-->

Senin, 15 Oktober 2018

IHDN Denpasar Sajikan Kesenian Bernuansa Renungan

Denpasar,balikini.net - “Cerita ini kami suguhkan sebagai unsur mulat sarira atau introspesksi diri,” ungkap I Gede Tilem Pastika sebagai sutradara garapan Komunitas Seni Institut Hindu Dharma Negeri dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya (14/10)

Cerita yang disebut-sebut I Gede Tilem Pastika yakni kisah yang sudah tidak asing lagi yakni Lubdaka. Cerita tentang Lubdaka memang erat kaitannya dengan hari raya Siwaratri yang mengisahkan pentaubatan dari Lubdakan yang notabene adalah seorang pemburu. “Kami ingin menyajikan sebuah garapan yang tidak melupakan jati diri kami sebagai kampus yang mempelajari ilmu agama tanpa melupakan unsur seni,” terang Tilem. Tilem yang nyatanya berprofesi sebagai dosen di IHDN Denpasar pun berujar bahwa malam perenungan dosa yang dilakukan Lubdaka bukanlah sebuah kisah yang lama-kelamaan hanya menjadi pengantar dongeng atau sebatas untuk menyadarkan saat momen Siwaratri saja. “Cerita ini sebagai sarana introspeksi diri dan mengingat bahwa siapa kita sebenarnya dan bagaimana kita harus berucap, berpikir, dan berperilaku,” jelas Tilem. Garapan ini pun mengikutsertakan berbagai UKM (Unik Kegiatan Mahasiswa) di IHDN Denpasar, diantaranya UKM tari, tabuh, pesantian, yoga, dan drama.
Tampil di Hari Minggu, 14 Oktober 2018 di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar membuat penonton yang hadir berdecak kagum. Sebab, tak sedikit pesan yang terdapat dalam garapan ini. Dimulai dari penuturan Dewa Siwa yang mengungkapkan bahwa manusia yang berbuat tidak baik seperti mabuk, zina, dan lainnya akan mendapatkan tempat yamg tidak baik pula. Dalam hal ini Satyam, Shivam, dan Sundaram pun nampak dengan jelas dalam garapan ini. Garapan yang dimulai pada pukul 19.30 wita ini pun terasa sangat kaya akan tuntunan sekaligus hiburan. “Kami selalu tampil di Nawanatya, dan kami memang sadar bahwa ini adalah media berkreasi yang dapat digunakan secara liar namun tanpa melupakan akar tradisi,” tutur Tilem. Tilem pun menambahkan bahwa berkreasi dengan liar yang dimaksud adalah berkreasi dengan sebebas-bebasnya dengan tetap memegang pakem kesenian tradisi dan tuntunan kebaikan.

Menurut salah satu pemain dalam garapan ini yaitu Gusti Made Dharma Putra yang berperan sebagai Sang Suratma bahwa dirinya mengungkapkan cukup sulit memerankan tokoh yang berkaitan dengan dunia keagamaan. “Sang Suratma dikenal sebagai tokoh yang cerdas namun kocak jadi agak sulit dan merasa cukup tertantang,” terang Dharma. Sang Suratma yang tak lain adalah salah satu asisten Dewa Yamadipati di Yama Loka yakni dunia antara surga atau neraka, dimana Sang Suratma berperan mencatat dosa dan amal perbuatan manusia semasa hidup. Dharma yang merupakan alumni IHDN Denpasar merasa bangga dapat terlibat dalam garapan yang berdasar pada kisah Lubdaka ini. “Sebagai alumni saya senang bisa terlibat dan semoga Nawanatya ini bisa menjadi barometer berkreativitas mahasiswa dan seniman muda di Bali,” jelas Dharma menutup pembicaraan.[mul/r5]


Kamis, 04 Oktober 2018

Memuliakan Orang Tua Ala Pemkab Badung


Oleh : I K. Satria

Bali Kini - Pernahkah kita melihat orang tua kita duduk tertegun saat menunggu kedatangan kita pulang, lalu dia lemparkan senyuman yang membuat kita juga sangat bahagia ketika kita menjumpainya. Alangkah bahagianya mereka yang sudah tua, tak berdaya untuk melakukan aktivitas seperti sebelumnya kemudian kita berikan perhatian layaknya mereka tak sedang dalam kondisi ketidakberdayaan. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran hindu yang mana mereka yang dituakan patut untuk dimuliakan. Pemuliaan bukan hanya dengan cara memberikan segala harta benda, namun dengan memberikan perhatian, senyuman, pendampingan juga adalah pengharapan yang besar bagi mereka yang ada diusia tua.

Bagaimana tidak, jika seorang yang sudah tidak mampu melakukan gerakan, pendengaran, berbicara dan mencicipi makanan seperti saat mereka tua tidak memerlukan pendampingan dan perhatian? Ketika kita ada dalam kondisi sakit, maka tangan kita lemah untuk mengambil sesuatu, kaki akan lemah untuk melangkah bahkan suara kita menjadi terhalang untuk memanggil dan meminta sesuatu, maka saat itulah kita perlu bantuan mereka-mereka zyang ada dilingkungan kita. Inilah yang sesungguhnya terjadi pada generasi tua yang sebenarnya. Mereka sangat memahami bahwa pernah mengajari kita mengetahui segalanya yang ia bisa lakukan kepada kita saat kita ztak tahu apa, sehingga sekarang ketika kita sudah dewasa, sudah sepatutnya kita bangkit membahagiakan mereka. Sebab dalam Sarasamuscaya dikatakan kita tidak pernah bisa membalas jasa orang tua walaupun lamanya seratrus tahu. Itupun kalau usia kita bisa mencapai angka itu. Hal inilah yang menjadi landasan pikir kita agar selalu menjaga, menghormati dan menghargai jasa orang tua yang telah amat tulus kepada kita.
Pemerintah dalam konsep catur guru disebut dengan guru wisesa, beliaulah yang memiliki kewenangan untuk mengatur, menertibkan serta berupaya untuk membuat baik kebermasyarakatan manusia. Pengaturan dimaksudkan bahwa manusia adalah mahluk yang perlu diatur agar menjadi tertata, ketertiban perlu dilakukan agar tak melanggar etik dan sebagainya. Peranan pemerintah sangat strategis untuk pembangunan manusia, karena tanpa pemerintah dan segala fungsinya, mustahil mampu membuat manusia hidup tertib seperti semestinya. Dalam konteks perhatian kepada masyarakatnya, maka pemerintah memliki peran untuk membangun keadaban masyarakat agar mampu memiliki karakter baik, mampu berfikir, berkata dan berbuat baik demi pembangunan yang lainnya. Memang perlu diakui bahwa disini pemerintah sangat memiliki peran yang sangat strategis yang dalam hindu kemudian disebut sebagai Dharma Negara. Segala isi dari Dharma Negara ini adalah sebagai aktualisasi dari Dharma Agama. Disinilah kemudian pemerintah menjadi penting untuk keadaban manusia. 

Salah satu yang menarik dari perkembangan saat ini adalah upaya dari pemkab Badung untuk memberikan perhatian kepada lansia atau orang tua, setiap warganya yang berumur 72 tahun keatas dengan pengecualian bahwa lansia bersangkutan tidak pensiunan TNI Polri serta sebagai pengusaha dan juga bukan veteran dan yang tinggal di panti Jompo. Hal ini menarik bahwa pemerintah berupaya untuk memperhatikan generasi tua dan membangun genmerasi muda untuk ikut membangun. Jika kita kaitkan dengan konsep hindu, bahwa orang tua merupakan jembatan kelahiran manusia, maka rasa bhakti yang dipersembahkan kepada orang tua berupa perhatian menjadi sangat penting. Bukan dari jumlah uang yang diberikan, tetapi sudah adanya perhatian terhadap lansia dimana merekalah yang mengadakan kita sebagai penerusnya. Inilah bentuk aplikasi dari Dharma Negara pemerintah dalam menjalankan dharmaning agama. Semoga program ini juga bisa dilakukan oleh pemkab lainnya sesuai dengan kemampuan daerah. 


Senin, 24 September 2018

Nawanatya, Menyentuh Rasa Generasi Muda

Denpasar,Balikini.Net -  “Anak-anak itu sebenarnya mampu, mereka tidak hanya bermain hp. Adanya Nawanatya inilah yang menyentuh rasa mereka,” ujar I Wayan Budamani dengan gurat wajah serius. Sebagai seorang pembina Budamani tak menuntut kesempurnaan, namun sentuhan rasa kebahagiaan berkesenian adalah yang utama.

Budamani yang menjadi pembina garapan Cak SMAN 1 Tegalalang ini membina 156 orang siswa dalam kurun waktu 33 hari. Kesempatan menjadi penampil dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya III membuat Budamani tidak ingin main-main dalam menggarap. “Yang kami angkat sekarang itu adalah tradisi khas Tegalalang yakni Ngerebeg,” jelas Budamani. Menurut Budamani, Ngerebeg merupakan sebuah tradisi yang sangat cocok diangkat sebagai sebuah kisah dalam cak. “Ada nyanyiannya, ada mesuryaknya, jadi saya pun melihat Ngerebeg ini tepat sekali diangkat menjadi garapan cak,” tambah Budamani. Ngerebeg merupakan sebuah tradisi unik dari daerah Tegalalang yang dahulu bernama Kushara Jenggala. Suasana riuh dan riang gembira dipancarkan anak-anak, remaja, dan warga desa yang bermula dari kisah Ida Dwagung Made yakni putra mahkota kedua Dalem Sukawati yang mendapatkan pencerahan setelah bertapa untuk mendirikan sebuah pura dekat pohon beringin. Sayangnya, para wong samar yang telah lama bersemayam di lokasi bakal pura pun merasa terusik dan akhirnya para wong samar pun turut dilibatkan dalam prosesi ritual pembuatan pura dan berdamai dengat umat manusia.

Parade Cak yang kali ini pada Sabtu, 22 September 2018 seperti biasanya menghuni Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya, Denpasar disemarakkan oleh SMAN 1 Tegalalang dan SMAN 1 Abiansemal. Ngerebeg sendiri menjadi kisah kedua yang tampil. Keunikan garapan cak SMAN 1 Tegalalang terlihat pada pakem tradisi yang masih kental. Para penampil tak memiliki lakon khusus dengan kostum yang berbeda. Semuanya masih serentak dengan kain poleng (hitam dan putih-red) yang membalut para penari cak. Para penari cak SMAN 1 Tegalalang memberikan kejutan dengan mewarnai punggung ditengah-tengah penampilan sebagai wujud dari kemunculan wong samar. Tak hanya itu, kemunculan barong landung yang dibuat siswa-siswi SMAN 1 Tegalalang sebagai wujud yang dipuja dalam pura dekat pohon beringin itupun menambah suasana mistis sekaligus semarak. Meski kental akan tradisi, namun menurut A.A Sagung Mas Ruscita Dewi sebagai pengamat Bali Mandara Nawanatya III menuturkan, tempo permainan garapan Ngerebeg ini pun masih cukup lambat. “Karena ceritanya adalah upacara, maka banyak bagian dari adegan cak yg temponya lambat, tapi sangat inovatif,” jelas Mas Ruscita. Bagi Mas, garapan dari SMAN 1 Tegalalang perlu meningkatkan permainan bunyi dan kedinamisannya.

Sebelumnya, SMAN 1 Abiansemal yang menjadi penampil pertama membawakan garapan cak bertajuk Sunda Upasunda. “Kisah ini memang tidak asing, hanya saja kami ingin mengungkapkan yang benar bahwa inilah kisah Sunda Upasunda yang sebenarnya,” jelas Ida Bagus Nyoman Mas selaku penata cak SMAN 1 Abiansemal. Sebelumnya, tak sedikit masyarakat yang terpelintir dengan kisah ini. Sunda Upasunda yang merupakan saudara dari kaum raksasa ini pun sejatinya digoda oleh para bidadari saat mereka mabuk, bukan saat bertapa. Kebenaran inilah yang ingin disampaikan oleh SMAN 1 Abiansemal. Berbeda dengan SMAN 1 Tegalalang, SMAN 1 Abiansemal memiliki lakon khusus yang dibalut dengan kostum tertentu sesuai perannya. Sehingga emosi yang mengalir dalam garapan Cak Sunda Upasunda pun sangat terasa. “Bagaimana dia membagi alur permainan bunyi, lambat, cepat, sedang, dan emosinya pun juga terasa,” terang Mas Ruscita mengomentari garapan SMAN 1 Abiansemal.

Pada akhirnya semua kembali pada penuturan Budamani diawal. Bukan sebuah kesempurnaan garapan yang menjadi acuan. Rasa semangat berkesenian, kegembiraan, dan kecintaan akan budaya justru menjadi kunci utamanya. Nawanatya yang menjadi sebuah wadah berbagi rasa inilah diharapkan keberlanjutannya agar selalu dapat memberikan sentuhan ‘rasa’ itu.[rls/r5]

Minggu, 02 September 2018

Kecak SMA Negeri 1 Negara dan Kecak Rina Gemparkan Ardha Candra

Denpasar,Balikini.Net - Suasana riuh membalut Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya, Denpasar. Kembali memasuki Nawanatya III kini Parade Cak siap menyemarakkan Nawanatya di Bulan September. (1/9/18 )

Memasuki parade cak pertama pada Nawanatya III penampil yang berkemsempatan untuk mengadu garapannya yakni  SMA Negeri 1 Negara dan Kecak Rina, Desa Bona, Gianyar. Penampil pertama yang telah datang jauh-jauh yakni SMA Negeri 1 Negara mempersembahkan sebuah garapan yang mengambil cerita Manik Angkeran sebagai alur dari kecak yang dibawakannya. “Jadi umumnya kan mengambil kisah dalam Ramayana, tapi kali ini kita menggunakan cerita Manik Angkeran sebagai alur kecak kami,” jelas I Putu Agus Pranata Diantika selaku pembina garapan Kecak Manik Angkeran dari SMA Negeri 1 Negara. Kecak yang melibatkan anak-anak ekstra tabuh, tari, dan ekstra lainnya yang didaulat melalui proses seleksi ini pun memiliki alur garapan yang cukup berbeda. Selain karena alur cerita, vokal maupun penampilan tari yang disajikan adalah gerakan khas Negara. Sebab, kecak sendiri mulanya lebih dikenal di deaerah Bali Selatan, baik Gianyar maupun Denpasar. 

Sebagai wilayah yang cukup asing dengan kecak, Agus pun mengatakan bahwa dirinya yang berprofesi sebagai koreografer tari ini pun cukup kesulitan memahami kecak baik dari segi koreonya maupun vokalnya. “Jujur di wilayah kami cukup asing dengan kecak, saya pun pendalaman itu selama 6 (enam) bulan dan anak-anak hanya mendapatkan waktu sebulan untuk mendalami dan latihan kecak ini,” ungkap Agus. Seusai penampilan dari SMA Negeri 1 Negara, kecak pun dilanjutkan dengan penampilan Kecak Cak Rina yang telah mumpuni dalam menarikan tarian massal ini, yang mengangkat kisah Pertempuran Subali dan Sugriwa. Garapan yang terbilang ‘berani’ ini pun membuat seisi Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya Denpasar pun menjadi hidup. “Cakkk,” teriakan Rina pun memecah keheningan di malam yang dingin. Cahaya api yang datang dari obor-obor dan bola api pun ditendang bebas oleh para pemain kecak. Para penari kecak seolah tak ingat apapun lagi, mereka tampil total. Tak ada melingkar, formasi lurus, diagonal, meloncati panggung untuk menyambangi penonton semua dilakukan Rina dan kawan-kawan 3 (tiga) generasinya dengan total, layaknya api yang membara garapan ini membakar semangat penonton untuk tak segera beranjak. Untuk menciptakan garapan yang hidup, Rina pun mengungkapkan kuncinya adalah sebuah konsistensi. “Saya bertahan di kesenian kecak karena hanya inilah yang saya punya, inilah penghidupan dan profesi saya,” ujar I Ketut Rina selaku penampil sekaligus penggagas garapan.

Menurut I Komang Astita, selaku tim pengamat Bali Mandara Nawanatya menuturkan bawasannya kedua garapan ini telah berusaha menampilkan garapan yang total. Hanya saja khusus untuk SMA Negeri 1 Negara perlu meningkatkan performanya dalam segi vokal. Sedangkan untuk kecak Rina sendiri telah maksimal, sebab tak dipungkiri lagi bahwa daerah asal Rina adalah pusatnya tari kecak. “Untuk cerita yang digunakan sah-sah saja, tetapi untuk SMA 1 Negara perlu diperhatikan lagi pemilihan ceritanya, sebab ada sedikit ketidak sesuaian alur didalamnya,” terang Astita. [rls/r4]

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM GELAR FESTIVAL SUBAK KARANGASEM YANG KE II

Karangasem,Balikini.Net - dalam rangka mengembangkan sektor pertanian dan minat bertani di kabupaten karangasem, Pemerintah Kabupaten karangasem mengadakan acara festival subak  Karangasem yang ke II yang bertemakan  “Tri Hita Karana” Harmoni Jagat Semesta, Sabtu (1/9/2018) di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. 

Acara yang akan berlangsung selama 3 hari yaitu dari tanggal 1 s/d 3 September 2018 di isi juga dengan acara Penandatanganan Piagam Komitmen Dewi Nawa Satya Karangasem The Spirit of Bali oleh 14 Kepala OPD, dihadiri dan di buka langsung langsung Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri dan Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa yang ditandai dengan pemukulan Kentungan hadir juga dalam acara tersebut I Gusti Made Tusan, , menteri pertanian diwakili kepala balai besar pendidikan dan latihan penyuluhan pertanian malang bapak Kreno, Direktur perlindungan tanaman dan holtikultural Ir. Sri Wijayanti Yusuf M.Agr .SC, Sekda I Gede Adnya Mulyadi, konjen cina Mr. Mou Haodong, forkopimda Kabupaten Karangasem.

Ketua panitia pelaksana, Sekda Kabupaten Karangasem I Gede Adnya Mulyadi dalam laporannya mengatakan Berbicara masalah pertanian di Bali, berarti berbicara masalah subak dengan konsepsi Tri Hita Karananya, yaitu Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. 

Dalam kaitan Festival Subak Karangasem ini, kita tidak hanya melihat subak dari aspek budaya saja, tetapi juga subak dari aspek penerapan teknologi pertaniannya. Karena fakta yang ada, penerapan teknologi pertanian belum optimal dan generasi muda tidak begitu tertarik dengan dunia pertanian yang identik dengan kemiskinan. 

"Lewat event ini kita akan coba mengangkat potensi pertanian dan pariwisata di Kabupaten Karangasem,"ucap Sekda 

Adapun tujuan festival Subak Karangasem adalah Pelestarian subak , Mengedukasi petani dan masyarakat dalam penerapan teknologi pertanian, Mempromosikan hasiI-hasil pertanian, Menumbuhkan ekonomi kreatif yang berbasis pertanian dan Menginisiasi tumbuhnya sinergi pertanian dengan pariwisata 

Peserta Festival Subak Karangasem ‘ terdiri dari unsur Perwakilan subak, subak abian, dan kelompok tani se-Kab.Karangasem , KTNA, KWT , Pelaku usaha , Produsen sarana produksi pertanian, Komunitas Photograpi Karangasem 

Bentuk Kegiatan yaitu Gelar teknologi pertanian, Parade budaya pertanian Bursa hasil pertanian, Farm Trips, Demo alat mesin pertanian, Seminar, Temu usaha, Gathering pariwisata pertanian dan juga terdapat Lomba-lomba diantaranya Lomba membuat gebogan, Lomba membuat petakut, Lomba menangkap belut, Lomba mengukirbuah, Lomba merangkaibunga, Lomba karya tulis dengan tema “Bangga Jadi Petani”.

"Sebelum puncak acara hari ini, telah dilaksanakan pula pra festival dengan menghadirkan anak-anak sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA ke lokasi gelar teknologi pertanian untuk memperkenalkan sedini mungkin dunia pertanian dan membangkitkan minat generasi muda pada bidang pertanian,"tegas Sekda 

Lanjut Mulyadi mengatakan, Pada kesempatan yang Iain, telah dihadirkan pula krama subak se Kecamatan Karangasem dalam rangka edukasi tentang penerapan teknologi pertanian.

Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri dalam sambutannya mengatakan, Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang sangat dominan, baik secara langsung maupun tidak Iangsung dalam pencapaian tujuan pembangunan perekonomian nasional. 

Sektor pertanian memiliki peran yang sangat strategis khususnya dalam pemantapan ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan sektor pertanian dalam aspek ekologi guna mendukung sumber daya alam, lingkungan hidup, seperti pelestarian sumber daya air. Fakta menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi tahun 1998. 

Kabupaten Karangasem adalah merupakan salah satu kabupaten yang berada di ujung‘ timur Pulau Bali. Luas wilayahnya adalah 83.954 ha atau 14% dari luas Pulau Bali. Sebagian besar wilayahnya didominasi oleh Iahan kering dan hanya 7.151 ha Iahan sawah. 

Kendati pun wilayah Karangasem didominasi Iahan kering, Karangasem memiliki potensi yang luar biasa di bidang pertanian. Tercatat ada 117.578 ekor sapi Bali, ada 8 juta lebih pohon salak berbagai jenis dengan ikon salak gula pasir, ada 1,2 juta lebih pohon mente dan berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura Iainnya. Di samping itu, Karangasem juga menyimpan potensi agrowisata yang salah satunya ada di Desa Bugbug ini. 

Semua potensi itu belum tergarap secara optimal. Hal ini disebabkan karena beberapa hal di antaranya rendahnya SDM petani ditambah Iagi bahwa sebagian besar petani merupakan penduduk kelompok umur di atas 50 tahun dengan produktivitas yang sudah mulai menunjukkan penurunan. Kurangnya minat generasi muda untuk menggeluti usaha di sector pertanian, karena terkesan kumuh atau kotor serta dianggap kurang menjanjikan dibandingkan dengan bekerja di sektorjasa Iainnya. 

"Berangkat dari permasalahan itu, Pemerintah Kabupaten Karangasem menyelenggarakan Festival Subak Karangasem dengan harapan, Subak yang telah menjadi warisan dunia tetap lestari di Kabupaten Karangasem, Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam penerapan teknologi pertanian, Tumbuhnya minat generasi muda di bidang pertanian, Terjadinya transaksi produk-produk hasil pertanian Kabupaten Karangasem, Tumbuhnya ekonomi kreatif yang berbasis pertanian dan juga Tumbuhnya sinergi pertanian dengan pariwisata,"ucap Bupat Bupati

Untuk mewujudkan harapan itu, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, Perlu sinergi antara semua stakeholder. "Karena itu, mari kita satukan Iangkah, satukan hati, Dengan kebersamaan, kerja keras, dan doa kita bersama, semua pasti tercapai. 
“Pertanian Maju, Rakyat Sejahtera”, 
“Saya Bangga Jadi Petani” , Tegas Bupati

Mas Sumatri melanjutkan, Dalam Momentum yang luar biasa ini, saya sampaikan bahwa dalam upaya untuk mewujudkan Program Nawa Satya Dharma yang ke 8, yaitu mewujudkan Pengembangan Pariwisata Spiritual yang Berbasis Desa Adat Saya Launching Sebuah Inovasi yang diberi nama “ DEWI (Desa Wisata) Nawa Satya Karangasem The Spirit of Bali. 

lnovasi Dewi Nawa Satya Karangasem The Spirit of Bali dimaksudkan sebagai sebuah akselerasi atau percepatan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan yang ada pada 14 OPD kedalam Desa Wisata Nawa Satya. Dewi Nawa Satya Karangasem The Spirit of Bali juga dimaknai sebagai Pengembangan destinasi baru yang memiliki ciri khusus yaitu Desa wisata yang berbasis Desa adat dengan 9 komitmen yaitu “sapta pesona ditambah spiritual dan berkelanjutan”. 

Sebagai langkah awal telah dilakukan Penandatanganan Piagam Komitmen Dewi Nawa Satya Karangasem The Spirit of Bali oleh 14 Kepala OPD. Untuk itu dalam kesempatan ini pula saya mengucapkan terimakasih dan  apresiasi pada semua pihak dan jajaran yang sudah melahirkan inovasi ini [r3/rls]

Rabu, 29 Agustus 2018

Penutupan Bali Mandara Mahalango 5

Denpasar,balikini.Net - Pentas yang berlangsung selama 38 hari lamanya telah menjadi saksi bahwa seniman Bali selalu memiliki tempat di hati masyarakat. Meski sang penggagas telah berpamit, namun kesenian khas Bali tak akan pernah pamit mengisi pulau dewata.

Meski gubernur Bali, I Made Mangku Pastika memasuki masa purna bakti namun gagasannya dalam memajukan seni dan budaya Bali senantiasa dinanti masyarakat dan seniman Bali. Hal itupun turut disadari oleh I Ketut Gede Rudita. Sebagai seorang seniman Bali, Rudita pun sangat mengapresiasi adanya Bali Mandara Mahalango. “Selalu memberikan wadah untuk berkreativitas adalah yang selalu saya apresiasi dari Bali Mandara Mahalango,” terang Rudita. Rudita yang lebih dikenal sebagai salah satu anggota grup bondres Celekontong Mas dengan nama panggung Sokir ini pun kali ini turut menyemarakkan penutupan Bali Mandara Mahalango yang berlangsung di Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya, Denpasar (28/8). 

Rudita pun tak sendiri, grup bondres Celekontong Mas pun berkolaborasi dengan Sanggar Paripurna Gianyar yang dipimpin oleh dalang kenamaan Bali I Made Sidia. Membawakan Pementasan Sendratari Kolosal bertajuk Parikesit Cakraningrat, ternyata turut menggandeng beberapa warga Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar untuk tampil pula di dalamnya. Salah satunya Ni Wayan Suratni. Turut tampil dalam garapan kolosal ini, dosen ISI Denpasar ini pun merasa bahagia. “Rasanya senang bisa ikut berpartisipasi, semoga Bali Mandara Mahalango bisa terus berlanjut dan lebih kreatif,” harap Suratni. Tak hanya sebuah sendratari kolosal, sebuah apresiasi bertajuk Penghargaan Bali Mandara Parama Nugraha Tahun 2018 pun turut menjadi sebuah hal yang spesial bagi para seniman Bali. Penerima penghargaan itu salah satunya yakni I Made Sidia yang dikenal dengan inovasinya dalam dunia pewayangan, salah satunya yakni Wayang Listrik. 

Menurut Sidia ia mengaku bangga dan bersyukur kepada Tuhan telah dipercaya untuk tampil di Mahalango. “Pertunjukan yang kami tampilkan ialah Sendratari Parikesit Cakraningrat. Latar belakang digarapnya pertunjukan ini karena kebetulan sekarang masa akhir jabatan dari gubernur sehingga akan ada pemimpin baru nanti secara estafet. Nah, Parikesit ini juga salah satu regenerasi pemimpin di Kerajaan Astina,” terang Sidia. Untuk pementasan ini Sidia melibatkan 200 penari dan penabuh, kalau termasuk properti sampai 250 orang dari sanggar Paripurna.
Paduan suara nan merdu pun turut dipersembahkan anak-anak paduan suara dari  SMA dan SMK Bali Mandara. Salah satu penampil yakni Luh Putu Ade Eka Suryadarma Putri mengaku penampilannya bersama rekan-rekan SMK dan SMA Bali Mandara terasa agak berbeda. “Tahun lalu sempat tampil juga tapi rasanya biasa saja, sekarang terasa agak berbeda karena harus berpisah dengan pak gubernur,” ungkap Ade Eka haru. Sebuah lagu bertajuk “Pamit” yang digemari Gubernur Bali I Made Mangku Pastika menjadi kejutan spesial dari anak-anak SMK dan SMA Bali Mandara. 
Gong Suling

Sementara sore harinya sebelum penutupan berlangsung pementasan Gong Suling yang menampilkan  Sanggar Bambu Swara dari desa Kesiman Petilan, Denpasar Timur. Mereka menampilkan kreasi gong suling dengan judul ‘Gesing’ karya  I Wayan Adi Darmawan, Rare Angon digarap I Made Mahotama Warmauta dkk, tabuh dan tari kontemporer ‘Rwa Bhineda’ dan ‘Litle Krisna’ karya  I Wayan Adi Darmawan dan  Wayan Gede Bimantara. Ada juga tabuh Gong Suling klasik ‘Tiying Gading’. “Niki yang jelas pasti kebangkitan, karena apa karena gong suling itu kan populernya tahun 1952 hingga tahun 60-an,” tutur pengamat seni, I Made Bandem. Menurut Bandem, dengan membangkitkan gong suling ini adalah salah satu usaha yang bagus untuk anak anak muda. Itu tidak mudah dimainkan oleh anak anak. “Asal mereka punya teknik yang bagus saya rasa ini salah satu kebangkitan dan diteruskan kepada kelompok kelompok atau komunitas yang lain lagi,” harap Bandem.

Sementara itu pengamat seni lainnya yang juga curator Bali Mandara Mahalango 5, I Komang Astita mengatakan gong suling merupakan perkembangan dari gong kebyar. Jadi dari segi repertoar mengambil  dari gong kebyar tapi medianya suling. Jadi dulu memang selain suling itu untuk gambuh, arja, lalu ada yang mengembangkan secara masal mengikuti alunan gong kebyar. Jadi di sana ada bagian bagiannya ada  pukulan jegogan, suara jegogan, ada juga seperti pemimpin di gong kebyar ada ugal. “Setahu saya gamelan gong suling yang terkenal dari Sempidi, polanya sih sama mengikuti pola dang ending gong kebyar. Cuma karena media keseluruhannya bambu jadi instrumennya menjadi khas,” pungkas Astita (*).

Minggu, 26 Agustus 2018

Sapi, Adalah Perwujudan Ajaran Ahimsa di Dalam Hindu Dharma.

Denpasar,Balikini.Net - Perlindungan terhadap hewan, terutama sapi, adalah perwujudan ajaran Ahimsa di dalam Hindu Dharma. Pustaka suci Hindu mengajarkan prinsip “Ahimsa Paramo Dharmah”: Ahimsa adalah Dharma yang tertinggi.

Karenanya penyembelihan sapi untuk alasan apapun, termasuk di dalam ritus-upacara maupun untuk dikonsumsi, sangat bertentangan dengan nilai-nilai Dharma. 
Bagi seorang Hindu sapi adalah ibu, dan wahana Shiva yang merupakan Istha dari sebagian besar krama Hindu Dharma di Bali.

Pelanggaran terhadap nilai-nilai ini, yaitu berupa penyumbangan sapi untuk disembelih adalah tradisi yang buruk, Adharma, dan melanggar prinsip-prinsip di atas.
Tindakan atau karma seperti ini mendatangkan phala yang buruk, memperkuat ilusi yang membuat manusia semakin sulit lepas dari duka derita samsara.

Untuk itu seluruh krama Hindu Dharma pantang menyembelih sapi dengan dalih apapun, baik itu yang secara langsung maupun secara tidak langsung.

Penghormatan kepada umat beragama lain dapat dilakukan dengan cara-cara yang selaras dengan Dharma, bukan dengan cara menyumbangkan sapi.[rls/r3]

Mengikat Rakhi

Denpasar,Balikini.Net - Raksha Bandhan yang diselenggarakan oleh Brahma Kumaris Denpasar pada minggu 19 /8/2018, di  denpasar  dihadiri oleh para Sulinggih, Consul General India, perwakilan dari berbagai instansi pemerintah dan para tokoh masyarakat .

Dalam acara ini, Didi Janaki memaparkan tentang arti dari Raksha Bandhan yang bermakna mengikat diri kita dengan ikatan ilahi sehingga kita berada dalam swaka atau perlindungan Tuhan. Untuk benar-benar merasakan perlindungan Tuhan dalam hidup kita, kita perlu  introspeksi diri untuk melihat apakah dalam diri kita ada sifat keilahian ataukah masih banyak ada sifat buruk atau negatif yang masih perlu kita ubah. Misalnya kita bisa tanggalkan  amarah dan menggantikannya dengan kesabaran, kita melepaskan sifat sensitif dan menggantinya dengan sifat fleksibel. Dengan adanya komitmen seperti ini dalam diri kita, maka kita bisa menjadi manusia yang lebih baik.

Acara sangat istimewa bukan saja karena dihadiri oleh ratusan masyarakat Bali, tetapi juga karena kehadiran seorang yogini yang sangat spesial. Beliau adalah Didi Santosh dari Russia, seorang  Raja Yogini yang sudah menekuni yoga selama puluhan tahun dan kini bertugas melakukan pelayan di Russia. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan kata-kata bijak yang sangat menyentuh dan menginspirasi. Beliau memberikan sebuah contoh tentang balon gas yang dapat terbang. Balon gas itu terbang bukan karena warna luar dari balon, tetapi karena gas yang ada didalam balon. Artinya diri kita yang sejati bukanlah diri kita yang tampak secara external, melainkan diri kita yang internal. Yang dimaksudkan dengan diri kita yang didalam bukanlah mengenai organ-organ fisik dari badan ini, tetapi ini mengenai mental atau pikiran kita. Untuk merasakan diri kita yang sejati, Didi Santosh memberi hadiah cermin khusus yang tidak bisa dibeli di pasar manapun di seluruh dunia. Cermin itu bernama cermin spiritual, cermin pengetahuan. Cermin ini adalah cermin untuk melihat 5 jenis pikiran yang umumnya kita miliki, diantaranya adalah :

1.Pikiran negatif yaitu semua jenis pikiran yang membuat kita kehilangan kedamaian dan kebahagian. Yang termasuk  pikiran negatif adalah pikiran-pikiran tentang kebencian, iri hati, dendam, marah dll. Pikiran negatif ini akan berdampak pada perasaan sedih, murung dan meratap. 
2. Pikiran sia-sia adalah semua jenis pikiran tentang sesuatu hal yang belum terjadi atau yang telah terjadi dimasa lampau tetapi pikiran itu terus kita ulang –ulang  pada saat ini. Tanda bahwa kita memiliki pikiran sia-sia adalah kita menjadi sangat berat dan kaku sehingga kita merasa susah untuk memahami sesuatu hal yang ada dihadapan kita masa kini.
3 Pikiran biasa adalah pikiran tetang hal-hal biasa yang ada disekeliling kita. Biasa artinya tidak bermakna. Ciri-ciri yang tampak diwajah karena adanya pikiran biasa-biasa adalah wajah kita terlihat hampa, kosong dan kepribadian kita juga tampak sangat biasa.
4. Pikiran perlu yaitu pikiran tentang keperluan badan, pekerjaan, rumah tangga dll. Pikiran perlu disertai dengan satu perbuatan. Jika kita memiliki terlalu banyak pikiran  tentang satu perbuatan, maka pikiran itu membuat kita lelah, karena setiap satu pikiran adalah energi. 
5.Pikiran positif atau mulia adalah pikiran yang berdasarkan atas kedamaian, kesucian, kerjasama, cinta kasih dll,  yang cocok dengan sifat kwalitas sejati dari kita sang jiwa. Tanda-tanda yang tampak  jika ada pikiran mulia adalah  senyuman alami diwajah, ada cahaya dalam mata dan wajah  yang mempesona.

Inilah cermin ajaib, cermin pengetahuan yang bisa kita gunakan sepanjang hari untuk melihat dan mengecek diri kita, sehingga menjadi insan yang lebih baik dan mulia.
Acara ini diakhiri dengan pengikatan gelang rakhi kepada para hadirin sebagai simbol ikatan cinta kasih dan perlindungan dari Tuhan. Dengan selalu menjaga hati kita tetap bersih, berpikir suci dan selalu berusaha melihat dan mengapresiasi keistimewaan orang lain, maka secara otomatis kita menjadi insan yang istimewa. [rls/r3]

Kamis, 23 Agustus 2018

Lomba Jungkung Awalai Sanur Village Festival 2018

Denpasar,Balikini.Net —Boost Sanur Village Festival 2018 mulai menggebrak di hari pertama, Rabu (22/8/2018), dengan menghadirkan jukung race hingga penampilan musisi Indra Lesmana dengan grup baru yang mengguncang panggung utama.

Jukung race atau balap perahu tradisional mengawali rangkaian Boost SVF yang digelar 22-26 Agustus 2018. Meskipun para nelayan sempat kesulitan melajukan jukung karena angin tidak bertiup kencang, tak menyurutkan antusiasme agenda tahunan yang dipusatka di Pantaia Matahari Terbit itu. 

Ketua Umum Boost SVF IB Gede Sidharta Putra mengatakan balap jukung merupakan kegiatan yang melegenda bagi warga Sanur dan sudah dilakukan jauh sebelum dimulainya festival tahunan ini sejak 2006 silam. Balap jukung kini menjadi bagian dari SVF dan dikembangkan agar tetap lestari serta menjadi atraksi wisata yang menarik.

Kata Gusde –sapaan akrab Sidharta Putra– keterlibatan perahu tradisional ini juga sebagai bentuk konservasi warisan para pendahulu yang telah menjadi salah satu ikon daerah ini yang dikelola di bawah naungan Yayasan Pembangunan Sanur (YPS). 

"Kami melakukan konservasi sebagai konsistensi kami untuk memberi perhatian kepada keberadaan jukung tradisional di Sanur. Karena jukung juga sebagai ikon pariwisata di Pantai Sanur," ungkapnya. 

Lomba kali melibatkan 50 peserta dari 5 kelompok peserta. Masing-masing kelompok dicari 5 terbaik untuk beradu di final. "Sekarang yang ke final jadinya 25 peserta, mereka harus melintasi jarak sekitar 8 kilometer dengan start dan finish di Pantai Segara Ayu," imbuhnya. 

Gusde yang juga Ketua PHRI Denpasar dan Ketua BPPD Denpasar mengatakan selain jukung race juga ada kegiatan workshop, dan berbagai aktivitas lain, termasuk aneka hiburan di panggung utama yang selalu dinantikan pengunjung.

Sejak sore, panggung utama diisi berbagai hiburan di antaranya Balaram Ethnic Fussion, Cisjis Dancesport Sanur, Sangaji Musik Indonesia, Ratrocker, Gambleer, peragaan busana, dan garapan sendratari dari Sanur. Selain itu juga ada penampilan Keva Amir, salah seorang peserta yang kini sedang mengkuti kompetisi The Voice Kids Indonesia Seasons 3 di salah satu stasiun televisi nasional.

Yang paling mengguncang adalah Indra Lesmana Project (ILP), sebuah kelompok baru bergenre musik metal progresif  yang digagas musisi jazz Indra Lesmana.  Kata dia, terbentuknya ILP terinspirasi dari erupsi Gunung Agung 2017 lalu, sedangkan SVF yang mengusung tema Mandala Giri juga merupakan upaya untuk memusatkan kembali perhatian khalayak kepada Gunung Agung yang menjadi pusat spiritual di Bali.

“Mari kita jadikan erupsi Gunung Agung menjadi energi kreatif yang membuat kita bersatu, saling bergotong royong, dan menjaga kelestarian Gunung Agung yang menjadi pusat spiritual di Bali,” kata Indra.

Kendati berbagai acara telah dimuai, seremonial pembukaan Boost SVF akan dilakukan oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya, Kamis (23/8/2018) malam. Pada hari kedua sederetan aktivitas telah disiapkan di antaranya pelepasan tukik, melukis on the spot, fashion show endek, serta penampilan Gus Teja dan penyanyi Andien. [rls/r4]

Rabu, 15 Agustus 2018

SEMANGAT PERSATUAN DALAM KEBERAGAMAN

Bali Kini - “Keberagaman” itu mungkin kata yang akan terlintas saat anda berkunjung dan berkeliling di Taman Nusa. Latar belakang Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, etnis, adat istiadat, agama, bahasa maupun budaya membuatnya dikenal sebagai Negara yang majemuk karena keberagaman tersebut. 

Kemajemukan yang ada ini menggambarkan banyaknya keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan akan menjadi sebuah energi yang besar apabila hal ini dikelola dengan bijak dan benar. Sebaliknya apabila keberagamanini tidak dikelola secara baik dan benar justru akan menghasilkan perpecahan. Oleh sebab itu persatuan dan kesatuan menjadi  hal yang mutlak bagi bangsa Indonesia.
Jika anda berkunjung keTaman Nusa anda akan di ajak berkeliling dari satu zona ke zona lainnya hingga di ujung zona anda akan bertemu dengan patung perunggu dari dua sosok yang sangat berpengaruh, sosok yang akan mengingatkan kita akan kata “persatuan”. Beliau adalah Soekarno sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus Presiden Pertama Indonesia beserta wakilnya Bung Hatta. Sosok yang sangat lekat akan keberagaman dan persatuan. Bapak pemersatu bangsa yang selama hayatnya  telah menyerahkan seluruh tenaga dan fikiranya untuk mempersatukan bangsa Indonesia agar menjadi bangsa besar yang hidup dalam mayarakat berkeadilan dan berkemakmuran. Masyarakat adil makmur yang bebas dari penindasan manusia atas manusia. 

Sang proklamator RI ini dalam beberapa kesempatan pidatonya juga selalu menekankan betapa pentingnya sebuah persatuan dan hal ini akan selalu relevan sampai kapanpun bagi kondisi bangsa Indonesia yang majemuk. Dalam salah satu pidatonya beliau mengumpamakan bangsa Indonesia sebagai sapulidi, yang terdiridari beratus-ratuslidi. Jika tidak diikat maka lidi tersebut akan tercerai-berai, tidak berguna dan mudah dipatahkan. Hal ini pula yang melatar belakangi adanya bangunan gedung sapulidi  yang ada di Taman Nusa yang juga melambangkan semangat persatuan, persahabatan, toleransi antar karyawan yang berasal dari latar belakang agama, suku, adat istiadat, serta buadaya yang berbeda.

Persatuan dan kesatuan berarti utuh atau tidak terpecah-pecah. Persatuan dan kesatuan mengandungarti”bersatunya berbagai macam corak atau keberagaman menjadi satu kesatuan yang utuhdankuat”. Persatuan dan kesatuan bangsa berarti bersatunya masyarakat Indonesia mulai dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia menjadi satu bangsa yang tidak terbagi-bagi. Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sudah terlihat sejak proklamasi kemerdekan bangsa Indonesia yang juga merupakan awal dari dibentuknya Negara KesatuanRepublik Indonesia.
Di dalam persatuan dan kesatuan terdapat beberapa makna penting yang di antaranya adalah sebagai 

berikut:

Pertama: Dengan persatuan dan kesatuan akan terjalin rasa kekeluargaan, persahabatan, serta sikap saling tolong menolong antar sesama
Kedua: Persatuan dan kesatuan akan menumbuhkan sikap saling toleransi serta keharmonisan untuk hidup berdampingan.

Ketiga: Persatuan dan kesatuan akan menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi dalam hidup bermasyarakat di Indonesia yang syarat akan keberagaman.

Berangkat darimakna-makna yang berharga dalam persatuan dan kesatuan itulahTaman Nusa memilik cita-cita yang mulia untuk menjaganya dalam bentuk pelestaria budaya yang hadir dari berbagai belahan bumi nusantara ini. Taman Nusa sengaja dibangun sebagai wahana yang dapat mempresentasikan kebhinekaan Indonesia dan kekayaan khasanah budayabangsa. Tujuan pendirian taman miniatur Indonesia ini adalahuntukmemupuk dan membina persatuanbangsa, menjunjung tinggi kebudayaan nasional dan memperkenalkankebudayaan, adati stiadat dan perilaku masyarakat Indonesia kepada rakyat Indonesia sendiri danbangsa lain. 

Hal ini tentu sejalan dengan cita-cita Soekarno yang menginginkan persatuan sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan yang menjadi pengikat seluruh warga Negara Indonesia untuk hidup rukun, damai, dan sejahtera dalam suasana keberagaman. Taman Nusa hadir untuk melanjutkan semangat persatuan dengan balutan keindahan serta keelokan budaya yang beragam dari berbagai penjuru Nusantara. [adi/r5]

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved