-->

Jumat, 13 Januari 2017

Mengunjungi Istana Raja Matahari di Bawah Laut Nusa Penida

Mengunjungi Istana Raja Matahari di Bawah Laut Nusa Penida

Balikini.Net - Dalam kurun waktu 5 – 10 tahun terakhir kawasan Kepulauan Nusa Penida Kabupaten Klungkung  menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke Bali. Kepulauan yang terdiri dari tiga pulau yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan menjadi daya tarik bagi wisatawan bukan semata-mata karena memiliki 1.419 hektar terumbu karang. Salah satu alasan kedatangan para wisatawan terutama para penyelam dan peneliti internasional mengunjungi Kepulauan Nusa penida adalah untuk bertemu raja matahari kawasan laut Nusa Penida. Raja matahari yang dimaksud adalah ikan Mola-mola (sunfish). Bagi masyarakat Nusa Penida ikan Mola -mola tersebut lebih dikenal dengan nama “be bodag”.

Sebutan ikan matahari diberikan karena Mola-mola sering ditemukan muncul kepermukaan laut untuk berjemur memulihkan suhu tubuhnya, karena terlalu lama berada di perairan laut dalam. Selain itu, bentuk tubuhnya yang bulat juga identik dengan bulatnya sinar matahari. Pada musim tertentu ikan Mola-mola naik ke perairan dangkal untuk membersihkan dirinya dari parasit dengan bantuan ikan bendera (banner fish) dan ikan bidadari (angle fish).

Ikan Mola-mola ini memiliki ukuran 2 meter dan muncul di perairan Nusa Penida sekitar bulan Juli-September. Maka pada bulan-bulan tersebut para penyelam dari seluruh dunia datang ke Nusa Penida untuk melihat ikan Mola mola. Terdapat beberapa lokasi di perairan Nusa Penida yang menjadi lokasi penyelaman seperti Crystal Bay (Banjar Penida), Blue Corner (Jungut Batu), Ceningan Wall (Ceningan), Sental (Ped) dan Batu Abah (Pejukutan).

Bagi Masyarakat Nusa Penida keberadaan ikan Mola-mola merupakan suatu keberuntungan. Ikan Mola-mola juga sering disebut sebagai ikan pembawa keberuntungan oleh masyarakat Nusa Penida karena telah menyebabkan wisatawan ramai berkunjung dan memberi dampak ekonomi bagi warga Nusa Penida. “wisatawan rela datang dan membayar lebih dengan menyiapkan uang tips bagi pemandunya agar bias melihat langsung ikan Mola-mola. Wisatawan juga berulang-ulang dating untuk menguji keberuntungan” kata Anggota Lembaga Permusyawaratan Desa Nusa Penida Nyoman Karyawan saat ditemui di Nusa Penida (12/1).

Karyawan menuturkan dari cerita para peneliti dan penyelam yang datang ke Nusa Penida, sebenarnya Mola-mola terdapat di seluruh perairan di dunia. Namun kemunculannya ke permukaan tidak dapat diprediksi. Berbeda dengan di Nusa Penida hampir 80 persen kemunculannya dapat diprediksi.”Pada musim kemunculan Mola-mola tingkat hunian kamar villa dan bungalow di Nusa Penida full, akan sangat sulit mencari kamar untuk menginap” ujar Nyoman Karyawan yang juga sekaligus pemilik Kulkul Bungalow.

Menurut Karyawan, potensi wisata bawah laut di Nusa Penida sebenarnya sangat besar tetap belum tergarap secara maksimal. Buktinya dari jumlah wisatawan yang datang ke Nusa Penida hampir 80 persen datang untuk menyelam, melihat Mola-mola dan ikan Pari Manta Hanya sekitar 20 persen wisatawan yang datang untuk menikmati alam daratan dan kebudayaan masyarakat. “kalau di musim Mola-mola di bawah laut itu seperti pasar, penuh dengan manusia, terutama di spot-spot kemunculan Mola-mola dan Pari Manta. Klau di permukaan laut itu yang kelihatan hanya kapal-kapal kosong” papar Karyawan.

 
Karyawan menambahkan yang masih menjadi permasalahan dalam pengembangan pariwisata Nusa Penida yaitu belum maksimalnya pengembangan SDM lokal. Salah satu contohnya sebagian besar dive master yang beroperasi berasal dari luar Nusa Penida. Sehingga sangat diharapkan adanya pelatihan baik dari pemerintah atau lembaga yang berkompeten sehingga SDM lokal yang ada dapat lebih di maksimalkan.

Berdasarkan pemantauan Coral Triangle Center (CTC), kemunculan mola-mola di di perairan Nusa Penida selama 2016 menurun dibandingkan tahun 2015. Selama 2016 hanya di jumpai 1-2 ikan mola yang muncul ke permukaan di beberapa lokasi di Nusa Penida. Padahal sebelumnya secara rata-rata per-tahun jumlah kemunculan ikan laut dalam tersebut di setiap lokasi cleaning station antara 2 - 4 ekor per kemunculan dalam kurun waktu bulan Juni – Oktober. Salah satu penyebab penurunan jumlah kemunculan jenis Mola ramsay ini adalah adanya kenaikan suhu perairan yang mencapai 25 0C. “tahun lalu suhu rata-rata 20-21 derajat, bahkan sampai 18 derajat. Ketika suhu perairan mencapai 23 derajat, kami ketemu Mola mola 2 ekor di Crystal Bay, dua minggu sebelumnya, tim CTC menjumpai mola mola di Gamat Bay 1 ekor” kata Learning Site Manager CTC, Marthen Welly.

Menurut Marthen, jika Mola rata-rata muncul setiap 2-3 hari sekali, maka per lokasi setiap bulannya memiliki kemunculan rata-rata 20 - 40 ekor, dengan asumsi Mola yang muncul bukan individu yang sama. Saat ini CTC bekerjasama dengan Murdoch University Australia sedang melakukan penelitian dengan memasang satelite tagging pada Mola mola untuk mengetahui pola pergerakan dan jalur migrasinya. Studi lain yang kini juga perlu dilakukan adalah studi mengenai daya dukung lingkungan ( carrying capacity study) masing-masing lokasi penyelaman mola. Mengingat  pada musim Mola sekitar 600-800 orang menyelam per hari di Nusa Penida. “jumlah diver yang menyelam dengan dive operator dari Sanur, Padang Bay, Serangan dan Tanjung Benoa ke Nusa Penida juga meningkat,  jika kita coba cari kamar hotel akan sangat susah sekali, semua kamar full dan kita mesti booking jauh-jauh hari” ujar Marthen.

 
Hasil survey CTC tahun 2011 menunjukkan wisatawan yang datang ke Nusa Penida lebih banyak melakukan fun-dive di Crystal Bay dan Manta Point daripada ke dive site lain. Wisatawan juga melakukan dive-course selain fun-dive. Tarif menyelam di Nusa Penida dengan menggunakan guide berkisar antara Rp. 437.500 hingga Rp. 700.000 untuk satu kali penyelaman. Tiap dive operator menerima jumlah wisatawan pada saat high season sangat beragam mulai dari 50 orang per bulannya hingga 1200 orang. Pada saat low season jumlah wisatawan yang datang menurun, tiap dive operator menerima jumlah tamu yang sangat beragam mulai dari 15 orang per bulannya hingga 450 orang.  Dimana total jumlah wisatawan selam yang datang pada saat high season adalah 2700 orang tiap bulannya.

Marthen berharap adanya pengaturan dan penindakan yang tegas dari pemerintah terhadap para penyelam yang tidak mematuhi aturan main (code of conduct) termasuk dive operatornya. Sebelumnya CTC bersama dengan para dive operator di Nusa Penida dan Lembongan serta bekerjasama dengan GAHAWISRI Bali, telah membuat aturan main (code of conduct) tentang penyelaman dan pengamatan Mola mola serta Pari Manta di Nusa Penida.  Code of conduct ini diantaranya mengatur seorang penyelam tidak boleh menyentuh atau memegang ikan Mola mola atau Pari manta. Code of conduct juga memberi batasan bahwa jarak terdekat untuk melihat Ikan Mola mola dan Pati manta adalah 3 meter.  Para penyelam tidak diperkenankan menyelam di bawah ikan Mola mola karena gelembung udara penyelam akan menganggu ikan Mola mola.

Dalam panduan code of conduct juga tidak diijinkan mendekati ikan Mola mola dari arah belakang, karena akan menyebabkan ikan Mola mola merasa terganggu.  Jika ingin mendekati ikan Mola mola, harus tunggu sampai ikan Mola mola berada pada posisi “cleaning” atau siap dibersihkan.  Penggunaan flash/blitz kamera bawah air secara berlebihan juga perlu dihindari oleh para penyelam saat mengambil gambar ikan Mola mola atau Pari manta.  Aturan lainnya adalah jangan menghalangi (blocking) jalan ikan Mola mola atau Pari Manta ke laut lepas.  Terakhir tidak diperkenankan memberi makanan dalam bentuk apapun kepada ikan Mola-mola atau Pari manta yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku dari ikan tersebut.

Kepala Bidang Pengawasan Kelautan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Bali, Made Sudarsana mengatakan untuk melakukan pengawasan menyeluruh memerlukan jumlah personil yang memadai. Sedangkan saat ini masih mengalami kekurangan orang untuk melakukan pengawasan. Pada sisi lain untuk melakukan penindakan atau penjatuhan sanksi memerlukan bukti-bukti yang cukup memadai. “untuk mengambil sebuah keputusan perlu pengumpulan bukti-bukti, dan akan lebih baik lagi jika mampu melakukan tangkap tangan” tegas Sudarsana.

Sudarsana mengakui pihaknya terus melakukan pendekatan dengan dive operator agar tetap mematuhi code of conduct. Selain itu koordinasi dengan Gahawisri terus diintensifkan, karena jika terjadi kerusakan yang mengalami kerugian juga para pelaku wisata bahari. Pada sisi lain pengawasan dilapangan saat ini juga lebih banyak dibantu oleh masyarakat yang tergabung dalam kelompok pengawas masyarakat, salah satunya adalah Pecalang Segara (Personil pengamanan adat wilayah laut).

Perairan Nusa Penida memiliki berbagai jenis ikan baik ikan karang, ikan dasar dan ikan pelagic. Berdasarkan hasil kajian Ekologi Laut secara cepat- Rapid EcologyAssesment (REA) pada tahun 2008 oleh Gerry Allen dan Mark Erdmann ditemukan 576 jenis ikan diperairan Nusa Penida. Hasil survey Coral Triangle Center (CTC) di Nusa Penida dijumpai sekitar 300 jenis karang.  Selain terumbu karang, Nusa Penida juga memiliki ekosistem pesisir penting lainnya yaitu hutan bakau seluas 230 hektar dan padang lamun 108 hektar. (Muliarta)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved