-->

Kamis, 03 Juni 2021

Fraksi Golkar Tolak MDA Mengatur BUPDA

Fraksi Golkar Tolak MDA Mengatur BUPDA


Bali Kini ,Denpasar -
Demi menaga kemandirian Desa Adat, disampaikan Fraksi Golkar DPRD Bali menolak adanya peran Majelis Desa Adat (MDA) serta merta ikut mengatur Baga Utsaha Padruen Desa Adat (BUPDA).


Demikian penyampaian pandangan umum dari Fraksi Golkar DPRD Bali terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang

Baga Utsaha Padruen Desa Adat (BUPDA) di Bali yang diajukan oleh Gubernur Bali I Wayan Koster.


Kendati menyambut baik Ranperda itu, namun Fraksi Partai Golkar DPRD Bali menolak Majelis Desa Adat (MDA) dan Sabha Perekonomian Adat Bali (SAKA Bali) mengatur BUPDA. Penolakkan itu untuk menjaga independensi Desa Adat. 


"Dalam hal fungsi 'mengatur' yang dilakukan oleh MDA dan SAKA Bali sebagaimana yang terdapat dalam pasal-pasal Ranperda tentang BUPDA di Bali sebaiknya semuanya didrop saja atau ditiadakan sehingga kemandirian desa adat sebagaimana yang telah berjalan selama ini bisa tetap terjaga," jelas juru bicara fraksi Partai Golkar I Made Suardana. 


Fraksi Golkar meminta untuk mencabut pasal yang mengatur kewenangan MDA mengeluarkan keputusan pendirian BUPDA dalam Ranperda tersebut. Selanjutnya, BUPDA didaftarkan di Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA). 


Adapun dalam Ranperda itu, BUPDA wajib didaftarkan ke MDA Provinsi. Keputusan pendirian BUPDA oleh MDA Provinsi ini selanjutnya disampaikan kepada Dinas PMA untuk diregistrasikan. 


"Pada BAB III Pasal 9 Ayat 4 agar dihilangkan karena tugas MDA hanya pada memverifikasi dan memfasilitasi, serta membina agar BUPDA yang dibentuk berdasarkan paruman desa adat bisa didaftarkan di Dinas PMA sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," kata Suardana.


Pasal 9 Ayat (4) Ranperda itu berbunyi: MDA Provinsi sesuai hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengeluarkan Keputusan Pendirian BUPDA. Ayat (3) ini menyebutkan, MDA Provinsi membentuk Tim Verifikasi untuk melakukan verifikasi terhadap pendirian BUPDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 


Adapun ayat (1) ini berbunyi: Prajuru Desa Adat berkewajiban mendaftarkan BUPDA yang telah didirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke MDA Provinsi secara langsung atau online.


Kewenangan MDA provinsi untuk mengatur tata cara penyisihan dan pemanfaatan dana punia Krama Desa Adat yang memperoleh pendapatan dari BUPDA, juga ditentang oleh Fraksi Golkar. 


Pasal 58 Ranperda itu memuat ketentuan bahwa setiap Krama Desa Adat yang memperoleh pendapatan dari BUPDA berkewajiban menyisihkan dana punia berupa uang kepada Desa Adat. Desa Adat berkewajiban menampung dan menyimpan dana punia tersebut dengan membuat rekening dana punia atas nama Desa Adat. 


"Dana punia tersebut dimanfaatkan oleh Desa Adat sesuai Pararem Desa Adat untuk membiayai kegiatan sakala dan niskala," tegasnya.


Selanjutnya, terdapat ketentuan tentang tata cara penyisihan dan pemanfaatan dana punia diatur lebih lanjut dengan Keputusan MDA Provinsi. Ketentuan ini yang ditentang oleh Fraksi Golkar. 


Menurut Fraksi Golkar, tata cara penyisihan dan pemanfaatan dana punia ini cukup diatur oleh Desa Adat. "Pasal 58 ayat (5) yang berbunyi: Ketentuan tata cara penyisihan dan pemanfaatan dana punia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan MDA Provinsi. Menurut hemat kami sebaiknya diatur oleh Desa Adat," jelas Suardana


Sementara itu terkait dengan SAKA Bali, Fraksi Golkat meminta agar kewenangan "mengatur" yang dimiliki SAKA Bali sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 ayat (7) Ranperda itu diganti dengan "memfasilitasi". 


Pasal 1 ayat (7) itu berbunyi: Sabha Perekonomian Adat Bali yang selanjutnya disebut SAKA Bali adalah lembaga otoritas perekonomian Adat Bali yang memiliki tugas pokok dan kewenangan pembinaan dan pengawasan dengan cara mengatur, mengawasi, dan membina pelaku ekonomi adat pada sektor keuangan dan sektor riil di Desa Adat. 


"Menurut hemat kami kata 'mengatur' tidak perlu ada karena ini terkesan mengabaikan independensi, dan disarankan diganti dengan kata 'memfasilitasi'," kata Suardana. 


Fraksi Golkar juga tak sependapat dengan bentuk dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh SAKA Bali terhadap BUPDA, sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (1) yang berbunyi: SAKA Bali melaksanakan pembinaan dan pengawasan fungsional. 


Pasal 61 ayat (1) belum sependapat terkait dengan bentuk dan mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh SAKA Bali sehingga tidak menjadikan BUPDA seolah olah terkesan terkooptasi oleh eksistensi SAKA Bali.[ar/r5] 

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved