-->

Rabu, 11 September 2019

Pelecehan Tempat Suci Menjadi Tofik Pesamuhan Madya PHDI

Pelecehan Tempat Suci Menjadi Tofik Pesamuhan Madya PHDI

Denpasar ,BaliKini.Net - Di Gedung Lantai III Kantor PHDI Provinsi Bali, Jalan Ratna, Kelurahan Tonja, Kodya Denpasar, Provinsi Bali, Selasa (10/9) telah berlangsung kegiatan Pesamuhan Madya IV Parisada Hindu Dharma (PHDI) Provinsi Bali.

Adapun maksud dan tujuan dari Pesamuhan Madya adalah menampung segenap aspirasi sesuai dengan permasalahan-permasalahan oleh Umat Hindu dalam segala bidang baik dari aspek Agama, Adat, Budaya, Ekonomi, Sosial, Pendidikan dan Pariwisata. 

Dalam laporannya, Ketua Panitia, I Made Arka pada intinya menyampaikan bahwa Pesamuhan Madya IV Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali tahun ini semoga dapat berjalan dengan baik dan apapun keputusan ini bisa diterima dan dapat berjalan dengan baik. 

Berikut sambutan Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana  menyampaikan terkait adanya permasalahan oleh Umat Hindu untuk menyamakan pandangan dan tafsir sulinggih terhadap pustaka lontar yang ada sebagai acuan pelaksanaan tentang permasalahan ini. "Ada beberapa permasalahan oleh Umat Hindu diantaranya Hukum waris Hindu, pelecehan tempat suci pura dan perayaan nyepi tahun 2020, kami harapkan dalam kesempatan ini untuk membahas untuk bisa mengambil keputusan sesuai kesepatan kita bersama", jelasnya.

Sementara itu, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dalam sambutanya menyampaikan agama yang bagus merupakan agama yang kuat dengan budaya khususnya Bali maka kita harus membangun sumber budaya Hindu yang kuat dan daya pikir yang baik. "Bali menjadikan contoh oleh negara-negara luar seperti toleransi yang tinggi budaya dan lain sebagainya, seni budaya Bali harus tetap kita kuatkan dan dilestarikan seperti tari tarian Bali. Untuk itu, mari kita satukan Jiwa tidak saling sikut antar orang Bali, lakukan yang terbaik dan menjadi contoh tauladan etika moral, kami mengajak seluruh komponen Hindu agar duduk bersama mencari solusi / permasalahan Umat Hindu serta menghasilkan kesepakatan dengan baik, guna menyelamatkan keharmonisan antara pemimpin dan umatnya, komunikasi yang intens harus selalui dijalin. Pemimpin harus membuktikan keadilan dengan tetap mengutamakan agama Hindu, yaitu tattwa, susila dan upakara. harus mampu menjadi pemimpin rohani dan pemimpin rakyat, sehingga Bali tetap ajeg", tegasnya.

Selanjutnya, sambutan sekaligus pembukaan Pesamuan Madya ke IV PHDI Bali oleh Gubernur Bali diwakili Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menyampaikan bahwa dalam kegiatan Pesamuan Madya ke IV PHDI Bali Tahun ini agar dapat mewujudkan suasana kejiwaan yang damai. "Bali merupakan ekologi pulau kecil terbatas dalam sumber daya alam saat ini sedang mengalami perubahan akibat revolusi industri yang berdampak pada paradigma generasi milenial dan pasca melinial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Diharapkan akan memberi dampak dan harapan masa depan yang lebih baik dengan peningkatan kwalitas hidup yg lebih baik, dampak akibat dari revolusi ini membawa keprihatinan seperti mudahnya memyebarkan berita Hoax, sikap intoleransi, kekerasan, penyalahgunaan medsos serta berbagai persoalan lainnya yang berdampak pula terhadap tatanan kehidupan masyarakat Bali baik yang berkaitan dengan lingkungan kesehatan, ekonomi,  sosial, politik, pendidikan termasuk masalah budaya dan spritualitas hidup beragama. Melalui kegiatan Pesamuhan Madya ke IV PHDI Prov. Bali tahun ini diharapkan selain membahas dan mengevaluasi program program kerja PHDI Bali agar dipikirkan juga cara atau metode untuk memberikan pembinaan dan pelayanan terhadap umat dalam upaya membentengi diri dari dampak negative revolusi industri dengan membentuk karakter dalam kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap menegakkan nilai nilai budaya, dharma, spiritual sekaligus nilai estetika dalam mewujudkan harkat dan jatidiri sebagai seorang Manusia Hindu yang berbudaya dan beragama. Tatanan kehidupan holistik yang meliputi 3 dimemsi utama, pertama bisa menjaga memelihara keseimbangan alam, krama / manusia dan kebudayaan Bali, kedua bisa memenuhi kebutuhan, harapan dan aspirasi akrama Bali dakam berbagai aspek kehidupan, dan ketiga nemiliki kesiapan yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam seputaran lokal nasional dan global. Acara Pesamuhan Madya ke IV PHDI Prov. Bali tahun ini dibuka secara resmi ditandai pemukulan Gong.

Adapun pembahasan dalam Pesahuman Madya IV PHDI Provinsi Bali diantaranya membahas tentang Pelecehan Tempat Suci (Pura), Perayaan Nyepi Tahun 2020 dan Hukum Waris Hindu.

Menurut beberapa Narasumber diantaranya Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Ida Penglisir Agung Putra Sukahet bahwa terkait tentang Pelecehan Tempat suci dalam paparannya meliputi, pertama Ajeg Bali adalah tatanan umum idola yang mengandung unsur kerukukan, harmoni, Kesatuan, kedamian dan kemakmuran, dimana agama Hindu Bali, adat Bali dan budaya Bali yang dirumuskan kedalam Sad Kerthi Loka Baki harus selalu menjadi pedoman pembangunan di Bali. Menjaga kesucian Bali terutama kesucian tempat suci Pura adalah suatu kewajiban kita semua untuk mequjudkan dan menjaga Bali agar tetap ajeg. Kedua, terkait Pelecehan Tempat Suci (Pura) menurutnya adalah perkataan, tindakan atau prilaku baik tidak disengaja apalagi disengaja yang merendahkan arti dan makna Pura sehingga berakibat pada tercemarnya kesucian pura itu, atau yang disebut leteh. Pelecehan terhadap Tempat Suci (Pura) dapat dikatagorikan mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Dicontohkannya, yang ringan misalnya menjadikan tempat suci pura (Utama Mandalanya) sebagai obyek wisata, tidak berpakaian yang sopan, atau yang semestinya. Membawa binatang peliharaan ke dalam Pura. Sementara yang sedang misalnya berludah, berkata kata yang tidak sopan di Pura, menaruh pakaian bekas dipakai di Utama Mandala Pura. Sedangkan yang berat misalnya adalah adalah kencing, buang air, sengaja meneteskan darah di Pura, terutama di Utama Mandala. Duduk atau naik di Pelinggih tidak dengan tujuan untuk mengerjakan sesuatu yang berrkaitan dengan kepentingan Pelinggih tersebut. Menurutnya, empat hal yang paling berat, misalnya adalah sengaja kencing, buang air, mencecerkan darah di Pelinggih, membawa mayat atau bagian bagian dari mayat ke Pura, terutama ke Utama Mandala.

Dalam Pesamuan, disepakati pencegahan dan penanggulangan terkait pelecehan Tempat Suci (Pura) yang menyebabkan tercemar atau  leteh nya kesucian Pura, tentunya harus tidak boleh terjadi Iagi, sehingga patut dicegah dan ditanggulangi. Karena kalau terjadi pelecehan Tempat Suci Pura, pasti harus dilakukan upacara yang bertujuan mengembalikan kesucian Pura tersebut. Upacara nya pun akan bervareasi besar kecilnya, tergantung dengan tingkat pencemaran yang diakibatkan, dan biayanya juga bervareasi, bahkan bisa besar. "Pelecehan dan penanggulangan Tempat Suci Pura bisa dilakukan pertama dengan memperluas dan perbanyak sosialisasi. Kedua mengawasi dan menjaga Pura dengan sebaik baiknya. Ketiga, bagi para pelakunya patut diberikan sanksi atau hukuman, baik secara hukum positif maupun secara hukum adat (sebaiknya dituangkan didalam awig-awig ataupun perarem). Hal ini sangat diperlukan supaya ada efek takut dan effek jera bagi siapa saja untuk melakukan pelecehan terhadap Tempat Suci (Pura). Aspek Hukum Pidana Pelecegan Tempat Suci (Pura) dapat dikatagorikan ke dalam Penistaan Agama. Tetapi karena delik ini adalah delik aduan maka harus ada tindakan aduan resmi kepada pihak kepolisian. Maka disarankan Penistaan Agama mestinya tidak dikatagorikan kedalam delik aduan, melainkan sebagai delik aktif atau positif.

Selanjutnya, terkait Hukum Waris adalah peninggalan orang tua yang berkaitan dengan kewajiban diantaranya kewajiban di beragama, bersosialisasi masyarakat, sehingga siapa yang berhak yang mendapatkan warisan tersebut, disepakati yang berhak adalah pertisantana atau keturunannya. (Suar/r5)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved