-->

Selasa, 16 Mei 2017

CTC Serukan Perlindungan Hiu di Perairan Bali

CTC Serukan Perlindungan Hiu di Perairan Bali

Balikini.Net-Lembaga konservasi kelautan Coral Triangle Center (CTC) menyerukan pentingnya perlindungan hiu di kawasan perairan Bali. Seruan tersebut disampaikan menyusul ditemukannya kasus penangkapan hiu oleh nelayan di beberapa lokasi perairan Bali. Penangkapan hiu dikhawatirkan akan menyebabkan ancaman terhadap populasi hiu di perairan Bali.

Learning Site Manager CTC, Marthen Welly pada keteranganya di Denpasar (13/5/2017) menyampaikan bahwa keberadaan ikan hiu di perairan Bali dalam kondisi terancam.  Menyusul masih dijumpai kegiatan penangkapan ikan hiu oleh nelayan dibeberapa tempat.  Beberapa lokasi dimana kerap dijumpai ikan hiu yang tertangkap nelayan adalah Klungkung, Karangasem dan Badung.  Bahkan, pelabuhan Benoa disinyalir sebagai salah satu lokasi dilakukannya ekspor sirip hiu.  “keberadaan ikan hiu di dunia saat ini terancam.  Sekitar 100 juta ikan hiu mati setiap tahunnya diseluruh dunia” ungkap Marthen

Berdasarkan survei yang dilaksanakan Coral Triangle Center (CTC) bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali dengan didukung oleh The Nature Conservancy (TNC) Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan dari 41 lokasi penyelaman, masih dijumpai keberadaan ikan hiu di perairan Bali seperti di Pulau Menjangan (Bali Barat), Amed (Karangasem), Gili Biaha dan Gili Mimpang (Karangasem), Saba (Gianyar), Sanur, dan Serangan.  Kebanyakan berasal dari jenis ikan hiu karang sirip hitam (black tip reef shark) dan ikan hiu karang sirip putih (white tip reef shark).  Selama survey paling tidak dijumpai tiga hiu karang sirip hitam, 14 hiu karang sirip putih, dan dua hiu bambu.  Lebih jauh keberadaan ikan hiu di perairan Bali merupakan aset penting bagi wisata bahari khususnya penyelam.

Menurut Marthen, jika keberadaan ikan hiu terancam, maka akan mengganggu rantai makanan yang ada di laut.  Sebagai contoh, jika ikan hiu punah maka salah satu makanannya yaitu ikan herbivora berupa  ikan yang memakan alga dan lumut seperti baronang (rabbit fish) akan melimpah karena tidak ada yang memangsanya.  Akibatnya akan terjadi konsumsi alga dan lumut yang massif dari ikan herbivora dengan jumlah melimpah.  Lambat laun, alga dan lumut akan habis dan berakhir dengan punahnya ikan herbivora disebabkan makanannya habis atau tidak ada lagi di laut.  Demikian seterusnya terjadi dengan rantai makanan diatasnya.  Hal ini menggambarkan terganggunya atau hilangnya rantai makanan jika ikan hiu sebagai salah satu top predator di laut terganggu.

Keberadaan ikan hiu di Indonesia sendiri sudah dilindungi melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.59/2014. Ikan hiu yang sudah dilindungi seperti ikan Hiu Koboi (Charcharinus longimanus), ikan Hiu Martil (Sphyrna spp.) dan ikan Hiu Paus (Rhyncodon typus) yang dilindungi melalui Keputusan Menteri Kelautan No.18/2013.

Marthen menegaskan walaupun keberadaan jenis hiu lainnya belum dilindungi, namun keberadaannya sangat penting bagi perairan Bali sebagai salah satu top predator dalam rantai makanan di laut.  Lebih jauh, ikan hiu merupakan aset penting bagi wisata bahari di Bali, khususnya bagi para penyelam.  Disisi lain, anggapan mengkonsumsi sirip ikan hiu akan menambah vitalitas hanyalah mitos.  Berdasarkan beberapa penelitian, terdapat kandungan merkuri di dalam sirip dan daging ikan hiu.  Akan berpotensi menimbulkan penyakit bagi manusia jika dikonsumsi.  “Pemerintah China sendiri sudah melarang penyajian sirip ikan hiu di negaranya dan penangkapan ikan hiu dinyatakan illegal dengan ancaman hukuman 10 tahun” tegas Marthen .

Marthen mengingatkan bahwa keberadaan ikan hiu bagi perairan Bali memiliki nilai penting , sehingga seharusnya ada upaya bersama menjaga dan melindungi ikan hiu yang ada.  Masih banyak jenis ikan yang dapat dikonsumsi di laut seperti tongkol, kakap, tenggiri, cakalang, tuna, kuwe, bawal, kembung dan lain sebagainya.

Marthen menambahkan bahwa Ikan hiu merupakan salah satu top predator di dalam rantai makanan yang ada di laut.  Namun karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang ikan hiu, hewan laut ini kerap dipandang sebagai predator yang menakutkan di laut dan layak untuk ditangkap.  Padahal data dari berbagai sumber menyebutkan tidak lebih dari 10 jiwa/tahun meninggal karena serangan ikan hiu, sedangkan manusia 725.000 meninggal karena gigitan nyamuk setiap tahunnya.  Begitu juga serangan ikan hiu terjadi karena manusia mengganggu habitatnya dan yang kedua adalah peristiwa “tabrak lari” dimana ikan hiu salah menduga manusia adalah mangsanya.

Kepala Seksi Program dan Evaluasi, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Permana Yudiarso mengakui masih adanya penangkapan hiu di Bali. Namun penangkapan ikan hiu bukan merupakan target penangkapan utama, tetapi merupakan hasil tangkapan sampingan. “hasil tangkapan samping kapal penangkap tuna yang beroperasi di wilayah laut lepas dan terdaftar dalam IOTC atau organsiasi tuna samudera hindia” kata Yudiarso.

Menurut Yudiarso, walaupun penangkapan ikan hiu hanya merupakan hasil tangkapan sampingan tetapi tetap akan mengancam populasi jika tidak dikontrol dan kendalikan, sehingga pemerintah indoensia ada regulasi utk melaporkan hasil tersebut dalam sistem perikanan. Pada sisi lain, Yudiarso membantah tudingan bahwa pelabuhan Benoa merupakan pintu ekspor ikan hiu. Justru Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak yang cukup tinggi frekeuensi dan volumenya ekspor ikan hiu. “Rata-rata penangkapan hiu oleh nelayan, data pastinya ada di setiap pelabuhan perikanan, BPSPL Denpasar juga melakukan pencatatan di beberapa loaksi pelabuhan perikanan di Jatim, Bali, NTB dan NTT” ungkap Yudiarso

Yudiarso menambahkan dari 118 species Hiu tercatat hanya 2 jenis yang dilindungi  di Indonesia. Kedua jenis hiu tersebut  yaitu HIu Paus (Rhincodon typus) dan Hiu Gergaji  atau pari gergaji (Pristis spp.) (muliarta).

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved