-->

Senin, 03 November 2025

DPRD Bali Tiru Cara Dki Jakarta Tangani Penanggulangan dan Kelola Daerah Rawan Banjir


Jakarta , Bali Kini -
Banjir yang terjadi beberapa waktu yang lalu membuat masyarakat panik. Pasalnya, selama musim hujan yang terjadi tidak pernah terjadi banjir besar hingga menelan korban jiwa. 

Seperti contohnya dikawasan Pasar Kumbasari. Pasar terbesar di Bali tersebut atau yang lebih dikenal dengan nama Pasar Badung terendam hingga dibantu alat penyedot untuk membuat air surut. Begitu juga dengan sungai yang berada tepat disamping Pasar Kumbasari. Air tampak meluap ke jalan raya dengan membawa tumpukan sampah.

Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah (Pemda) agar lebih sigap dalam melakukan penanganan maupun antisipasi. Mulai dari pra banjir, saat banjir, dan pasca banjir.

Menindaklanjuti hal itu, Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali bersama Forum Wartawan DPRD (Forward) Bali melakukan Studi Tiru ke Dinas Sumber Daya Air (DSDA) Provinsi DKI Jakarta guna belajar dan meniru kiat-kiat dalam antisipasi serta penanganan banjir, Kamis (09/10). Rombongan Setwan dipimpin langsung oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Bali, I Ketut Nayaka didampingi Kabag Persidangan DPRD Bali I Gusti Agung Alit Wikrama dan Kabag Umum Kadek Putra Suantara, serta Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, dan Protokol Sekretariat DPRD  Agus Sumantika, dan Koordinator Forward Bali IGMB Dwikora Putra.

Sekwan DPRD Bali, I Ketut Nayaka mengatakan, pihaknya kaget dengan kondisi Bali khususnya Kota Denpasar yang beberapa waktu lalu mengalami banjir yang sangat parah. Padahal, selama dirinya tinggal di Denpasar selama bertahun-tahun tidak pernah terjadi banjir besar. “Saya selama puluhan tahun tinggal di Denpasar, tidak pernah ada banjir besar seperti kemarin itu. Baru kali ini merasakan banjir seperti itu,” ujarnya.

Pihaknya tak memungkiri jika banjir disebabkan berbagai hal. Mulai dari sampah, sungai yang mulai menyempit hingga alih fungsi lahan. Oleh karena itu, dengan adanya Studi Tiru ke Dinas SDA DKI Jakarta dirasa sangat pas guna belajar penanganan banjir. “Kami ingin belajar bagaimana Jakarta mengelola banjir agar Bali bisa lebih siap menangani banjir atau bencana lainnya,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Nugraha Riadi mengatakan, DKI Jakarta memang tidak akan lepas dari banjir. Meskipun sudah memiliki sistem yang canggih dan antisipasi, namun banjir kiriman masih menjadi ancaman. Oleh karena itu, perlu adanya mitigasi dan masteplan yang tepat. “Tidak ada gubernur yang bisa menjamin Jakarta bebas banjir. Tapi yang terpenting adalah mitigasi bagaimana menyelamatkan nyawa dan mengurangi dampak sosialnya,” kata pria yang akrab disapa Medi. 

Di Jakarta sendiri ada sekitar 13 sungai yang melintasi. Meskipun demikian, pihaknya telah menerapkan pendekatan Stormwater Management Nature-Based Solution (NBS) yang melibatkan pemerintah dan masyarakat secara aktif dari perencanaan hingga pemeliharaan.

Dalam penanganan banjir, Dinas SDA memaparkan ada tiga yakni pra, saat dan pascabanjir. Pra banjir melalui pengurasan saluran, pengerukan kali/sungai dan waduk, dan pemeliharaan atau servis pompa stasioner dan pompa mobile. Kemudian saat banjir dengan mengerahkan pasukan biru, melakukan operasional pompa pengendali banjir, penempatan pompa mobile, penempatan satgas di titik genangan, komando banjir dan penanggulangan limpasan. Sedangkan pascabanjir dengan mengoperasional pompa pengendali banjir, kerja sama dengan damkar untuk membantu masyarakat membersihkan lokasi banjir baik sampah maupun lumpur.

Menanggapi hal tersebut, Sekwan DPRD Bali mendorong agar Pemprov Bali juga memiliki masterplan yang sama seperti di DKI Jakarta. Bahkan, bila perlu memiliki Dinas yang fokus menangani persoalan air. Mengingat saat ini baru ada UPTD yang menangani air yang dibawah kewenangan Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPRKIM) Provinsi Bali. “Bali harus punya master plan pencegahan dan penanganan banjir,” katanya. (Arn)


Minggu, 26 Oktober 2025

Pandangan Fraksi DPRD Soal APBD 2026 dan Penyertaan Modal Pusat Kebudayaan



Laporan reporter: I Made Arnawa

DENPASAR, Bali Kini – Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan jawaban resmi atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Provinsi Bali dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Rabu (22/10). Jawaban ini menitikberatkan pada dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), yakni APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2026 dan Raperda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali. 

“Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap materi dan substansi pandangan umum seluruh Fraksi atas dua raperda ini,” ujar Gubernur Koster dalam sambutannya. 


Menanggapi sorotan fraksi terkait penurunan target Pendapatan Asli Daerah (PAD), Koster menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak mencerminkan pesimisme pemerintah daerah terhadap ekonomi Bali.

“Penurunan target PAD Tahun 2026… bukan disebabkan oleh sikap pesimistis Pemerintah Provinsi terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Bali, melainkan merupakan langkah rasional dan realistis atas tren realisasi, serta kebijakan akuntansi pendapatan yang lebih hati-hati,” jelasnya. 

Ia juga menyebutkan target pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah meningkat dari Rp193 miliar lebih pada induk 2025 menjadi Rp196 miliar lebih pada 2026. Sementara target Pungutan Wisatawan Asing (PWA) 2026 ditetapkan sebesar Rp500 miliar. 


Terkait belanja daerah, belanja pegawai dalam RAPBD 2026 dialokasikan lebih dari Rp2,5 triliun, tidak termasuk gaji PPPK paruh waktu. “Saya sependapat dan masih terus diupayakan untuk memperjuangkan pegawai honorer dan non-ASN yang masih tercecer agar dapat diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu,” kata Koster. 

Ia menambahkan bahwa Pemprov Bali akan menyesuaikan kembali postur RAPBD 2026 berdasarkan Permendagri Nomor 14 Tahun 2025, surat Dirjen Perimbangan Keuangan, serta surat bupati/wali kota terkait transfer dan belanja bantuan keuangan. 


Menanggapi raperda kedua, Gubernur menjelaskan bahwa landasan hukum dan rencana bisnis Perseroda Pusat Kebudayaan Bali telah siap. “Anggaran Dasar Perseroan sudah ditetapkan dengan akta notaris. Demikian juga rencana bisnis Perseroan sudah ditetapkan,” ujarnya. 

Namun, penyertaan modal belum dimasukkan dalam RAPBD 2026. “Karena sesuai ketentuan penganggaran dalam RAPBD baru bisa dilakukan setelah ditetapkan Peraturan Daerah penyertaan modal daerah,” tegasnya. 

Dana penyertaan modal akan digunakan untuk perubahan status lahan dari SHP menjadi HPL, pembangunan zona inti non-komersial, serta operasional perseroan. “Tujuan utama rencana penyertaan modal ini adalah meningkatkan valuasi aset,” kata Koster. 

Di akhir penyampaiannya, Koster memastikan seluruh masukan fraksi akan dikaji dan ditindaklanjuti dalam pembahasan berikutnya. “Hal-hal yang masih memerlukan pembahasan lebih detail akan kita bahas bersama… sehingga dua raperda dapat segera disetujui dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,” pungkasnya.  (Ami)

DPRD Bali Gelar Rapat Paripurna ke-8, Bahas Jawaban Gubernur Soal APBD 2026 dan Penyertaan Modal Pusat Kebudayaan



Denpasar, Bali Kini — DPRD Provinsi Bali resmi mengundang Gubernur, Wakil Gubernur, anggota DPRD, serta jajaran Pemerintah Provinsi Bali untuk menghadiri Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026. Rapat dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 22 Oktober 2025 pukul 10.00 Wita di Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali. 

Agenda utama rapat adalah Jawaban Gubernur atas Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), yaitu: 1. Raperda APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2026, dan 2. Raperda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali. 


Ketua DPRD Provinsi Bali Dewa Made Mahayadnya, S.H. tercantum sebagai penandatangan undangan resmi tersebut. Peserta rapat diminta hadir dengan mengenakan pakaian PSH (Endek). 

Sebagai bentuk komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, peserta rapat juga diimbau untuk membawa tumbler sendiri, sesuai implementasi Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. 

Undangan ini ditujukan kepada berbagai pihak penting, mulai dari Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, pimpinan dan anggota DPRD, Sekretaris Daerah, jajaran staf ahli gubernur, hingga seluruh kepala perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali. (Arn)

Rabu, 22 Oktober 2025

Fraksi Demokrat–NasDem Soroti Penurunan Target PAD Bali 2026 dan Usul Saham PKB untuk Kabupaten/Kota


Laporan Reporter : Ami 

DENPASAR , Bali Kini – Fraksi Demokrat–NasDem DPRD Provinsi Bali menyoroti penurunan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Rancangan APBD Semesta Berencana Bali Tahun Anggaran 2026. Pandangan umum fraksi yang dibacakan I Komang Wirawan dalam Rapat Paripurna DPRD Bali, Rabu (15/10), menyebut target PAD 2026 justru menurun dari tahun sebelumnya, dari Rp4,2 triliun menjadi sekitar Rp3,9 triliun.

Fraksi menilai penurunan itu menunjukkan pesimisme pemerintah provinsi dalam merancang pendapatan daerah. “Kami pertanyakan kenapa target PAD 2026 justru turun dari tahun 2025, seolah Gubernur pesimis,” ujar Wirawan saat membacakan pandangan fraksi.

Selain itu, Fraksi Demokrat–NasDem juga meminta penjelasan terkait adanya perkiraan SILPA tahun 2025 sebesar Rp1 triliun lebih serta pinjaman daerah yang direncanakan sebesar Rp530 miliar, namun tidak jadi ditarik. “Ini berarti ada surplus sekitar 22,72% dari APBD Perubahan 2025. Kami minta penjelasan dari mana sumber pendapatan itu dan bagaimana hitungannya,” tegasnya.

Terkait Raperda Penyertaan Modal Daerah pada Perseroda Pusat Kebudayaan Bali (PKB), fraksi menyatakan memahami tujuan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan PAD dari pajak kendaraan. Namun, mereka menyarankan agar saham Perseroda PKB juga ditawarkan ke seluruh kabupaten/kota se-Bali, seperti halnya kepemilikan saham di Bank BPD Bali, demi pemerataan manfaat dan pengawasan.

Dalam pandangan umumnya, Fraksi Demokrat–NasDem juga mengajukan sejumlah catatan tambahan, antara lain:

Mendesak agar pemerintah pusat tidak memotong dana transfer ke Bali, bahkan jika memungkinkan menambahnya.

Mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset oleh DPR RI.

Menekankan perlunya solusi untuk kemacetan di Bali Selatan, termasuk alternatif transportasi laut dari Benoa–Sanur–Serangan ke Banyuwangi.

Meminta perhatian lebih terhadap keamanan lalu lintas, pembangunan jembatan penyeberangan, penerangan jalan, serta patroli 24 jam di titik rawan kecelakaan.

Menyuarakan percepatan pembangunan Tol Gilimanuk–Denpasar dan Bandara Bali Utara.


Fraksi juga menyoroti efektivitas operasional Trans Metro Dewata yang dinilai minim peminat. Mereka menyarankan agar bus tersebut dialihkan untuk antar-jemput siswa atau digunakan bagi pelayanan publik seperti pengangkutan sampah dan patroli pemadam kebakaran.

Terakhir, fraksi meminta agar hasil pajak kendaraan bermotor (PKB dan BBNKB) sepenuhnya difokuskan untuk perbaikan infrastruktur jalan, sehingga masyarakat merasakan langsung manfaat kontribusi pajak mereka.

Pandangan umum itu ditutup dengan pernyataan dukungan fraksi agar kedua Raperda — RAPBD 2026 dan Penyertaan Modal PKB — dibahas lebih lanjut bersama pemerintah provinsi.

Fraksi Golkar Nilai RAPBD Bali 2026 Pesimistis, Pertanyakan Investasi Pusat Kebudayaan Bali Rp1,4 Triliun Q1


Laporan Reporter :Arnawa

DENPASAR, Bali Kini - 15 Oktober 2025 — Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Bali menilai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Semesta Berencana Tahun Anggaran 2026 menunjukkan sikap pesimistis pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Bali. Selain itu, Golkar juga mempertanyakan kejelasan rencana investasi Rp1,4 triliun untuk Perseroda Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Klungkung.

Pandangan umum tersebut disampaikan oleh Ni Putu Yuli Artini, S.E., dalam Rapat Paripurna ke-7 DPRD Bali Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026, Rabu (15/10).

APBD Turun, PAD Dipertanyakan

Fraksi Golkar mencatat adanya penurunan nilai RAPBD 2026 menjadi Rp3,9 triliun, turun sekitar Rp300 miliar dibanding APBD Perubahan 2025 sebesar Rp4,2 triliun. Penurunan ini dinilai bertentangan dengan optimisme pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Golkar juga menyoroti penurunan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dari Rp253 miliar pada 2025 menjadi Rp196 miliar pada 2026. Penurunan tersebut dinilai mencerminkan lemahnya kinerja perusahaan daerah seperti PT BPD Bali, PT Jamkrida Bali Mandara, dan RS Puri Raharja dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

Selain itu, proyeksi pendapatan dari Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang hanya Rp375 miliar juga disorot. Padahal, dengan asumsi 5–6 juta wisatawan asing per tahun dan pungutan Rp150 ribu per orang, potensi riil bisa mencapai Rp750–900 miliar. Golkar mempertanyakan alasan target tersebut justru diturunkan.

Soroti Pembiayaan dan Reformasi Birokrasi

Fraksi Golkar juga meminta kejelasan terkait belanja pegawai Rp2,5 triliun, apakah sudah termasuk gaji 4.119 PPPK paruh waktu. Mereka mendesak agar pegawai honorer yang masih tercecer segera diangkat.

Selain itu, Golkar menilai anggaran belanja tidak terduga sebesar Rp50 miliar sebaiknya tidak dikurangi agar Pemprov Bali bisa bertindak cepat bila terjadi bencana.
Terkait defisit Rp759 miliar dan pinjaman daerah Rp243 miliar, Golkar juga meragukan realisasi SiLPA 2025 sebesar Rp1 triliun yang dijadikan sumber pembiayaan utama RAPBD 2026.

Investasi Rp1,4 Triliun Dinilai Kurang Transparan

Fraksi Golkar mempertanyakan transparansi rencana penyertaan modal daerah untuk Perseroda Pusat Kebudayaan Bali (PKB) sebesar Rp1,4 triliun yang direncanakan pada 2026–2028.

Meski analisis investasi menunjukkan hasil yang positif, seperti Internal Rate of Return (IRR) 48,21% dan Benefit Cost Ratio (BCR) 2,4 kali, Golkar menilai hasil tersebut tidak didukung data asumsi pendapatan yang jelas.

 “Proyeksi pendapatan, penggunaan modal, hingga sumber keuntungan tidak dijelaskan secara rinci. Tanpa data yang kuat, hasil analisis tersebut sulit diyakini,” tegas Fraksi Golkar dalam pandangannya.

Fraksi juga meminta penjelasan soal dampak ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan terhadap masyarakat Klungkung dan sekitarnya, serta mengingatkan agar kebijakan ini dijalankan dengan prinsip kehati-hatian agar tidak menimbulkan masalah hukum di masa depan.

Catatan Tambahan: Banjir, OSS, dan Infrastruktur

Selain membahas dua raperda utama, Golkar juga memberikan sejumlah catatan penting:

Banjir di Bali menunjukkan lemahnya pengawasan pembangunan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemprov diminta menegakkan Perda dan Pergub terkait pengelolaan DAS.

Sistem perizinan OSS (Online Single Submission) dinilai tidak sejalan dengan semangat otonomi daerah dan perlu disesuaikan agar tak menimbulkan pelanggaran tata ruang.

Golkar menyesalkan gangguan listrik di Bandara Ngurah Rai pada 10 Oktober lalu karena berdampak pada aktivitas penerbangan.

Mengapresiasi penataan kawasan Pura Ulundanu Batur dan proyek shortcut Rp28 miliar, Golkar mengingatkan agar Jalan Santi diperkuat agar bisa dilalui kendaraan besar saat upacara besar keagamaan.

Dukung Pembahasan Lanjutan

Di akhir pandangannya, Fraksi Golkar menyatakan setuju agar kedua raperda — RAPBD 2026 dan Penyertaan Modal Perseroda PKB — dibahas lebih lanjut, dengan harapan pemerintah memberikan data yang lebih transparan dan realistis.

Fraksi PDI Perjuangan Dukung Raperda APBD 2026 dan Penyertaan Modal untuk Pusat Kebudayaan Bali


Laporan Reporter : Arnawa

Denpasar , Bali Kini  — 15 Oktober 2025 Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Bali menyampaikan pandangan umumnya terhadap dua rancangan peraturan daerah, yakni Raperda tentang APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2026 dan Raperda tentang Penyertaan Modal Daerah pada Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali, dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangan I tahun sidang 2025–2026, Rabu (15/10). Pandangan umum ini dibacakan oleh Ni Made Sumiati, SH.

Dalam penyampaiannya, Fraksi PDI Perjuangan mengapresiasi langkah Gubernur Bali yang telah menyusun Raperda APBD 2026 secara realistis, rasional, dan berlandaskan prinsip good financial governance. Anggaran 2026 direncanakan mencapai Rp 5,3 triliun lebih, terdiri atas Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 3,9 triliun lebih dan Pendapatan Transfer sebesar Rp 1,4 triliun lebih.

Fraksi menilai rancangan anggaran tersebut sudah mencerminkan asas kebutuhan nyata dan kemampuan keuangan daerah. Namun, mereka menekankan pentingnya agar setiap program tetap menjamin efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan, serta memperhatikan prinsip Trisakti Bung Karno: berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Fraksi juga menyoroti pentingnya sinergi antara Pemerintah Provinsi dengan kabupaten/kota di Bali agar pembangunan berjalan merata dan berkeadilan. Selama ini, koordinasi antardaerah dinilai masih terlalu formal dan administratif, belum substantif untuk mewujudkan kemaslahatan rakyat Bali.

Terkait Raperda Penyertaan Modal Daerah pada Perseroan Daerah Pusat Kebudayaan Bali, Fraksi PDI Perjuangan menyatakan dukungan penuh terhadap penguatan lembaga tersebut. Menurut mereka, tambahan modal bukan semata langkah finansial, melainkan instrumen untuk memperkuat ekonomi berbasis budaya dan memperluas lapangan kerja, sekaligus menjaga identitas Bali.

Namun, Fraksi juga mengingatkan pemerintah agar lebih terbuka dalam memberikan penjelasan kepada publik. Pihaknya menilai polemik seputar proyek Pusat Kebudayaan Bali muncul karena kurangnya sosialisasi dan informasi yang jelas kepada masyarakat.

“Setiap kebijakan besar yang menyangkut aset budaya dan ekonomi masyarakat Bali harus dibangun atas semangat tanggung jawab kolektif, demi kemajuan bersama dan kelestarian budaya Bali yang adi luhung,” tegas Fraksi PDI Perjuangan dalam penutup pandangannya.

Rapat paripurna tersebut ditutup dengan seruan Fraksi PDI Perjuangan untuk menjaga komitmen, disiplin, dan tanggung jawab dalam mewujudkan Bali yang Ajeg, Adil, dan Sejahtera.
© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved