasih umat Hindu kepada Sang Pencipta dan penguasa Gunung Agung, penjor juga merupakan lambang Gunung Agung yang telah memberi kemurahan hidup kepada manusia yang tinggal di Bali karena gunung ini diyakini sebagai tempat hidup berbagai tumbuhan dan makhluk hidup.
Gunung Agung diselimuti aura magis karena diyakini sebagai stana (tempat) para dewa. Gunung ini dipercaya sebagai pusat kerajaan bangsa makhluk halus seperti wong samar, memedi, tonya, jin dan lainnya. Mereka inilah yang menjaga Gunung Agung sehingga terlihat angker.
Gunung ini menjadi tempat perburuan kekuatan magis para dukun dan tokoh spiritual dunia. Para yogi, guru dan master berbagai aliran dari seluruh dunia seperti reiki, tumo, dan kumbalaki  seperti berlomba-lomba datang ke Bali untuk menyerap aura magis Gunung Agung. Namun gunung yang tampak damai ini pantang dijamah sembarang orang.

Ratu Bagus
Salah seorang tokoh spiritual Bali Ida Pandita Mpu Parama Daksa Ratu Bagus sangat menghormati Gunung Agung. Pasalnya, dari sinilah peraih the best paranormal tingat dunia ini mendapat kekuatan spiritual yang kini dikembangkan ke seluruh dunia.
Ratu Bagus menuturkan, ia menjadi penekun spiritual karena mendapat petunjuk dari penguasa gaib Gunung Agung. Ia pernah menempuh lika-liku hidup yang sulit dengan berbagai kejadian aneh, sampai akhirnya ia mendapat tugas untuk mengemban misi memberi pencerahan kepada umat manusia dari penguasa gaib Gunung Agung. Namanya pun diganti dengan nama baptis Ratu Bagus.
Made Dwija Nurjaya, salah satu penekun spiritual menuturkan, sebetulnya nama Ratu Bagus itu adalah nama penguasa gaib Bali yang pusat pemerintahannya berada di Gunung Agung. Ratu Bagus hidup dari zaman ke zaman untuk menjaga dan memerintah Bali secara niskala (gaib). Pada zaman Raja Bali Dalem Waturenggong sekitar abad ke-16,  Ratu Bagus turun merasuki Dalem Waturenggong untuk mengatur pemerintahan Bali secara niskala. Hasilnya, pada waktu itu Kerajaan Bali mencapai puncak kejayaan dan memperluas wilayah kerajaan sampai ke Jawa bagian timur hingga ke Sumbawa. Namun setelah raja mangkat, pemerintahan secara gaib tidak terwakilkan sehingga pemerintahan Bali terus merosot. Penjajahan makin meluas yang mendapat perlawanan rakyat Bali dengan Perang Puputan.
Kata Dwija, kemerosotan yang terjadi di Bali kembali mengusik penguasa gaib Gunung Agung untuk turun melalui sosok seorang pendeta Hindu yang juga penekun spiritual bergelar Ratu Bagus.
Melalui pusat pemerintahan sekala (nyata) di Asram Ratu Bagus, Desa Muncan, Selat, Karangasem, kebesaran Bali hendak dibangkitkan ke seluruh dunia. Penguasa gaib Gunung Agung bangkit kembali untuk membangun Bali.
     
Sejarah
Gunung Agung memiliki perjalanan sejarah panjang dengan berbagai mitos dan legendanya. Keberadaan Gunung Agung, menurut Babad Pasek, dketahui di Bali mulai tahun Caka 11, tepatnya hari Kamis Kliwon, Sasih Kadasa (April). Sebelumnya Bali hanya memiliki empat gunung, yaitu Gunung Lempuyang di timur Pulau Bali (Kab. Karangasem) sebagai tempat Dewa Gnijaya, Gunung Watukaru di barat (Kab. Tabanan) sebagai tempat Dewa Watukaru, Gunung Mangu (Badung) di utara sebagai tempat Dewa Danawa, sedangkan Gunung Andakasa di selatan (Karangasem) sebagai tempat Hyanging Tugu. Namun keberadaan empat gunung ini belum mampu menyeimbangkan Pulau Bali karena pada zaman itu (disebut zaman bahari) Pulau Bali dan Lombok terus berguncang.
Menurut babad (sejarah) dalam lontar Usana Bali Usana Jawa, hal ini didengar oleh Dewa Pasupati yang berstana di Gunung Mahameru, Jambhudwipa. Untuk menjaga keseimbangan Pulau Bali, bertepatan dengan bulan mati sekitar Oktober, Dewa Pasupati memotong puncak Gunung Mahameru. Yang satu dipotong dengan tangan kanan, satunya lagi dipotong dengan tangan kiri.
Babad Pasek menyebutkan untuk menjaga potongan gunung itu, Si Badawangnala berwujud seekor kura-kura diminta memegang bagian pangkal gunung, Sang Hyang Antaboga dan Basukih yang berwujud naga menjadi tali pemegang gunung, sedangkan Naga Taksaka menerbangkan ke Bali.
Gunung Mahameru yang dipotong dengan tangan kanan menjadi Gunung Agung sebagai pemujaan Dewa Mahadewa, sedangkan yang dipotong dengan tangan kiri menjadi Gunung Batur di lembah Kintamani. Untuk menjaga kedua gunung tersebut dikirimlah dua putranya ke Bali. Dewa Putrajaya diperintahkan menjaga Gunung Agung, sedangkan Dewi Danuh disuruh menjaga Gunung Batur.
Dalam perjalanan sejarah, Gunung Agung sudah beberapa kali meletus. Tercatat, pada hari Kamis Kliwon, saat Purnama Raya pada bulan Juli, tahun Caka 27 gunung ini memuntahkan laharnya. Namun empat tahun kemudian, tepatnya hari Selasa Kliwon, bulan Nopember, Caka 31 Gunung Agung kembali meletus. Setelah itu, ratusan sampai ribuan tahun kemudian gunung ini membisu tak lagi menunjukkan aktivitasnya. Tahun Caka 1187 Gunung Agung kembali berguncang, disusul tahun 1963 Masehi gunung tertinggi di Pulau Bali ini meluluhlantakkan sejumlah desa di Kabupaten Karangasem.
Letusan pada awal tahun 1963 ini tercatat banyak memakan korban jiwa dan harta benda, terutama penduduk yang berada di Karangasem dan Klungkung yang enggan mengungsi. Dikabarkan, warga Desa Badeg, Karangasem banyak yang hangus oleh lahar karena tidak mau mengungsi. Mereka percaya, lahar Gunung Agung adalah para dewa yang turun. Mereka pun menyambutnya dengan upacara sehingga dilanda lumpur berapi itu.
Lain di Badeg, lain pula cerita yang terjadi di Klungkung. Saat lahar mulai meluber ke kabupaten ini, penduduk panik untuk mengungsi. Sepertinya mereka berlomba-lomba untuk mencapai Tukad Unda sebagai tempat penyeberangan warga yang hendak mengungsi. Lahar terus merangsek hendak mencapai tempat penyeberangan, sementara warga belum seluruhnya terevakuasi. Akhirnya Raja Klungkung turun tangan. Sang raja dengan kekuatannya meminta lahar yang disebutnya sebagai ibu untuk berhenti mengalir dan membiarkan penduduk mengungsi terlebih dahulu. Khabarnya, lahar memang sempat terhenti di aliran Sungai Unda dan membiarkan warga menyeberang untuk mengungsi. Setelah seluruh warga terevakuasi, barulah lahar tersebut bergerak kembali.          

Penuh Misteri
Gunung Agung penuh misteri. Sejak September lalu gunung ini diperkirakan kembali mengguncang Bali. Namun dugaan tersebut meleset. Beberapa alat canggih yang digunakan untuk memprediksi letusan, ternyata meleset. Hingga kini, gunung yang disucikan umat Hindu Bali hanya batuk-batuk.
Di mata para penekun spiritual, gunung ini menjadi tempat pemujaan bangsa makhluk halus. Berbagai hasil kerja mereka dipersembahkan di tempat ini. Tak heran kalau tempat ini juga dijaga makhluk kasat mata.
Tidak hanya bangsa makhluk halus, bangsa manusia terutama yang beragama Hindu percaya tempat ini sebagai kahyangan atau rumah bagi para dewa sehingga dibangun pura terbesar yang disebut Pura Besakih sebagai gambaran sorga. Banyak tempat pemujaan dibangun di kawasan pura yang terletak di sisi barat Gunung Agung ini sebagai tempat pendakian spiritual. Ada tempat pemujaan untuk memohon hebahagian duniawi hingga pemujaan terhadap leluhur di alam sorgawi.
Pura Dalem Puri adalah sebuah pura yang dipercaya sebagai alam leluhur. Tempat ini digambarkan sebagai sorga dan neraka. Bila terbebas dari dosa, leluhur akan berada di sorga. Namun leluhur yang berkubang dengan dosa, akan mendapat tempat di neraka. Tak heran kalau banyak yang mengatakan di tempat ini kerap terdengar tangisan leluhur karena mereka direndam di kawah Candramuka. Di kawasan Pura Dalem Puri terdapat tempat-tempat yang namanya mirip dengan alam neraka seperti Titi Ogal-agil atau kawah bagi roh yang menjalani hukuman.
Pura Goa Raja adalah tempat pemujaan bagi tiga naga yang menjaga Gunung Agung, di antaranya Naga  Antaboga, Basukih dan Taksaka. Pura Goa Raja menjadi tempat para penekun spiritual untuk melakukan meditasi guna mencapai kesempurnaan batin. Tidak hanya para penekun spiritual Bali, tetapi juga tokoh spiritual dunia seperti reiki, kumbala, kundalini, dan para yogi yang datang ke tempat ini. Di atas Goa Raja terdapat tempat pemujaan Rambut Sedana sebagai tempat memohon rejeki dan usaha.
[Kawasan Pura Besakih yang disucikan umat Hindu ]

Konsep keduniawian juga terlukis di kawasan ini melalui Pura Ulun Kulkul, Kidulin Kreteg, Pura Gelap, Pasar Agung, Pura Batu Madeg hingga  tempat leluhur yang disucikan di masing-masing pura yang disebut Padarman.

Kejadian
Gunung Agung penuh misteri. Banyak kejadian yang terjadi di tempat ini tetapi tidak terpecahkan sampai sekarang. Beberapa pendaki gunung raib tanpa bekas karena tidak mematuhi pantangan yang berlaku. Para pendaki yang tidak menghormati kesakralan dan kemagisan pura banyak yang menjadi korban.
Akhir tahun 2007 lalu, tiga mahasiswa pendaki dikabarkan tewas. Dua di antaranya tidak diketemukan setelah melalui pencarian cukup panjang dengan melibatkan gabungan Tim Sar, Sar Brimob, TNI, pemandu lokal hingga menggunakan helikopter
Bahkan pencarian juga dilakukan lewat jalur niskala (gaib). Menurut teropong paranormal, salah seorang korban bernama Yunita Indah Safitri konon sempat disembunyikan oleh penguasa Gunung Agung. Hal itu terlihat dari wajah orang yang muncul dari gelas yang digunakan sebagai media. Dari gelas tersebut terlihat wajah sosok wanita berambut sebahu sedang dicengkeram sosok tinggi besar mirip kera yang tak lain makhluk gaib penghuni Gunung Agung. Ana (Su/r7)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved