-->

Senin, 02 Juli 2018

Bintang Asia Jepang, Musisi Panggilan Hati

Balikini.Net - Lahir tahun 2015 lalu, Bintang Asia Jepang berusaha selalu menjadi ‘bintang’ di tengah jagad hiburan Bali. “Ingin tahu semua tentang Bali, saya senang bisa mengenal Bali,” ujar vokalis grup Bintang Asia, Chizuko Koizumi.
Terlahir di negeri sakura, Jepang bukanlah suatu penghalang bagi Chizuko Koizumi untuk mencintai tradisi dan budaya Bali. Chizuko yang menjadi vokalis grup musik dan jazz Bintang Asia Jepang mengaku bahwa Bali adalah tempat yang tepat untuk mengekspresikan diri. “Pertama ke Bali tahun 1998 saat itu saya kagum sekali dengan gamelan,” ujar Chizuko dengan logat khas Jepang yang masih kental. Chizuko yang kala itu penasaran menanyakan kepada para penabuh. “Apa kalian dari kalangan profesional?,” ulang Chizuko bertanya kala itu. Bukan tanpa sebab Chizuko bertanya demikian, sebab di negeri sakura, seorang seniman merupakan profesi khusus dan butuh waktu lama untuk mempelajari satu aspek kesenian. “Ternyata penabuh itu bukan pekerjaan tetap mereka dan sejak itu saya semakin bertekad untuk belajar kesenian Bali,” ungkap Chizuko penuh semangat.
 
Keputusan Chizuko untuk menetap di Bali awalnya tak didukung oleh sanak keluarga yang tinggal di Kota Yokohama. “Awalnya kelarga tak mendukung, tapi saya yakinkan keluarga saya bahwa ini adalah sumber kebahagiaan saya,” terang Chizuko yang juga salah satu perintis grup Bintang Asia. Lokasi yang menjadi penjajakan Chizuko untuk mengenal Bali adalah Ubud dan selama sebulan Chizuko memilih untuk menetap desa seni itu. Masih teringat, kala itu ia memperdalam ilmu tari berkat didikan dari Made Keranca dan Agung Mas Susilawati. Chizuko yang dulunya menjadi pemain teater kini mempadupadankan teater, tari, dan musik Bali melalui Bintang Asia Jepang. “Saya menciptakan kolaborasi musik Wind God Hanuman bersama Sanggar Pondok Pekak itu rasanya bahagia sekali,” ungkap Chizuko bahagia.
Grup musik dan jazz Bintang Asia Jepang memiliki 6 anggota yang terdiri dari Chizuko Koizumi, Yuko Shirota, Mitsuaki Uchida, Tommy G, Kenji Matsuura, dan Atsuko Kawahara. Salah seorang anggota grup musik ini, Yuko Shirota mengungkapkan mendapat kesempatan untuk tampil pada Pesta Kesenian Bali adalah sesuatu yang sangat berharga. “Bisa memperkenalkan musik Bali dan jazz ala Jepang saya menjadi sangat senang,” ucap Yuko. Untuk menciptakan sebuah lagu Chizuko kembali berujar bahwa dirinya membutuhkan waktu kurang lebih sehari atau sebulan. “Tergantung inspirasi dari Tuhan,” ujar Chizuko sembari tertawa. Membentuk Bintang Asia Jepang adalah panggilan hati dari keenam musisi itu, Chizuko pun berujar bahwa saat berkarya dirinya merasakan sebuah perasaan yang penuh warna dan sangat cantik. “Susah diungkapkan dengan kata-kata, yang jelas kami terbentuk karena cinta dari hati kami untuk Bali,” tutup Chizuko dengan senyuman (r3).

Rabu, 13 Juni 2018

Tingkatkan Kesadaran Wisata Melalui Seni Bondres

Denpasar,Balikini.Net - Komitmen Pemerintah Kota Denpasar mengembangkan sektor pariwisata yang berwawasan budaya terus digencarkan. Kali ini pengembangan pariwisata kembali ditujukan pada pelestarian subak. Mengingat, subak telah dinyatakan sebagai warisan dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) tahun 2012. Selain itu, sebelumnya Pemkot Denpasar telah sukses menata Subak Sembung, Subak Angabaya serta beberapa subak lainya sebagai obyek wisata pertanian di Kota Denpasar.

Capaian inilah yang ingin digetok tularkan melaui Penyuluhan Kepariwisataan yang dlaksanakan Dinas Pariwisata Kota Denpasar yang bersinergi dengan Desa Ubung Kaja, Selasa (12/6) malam di Wantilan Desa Pakraman Poh Gading, Desa Ubung Kaja, Denpasar. Kegiatan yang turut menampilkan Bondres Celekontong Mas ini dilaksanakan  guna memperkenalkan Subak Pakel menjadi obyek wisata pertanian baru di Kota Denpasar.  Hadir dalam kesempatan tersebut Kadis Pariwisata Kota Denpasar, MA Dezire Mulyani, Perbekel Desa Ubung Kaja, I Wayan Mirta, Jro Bendesa Pakraman Poh Gading, Jajaran Prajuru Desa, Panglingsir serta masyarakat Desa Ubung Kaja.



Dalam sambutanya, Kadis Pariwisata Kota Denpasar, MA Dezire Mulyani mengatakan, penyuluhan kepariwisataan ini merupakan agenda tahunan yang diselanggarakan oleh Diparda, yang mana setiap tahunya diparda melaksnakannya sebanyak dua kali. Dan pelaksanaan tahun ini menyasar Desa Ubung Kaja guna mempromoskan Subak Pakel di Ubung Kaja sebagai destinasi pariwisata budaya dengan mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki desa. “Dengan cara melaksanakan penyuluhan kepariwisataan melalui media  Bondres Celekontong Mas ini diharapkan menjadi sarana promosi sekaligus menjadi wahana untuk membuka kesadaran masyarakat sebagai elemen penting pariwisata untuk bersama-sama seluruh steakholder terkit turut mengembangkan pariwisata baru di Kota Denpasar,” paparnya.



Dimana lanjut Dezire, nantinya diharapkan antusias warga yang menyaksikan pagelaran Bondres Celekontong Mas  dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengembangan sektor pariwisata daerah khusunya keberadaan subak dan menumbuhkan rasa sadar wisata di masyarakat. “Selain focus kepada pengembangan obyek wisata baru melalui sapta pesona yaitu menciptakan kondisi destinasi yang aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan menciptakan kenangan yang positif bagi wisatawan yang berkunjung, pengembangan wisata pertanian di Kota Denpasar dapat menjadi sarana pelestarian subak sebagai warisan pengairan leluhur masyarakat Bali di bidang pertanian”, ungkap Dezire.

Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif, IB Alit Surya Antara dalam laporanya mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan upaya untuk menggali, mengembangkan, memanfaatkan, sekaligus memelihara berbagai potenasi wisata yang ada di Kota Denpasar. Sehingga, kedepanya dengan maksimalnya pemanfaatan potensi wisata juga turut berdampak pada peningkatan kunjungan wisata di Kota Denpasar. “Penyuluhan ini sebagai upaya menggali potensi desa yang ada di Kota Denpasar yang bermuara pada peningkatan kunjungan wisata guna mencapai kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.

Sementara, Perbekel Desa Ubung Kaja Wayan Mirta mengatakan bahwa seluruh steakholder di Desa Ubung Kaja ingin menjadikan Subak Pakel sebagai objek wisata. Hal itu dilakukan karena lahannya cukup luas yakni sebanyak 63 hektar. "Tanah disana diminati oleh banyak pengembang property. Agar lahan sawah di  subak ini tidak habis maka kita harus berpikir bagaimana cara mempertahankan. Salah satu cara adalah dengan menjadikan objek wisata agrikuktural dengan menyajikan obyek wisata sekaligus menanamkan nilai budaya leluhur dalam bertani" ujarnya.

Ia mengatakan sebuah desa indetik dengan adanya sawah, sungai maupun ladang. Untuk mendukung maksimalnya objek wisata Subak Pakel tersebut pihaknya berencana membentuk kelompok tani perkotaan. "Kita akan konsep petani ala kota atau urban farming selain itu ia juga akan membuat disain yaitu desa wisata," ungkapnya.

Selain itu pihaknya juga akan membuat konsep wisata yang menggugah adrenalin. Urban farming juga akan dirubah agar tidak bertani padi saja. Dengan cara itu ia yakin maka penghasilan petani dari sekian hare lahan akan menghasilkan lebih dari pada petani padi biasa. "Pengelolahan subak dengan metode seperti ini tentunya akan dapat menambah PAD. Serta tanah milik masyarakat bisa bernilai lebih untuk masyarakat sendiri. Selain itu akan lahir petani- petani muda dan membuat konsep pemikiran baru kepada para petani seperti daerah maju lainnya," pungkasnya. (Ags/r4

Jumat, 04 Mei 2018

Alunan Orkestra Angklung di Markas PBB, New York

Pagelaran Angklung bertajuk "Bamboo for Peace: Enchanting Sounds and Rhythms of Indonesia” di ruang ECOSOC, gedung PBB, New York, 30 April 2018. (Foto courtesy: PTRI)

New York ,balikini.net - Sekitar 500 diplomat dari lebih 190 negara memenuhi ruang ECOSOC, salah satu ruangan pertemuan yang berada di gedung kantor Perwakilan Bangsa-bangsa (PBB) di kota New York, petang ini, Senin, 30 April 2018. Lagu-lagu tradisional Indonesia seperti Bungong Jeumpa dari Aceh hingga Yamko Rambe Yamko dari Papua, menggema secara beriringan, membuat para diplomat hanyut dalam suasana musik tradisional dari Jawa Barat ini.

“Alunan angklung untuk pertama kalinya terdengar di dalam gedung PBB New York dan ratusan diplomat asing terkesima karena dapat belajar dan berpartisipasi di dalam orkestra musik tradisional Indonesia,” demikian disampaikan oleh Duta Besar Dian Triansyah Djani, Wakil Tetap (Watap) Indonesia PBB di New York, dalam siaran persnya baru-baru ini.

Pagelaran dengan tema “Bamboo for Peace: Enchanting sounds and rhythms of Indonesia,” diselenggarakan oleh PTRI New York dan didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC dan Kementerian Pariwisata Indonesia dalam rangka World Day for Cultural Diversity for Dialogue and Development.

Menampilkan sekitar 30 pemain angklung yang merupakan kolaborasi antara seniman Saung Angklung Udjo dari Bandung, Jawa Barat dengan komunitas House Of Angklung, disertai penari dari Padepokan Jugala Taya.

Acara ini merupakan bagian dari diplomasi Indonesia, yang saat ini sedang mencalonkan diri sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB tahun 2019 - 2020, untuk meraih dukungan dari seluruh anggota PBB.

Pagelaran ditutup dengan ratusan penonton bergabung menjadi orkestra angklung dan bersama-sama memainkan lagu "We Are The World" dari Michael Jackson. Lagu ini sekaligus menyampaikan pesan Indonesia kepada seluruh negara anggota PBB untuk bersatu dalam menciptakan perdamaian dunia. [sub/voa / nr/es]

Selasa, 19 Desember 2017

Pemeran Arsip Keberagaman Budaya Indonesia Digelar Di Monumen Bajrasandi

Denpasar , Balikini.Net - Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali bekerjasama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia menggelar pameran Arsip Keberagaman Budaya Indonesia yang dipusatkan di Area I AM BALI, Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Bajrasandhi, Renon, Denpasar, mulai dari 19-22 Desember 2017, yang dibuka secara resmi oleh Kepala Arsip Nasional RI didampingi Sekretaris Daerah Provinsi Bali Cokorda Ngurah Pemayun.

Dalam kesempatan itu Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Provinsi Bali Cok Pemayun, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas digelarnya pameran tersebut. menurutnya, pameran yang mengambil tema keberagaman Kebudayaan Indonesia dapat menjadi kekuatan dan kebersamaan untuk saling bahu membahu dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indoneia, agar dapat terhindar dari disintegrasi bangsa yang mengarah kepada perpecahan bangsa. Disamping itu, ia juga menyampaikan pameran arsip dalam rangka peringatan hari nusantara ini mempunyai makna yang sangat penting. Menururtnya Hari Nusantara mengingatkan pada konsep wawasan nusantara, dimana pada saat ini masyarakat kembali meneguhkan tekad bahwa Republik Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang tidak terpisahkan, kendati secara geografis negara ini terdiri atas lebih dari 17.508 pulau, baik yang sudah berpenghuni maupun yang belum. Walaupun berbeda-beda suku dan bahasa namun Indonesia lebih menunjukan tolerasi yang tinggi dalam menjaga kerukunan dan kehormatan bagi masing-masing agama dan budaya. Untuk itu, Pastika berharap dengan adanya pameran tersebut masyarakat dapat melihat keberagaman kasanah budaya Indonesia yang sangat unik dan perlu dilestarikan.

Sementara itu, Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Musatari Irawan menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Bali atas kerjasama yang telah dilakukan sehingga pameran tersbeut dapat terlaksana. Menurutnya pameran ini bertujuan untuk mengingatkan dan memperkenalkan kepada masyarakat Indonesia bahwa Indonesia dibentuk dari keberagaman adat, budaya, suku, dan bahasa yang sangat unik dan patut untuk dilestarikan.  Untuk itu dalam pameran kali ini, Arsip Nasional menghadirkan arsip-arsip berupa gambar maupun audio visual yang berkaitan dengan suku bangsa, produk, kebudayaan yang dihasilkan setiap provisni, keberagaman agama yang tumbuhdi Indonesia. Ia berharap masyarakat yang berkunjung ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, dapat meluangkan waktunya untuk mengunjungi pameran tersebut.

Hadir pula dalam kesempatan itu, beberapa kepala OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali, serta undangan lainnya. [pr/r5]

Minggu, 10 Desember 2017

Ikat Selendang, Wagub Sudikerta Tutup Bali Mandara Nawanatya 2017

Denpasae, Balikini.Net - Program unggulan Pemerintah Provinsi Bali Mandara Nawanatya telah menjadi barometer perkembangan kesenian di kalangan generasi muda masyarakat Bali. Hal ini tentunya akan memperkuat akar budaya Bali serta dapat meningkatkan harkat dan martabat dalam upaya penguatan identitas masyarakat Bali. Demikian disampaikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Gubernur Ketut Sudikerta pada acara Penutupan Bali Mandara Nawanatya II Tahun 2017 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi  Bali, Denpasar, Sabtu (9/12) malam.

Gubernur Pastika mengatakan Bali Mandara Nawanatya Il 2017 yang berakhir pada hari ini, tentunya telah banyak menghasilkan berbagai bentuk karya seni kontemporer guna memperkaya khasanah kesenian Bali. “Bali Mandara Nawanatya juga memberikan kebanggaan kepada kita karena para seniman muda telah mampu menampilkan karyanya dilandasi rasa tulus iklas guna membangun pilar yang kokoh dalam totalitas berkesenian,” ujarnya.

Ia berharap, kedepan Bali Mandara Nawanatya bukan saja sebagai ajang untuk mempertontonkan seni pertunjukan namun lebih dari pada itu, dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran diantara para seniman muda, sehingga akan muncul karya-karya inovasi dan fenomenal yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tanpa meninggalkan pakem dan akar budaya Bali itu sendiri.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Beratha dalam laporannya menyampaikan bahwa Bali Mandara Nawanatya II telah berlangsung sejak 25 Februari 2017 hingga 9 Desember 2017. Selama setahun dilaksanakan, BMN II telah menampilkan berbagai kegiatan seni setiap hari Rabu hingga Minggu. Menurutnya baik lomba, workshop dan pagelaran mendapat dukungan positif dari sekolah, PTN/PTS, sekaa hingga pecinta seni.

Penutupan Bali Mandara Nawanatya dimeriahkan dengan pementasan Rumah Budaya Penggak Men Mersi yang berkolaborasi dengan beberapa seniman tampil menyajikan garapan bertajuk “Nemu Gelang”. Selain itu penutupan Bali Mandara Nawanatya II diawali dengan sebuah tari inovatif dengan judul Tari Niti Sastra. Tari yang dikoreograferi oleh Wawan Gusman Adi Gunawan dari Komunitas Gumiart dan dibawakan oleh Rare Penggak ini memadukan beberapa elemen seni tradisi baik gerak maupun gamelan menjadi sebuah karya kontemporer.

Penutupan secara resmi dilakukan Wakil Gubernur Ketut Sudikerta dengan mengikat selendang kepada seniman muda yang terinspirasi dari lagu 'Bibi Anu' dengan lirik 'antenge tekekang' yang memiliki makna positif untuk generasi muda.

Tampak hadir Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry, Kepala SKPD Provinsi Bali, perwakilan negara sahabat, tokoh seniman dan beberapa Kepala Sekolah di Bali.[pr/r7]

Kamis, 26 Oktober 2017

26 Perupa Gorontalo pamerkan Seratus karya di Bali

Ubud ,Balikini.Net - Sebanyak  26 seniman yang tergabung dalam kelompok Perupa Gorontalo, berkesempatan memamerkan karya-karyanya di Galeri Seni Monkey Forrest, Ubud, Gianyar. Tak tanggung-tanggung,  pameran seni rupa ini digelar selama sebulan, 25 Oktober- 25 November 2017.

Tak kurang dari 100 karya  diboyong dan  dipamerkan. Temanya  cukup beragam dengan berbagai corak dan aliran. Dari gaya realis, figuratif,  kontemporer hingga ke karikatur dan kaligrafi. Karya yang dipamerkan mencakup  lukisan,  grafis, fotografi dan hingga patung. Sebagian besar  mengambil tema tentang Gorontalo.

Galeri seni Monkey Forrest yang terletak di Desa Pakraman, Padang Tegal, Ubud, Bali,   sengaja dipilih sebagai lokasi pameran, karena reputasinya yang sudah lama dikenal sebagai salah satu destinasi utama turisme di Bali.

Setiap hari, tak kurang dari 3200 wisatawan dari berbagai dunia mengunjungi  kawasan konservasi yang mengoleksi 678 ekor monyet itu.  Terlebih, Ubud dikenal sebagai jantung kesenian dan kebudayaan di Bali yang mendunia.       

Pameran kali ini mengambil tema “Lowali De Bali” yang arti harfiahnya “Jadi ke Bali,” . Tema ini sengaja dipilih, karena keinginan besar kelompok Perupa Gorontalo, memperkenalkan karya-karyanya ke dunia luar. 

Kurator pameran, I Wayan Seriyoga Parta mengatakan, hal ini seiring dengan medan seni rupa di Gorontalo yang mulai terbentuk dan menggeliat kurun beberapa tahun terakhir.    
Adapun  karya-karya yang akan dipamerkan kali ini, telah melalui proses kuratorial dan dapat dipertanggung jawabkan nilai serta kualitas artistik dan estetikanya.

“Ini  merupakan sebuah kehormatan besar sekaligus sebagai tantangan untuk menunjukkan kualitas dan kreatifitas perupa Gorontalo, tidak saja di level nasional namun sampai ke level internasional,” ujar kurator yang juga mengajar di jurusan kriya seni, Universitas Negeri Gorontalo itu .
Selain itu, pameran ini juga bertujuan mempromosikan potensi wisata, adat dan kebudayaan  Gorontalo dalam bentuk karya seni baik lukis, kriya maupun kaligrafi.

Pihaknya tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Ketut Budiana, kurator Monkey Forest Art Gallery Ubud Bali, membuka ruang bagi para perupa Gorontalo.  Juga semua pihak yang memberikan dukungan, baik moril mapupun materil.

Perupa Gorontalo adalah kelompok seni rupa pertama di Gorontalo. Terbentuk pada 2013 silam dan bersifat inklusif. Anggotanya tidak terikat pada satu kecenderungan,  aliran dan medium seni rupa. Kelompok ini sangat terbuka bagi siapapun yang menaruh perhatian dan memajukan  seni rupa di Gorontalo. Kelompok ini juga kerap menggelar berbagai   pelatihan dan edukasi seni rupa pada masyarakat.

Farlan Adrian, 22, salah satu anggota perupa  Gorontalo mengatakan,banyak pelajaran penting dapat dikutip dari   pameran ini. “Ini satu langkah yang cukup progresif bagi kami.  juga bisa  menempa mental,menambah jejaring dan pengalaman, “ ujar  pria yang pernah meraih juara satu lomba lukis pada Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) 2016 silam itu.

“Lowali De Bali”, merupakan pameran bersama  kelima yang diselenggarakan oleh Perupa Gorontalo.

Adapun perupa yang turut memamerkan karyanya, yakni Akbar Abdullah, Anang Suryana Musa, Arya Budi, Astika Mulyasari, Fandhy  Rais, Farlan Adrian Hasan, Iwan Yusuf, Jemmy Malewa, Luthfi Hinelo, Mohamad Aziz Alkatiri, Mohamad Fauzi Malabar,  Mohammad Rivai Katili, Muh. Djufryhard, Ninox, Pipin Idris, Riden Baruadi, Ridwan Sahel, Rhyo N Kony,Suarmika,  Syam Terrajana, Suleman Dangkua, Syarif Munawar, Thalib R. Eka, Tri Andini Putri, Tri Nur Istiyani Nurdin, Yayat Gokilz. (der/r5)

Senin, 23 Oktober 2017

Jelang Galungan Pemasaran Kerajinan Emas dan Perak Lesu

Bangli,Balikini.Net---Menjelang Perayaan Hari Raya Galungan tahun ini tidak memberikan berkah bagi pengrajin emas dan perak di Bangli. Terbukti sejak empat bulan lalu pemasaran kerajinan emas  mengalami  penurunan hingga 40 persen. "Sejak empat bulan ini  kami nyaris tidak mendapatkan order,"ujar I Nengah Sukarta, perajin emas dan perak di Banjar Pande, Kelurahan Cempaga, Bangli Senin (23/10/2017).
Menurutnya, penyebab turunnya animo masyarakat untuk membeli kerajinan emas dan perak akibat naiknya harga emas di pasaran. Dimana harga emas naik mencapai Rp 580 ribu per gram.  Karena kenaikan harga emas ini, otomatis harga jual kerajinan naik. Karenanya, banyak masyarakat yang menunda melakukan pembelian produk kerajinan emas.Bagi yang ingin berinfestasi tentunya tetap membeli,sementara perak tidak bisa infestasikan "Kalau sebelumnya menjelang  hari  raya Galungan konsumen mengalami kenaikan. Namun perayaan tahun ini sangat sepi,"keluhnya.
Lebih dalam disampaikan,  menjelang perayaan hari raya Galungan, konsumen lebih dominan untuk membeli pernak-pernik upacara seperti bokor, batil dan lainnya. Sementara untuk jenis perhiasan seperi kalung,  gelang dan jenis lainnya sangat  lesu. "Kita harap  kondisinya kembali membaik sehingga perajin kami bisa bekerja seperti sebelumnya,"harapnya.
Menyinggung pemasaran kerajinan  hiasan perak, sebutnya, juga mengalami kelesuan.Karena saat ini aksesoris berbahan dasar alpaka sangat digemari di kalangan masyarakat karena sifat dan perawatannya yang mirip sekali dengan perak namun harga relatif lebih murah. Alpaka tidak memiliki kandungan perak, namun warna bisa persis perak. Orang awam yang belum mengenal logam ini pasti akan menyangka bahwa aksesoris alpaka yang dia beli berasal dari perak.
Disamping itu soal harganya juga jauh lebih murah dari perak yang asli.Harga perak masih tetap Rp 8.500 pergram" Alpaka hanya alternatif pengganti perak sudah memiliki sasaran pelanggan setia yang sulit berubah. Lagipula tidak semua orang menggemari alpaka"ujarnya.
 Dalam pengbuatan  asesoris berbahan alpaka menggunakan cetakan jauh lebih cepat dari pada membuat secara manual"Membuat secara manual dapat satu, sedang dengan cetakan bisa 100 kali lipat,harganyapun juga jauh lebih murah" ujarnya
Meski warnanya sama, sifat alpaka yang keras membuatnya sulit “diatur” menjadi sebuah aksesoris bertekstur halus dan sangat rapi. Lain halnya dengan perak yang ketika di desain bisa menjadi begitu cantik dengan lekukan sempurna. Perak juga memiliki sifat yang unik, dibandingkan dengan alpaka,karena alpaka adalah campuran antara nikel, tembaga dan seng yang berkilau seperti perak"ungkapnya [ag/r6]

Senin, 02 Oktober 2017

Baru-baru ini pemain biola, Tengku Ryo, tampil di ajang Couture Fashion Week di kota New York
Maestro Biola Indonesia, Tengku Ryo, belum lama ini berhasil memikat warga internasional lewat penampilannya di ajang tahunan Couture Fashion Week di kota New York, yang pada waktu itu juga menggelar koleksi pakaian dan asesoris dari tujuh desainer Indonesia, antara lain Yurita Puji, Agus Lahinta, Geraldus Sugeng, dan Silka Mitrasari. Ini adalah penampilan solo Tengku Ryo yang kedua kalinya di panggung Couture fashion Week, setelah sebelumnya tampil di ajang yang sama pada tahun 2015.
Maestro biola, Tengku Ryo, saat tampil di Couture Fashion Week di New York (Dok: Brama International)
(Dok: Brama International)
Maestro biola, Tengku Ryo, saat tampil di Couture Fashion Week di New York 
 

Tidak hanya gesekan biolanya yang berhasil memukau baik para penonton lokal maupun internasional yang hadir, tetapi kostum berbahan kain songket Deli yang dikenakannya juga berhasil membuat mereka penasaran.
“Ketika pertunjukkan di (New York) itu membawakan lagu yang saya buat sendiri, yang berjudul Zapin Songket Nusantara, karena dalam konteksnya sedang mempromokan juga kain songket tradisional melayu Indonesia di forum itulah,” kata Tengku Ryo kepada VOA baru-baru ini.
Dalam kesempatan itu, Tengku Ryo juga menjelaskan mengenai bahan dan filosofi dari songket yang ia kenakan kepada para penonton dan model yang bertanya.
“Salah satu penonton dari Perancis itu dia banyak bertanya. Baju yang saya pakai juga mereka mau beli,” ujar pria kelahiran Medan ini. 
“Kita cuman cukup menjelaskan saja, kain ini berasal dari apa, bagaimana cara membuatnya, kemudian apa filosofinya,” tambahnya.
Inilah yang mendorong Tengku Ryo untuk lebih semangat lagi memperkenalkan kain songket di kancah internasional
'Ini yang sedang kita bicarakan, karena peminatnya begitu banyak jadi kita akan upayakan untuk bisa juga mengirim desainer-desainer yang menggunakan bahan songket pada acara berikutnya ya," kata Tengku Ryo.

Dwitra Zaky, pendiri event organizer, Brama International di AS yang ikut mengurus pagelaran busana para desainer Indonesia dan juga penampilan Tengku Ryo di ajang Couture Fashion Week 2017 membenarkan rencara tersebut. Mereka berencana membawa beberapa desainer Sumatera dan produk-produk songket bulan Februari 2018.

Menurut musisi yang sudah pernah tampil di berbagai negara, antara lain Bosnia, Cina, Italia, Perancis, dan Turki ini, musik dan kain tradisional bisa menjadi satu paket untuk memperkenalkan warisan budaya Indonesia di kancah internasional. Musik dan kain songket pun menurutnya memiliki ikatan tersendiri.
Maestro biola, Tengku Ryo, saat tampil di Couture Fashion Week di New York (Dok: Brama International)
(Dok: Brama International)
Maestro biola, Tengku Ryo, saat tampil di Couture Fashion Week di New York 
“Ketika kita memperagakan songket, tapi kemudian misalnya musiknya dikasih musik latin, itu enggak nyambung. Harus seiring dengan musiknya, karena memang songket itu kan tenun ya, tenun yang dari benang per benangnya, kemudian pola motifnya dan segala macam itu, jika katakanlah benang-benang itu bisa berbunyi, itulah melodi yang dalam musik melayu juga. Ikatannya sangat kuat, karena di dalam tiap lekuk songket itu terdapat irama melodi,” jelas musisi yang sudah pernah merilis dua album ini.

Tidak ketinggalan, melalui musiknya, Tengku Ryo juga selalu berusaha memperkenalkan irama dan melodi melayu Indonesia yang terkadang masih terdengar asing di telinga warga internasional, sehingga membuat mereka bertanya-tanya.
“Yang coba saya tawarkan adalah memainkan musik apa pun, tapi dengan dialek atau pun dengan langgamnya melayu gitu, apakah itu membawakan lagu jazz atau apa gitu, tetapi cengkoknya atau intonasinya itu adalah intonasinya dari budaya kita,” kata Tengku Ryo.

Untuk ke depannya, Tengku Ryo akan terus berusaha mengeksplorasi kebudayaan Indonesia, khususnya melalui musik tradisional, sebagai salah satu produk yang bisa membantu memperkenalkan keunikan Indonesia. Tidak hanya di bidang pariwisata, menurut Tengku Ryo masih banyak hal yang luar biasa di Indonesia yang masih belum dieksplorasi untuk diperkenalkan ke warga internasional yang haus akan sesuatu yang baru.

“Ikut sertalah dalam pencanangan pemerintah itu, menyambut pasar global. Kalau kita punya komoditi sepetti itu kan akhirnya nanti menjadi suatu sorotan juga bagi produk-produk yang lain,” pungkas Tengku Ryo. (sub /voa )

Kamis, 04 Mei 2017

Wabup Jembrana Ingin Kemas Pertunjukan Jegog Lebih Menarik

Ajak Pimpinan OPD Saksikan Tari Kecak Di Uluwatu
Balikini.Net -Berbagai upaya terus dilakukan Pemkab Jembrana untuk mengembangkan pariwisata diwilayahnya. Saat ini Kabupaten diujung Barat Pulau Bali tengah berbenah dengan dengan menata dan membangun obyek-obyek wisata baru sebagai target destinasi wisata selanjutnya. Mulai dari pembangunan rest area disepanjang jalan Denpasar-Gilimanuk, Kebun Raya Jagatnatha sebagai pusat tanaman Usadha dan Upakara dengan koleksi tanaman endemiknya, serta pembangunan anjungan cerdas mandiri dengan konsep rest area terpadu yang pendanaan dibantu oleh pemerintah pusat.  Selain penataan fisik , untuk menarik minat wisatawan  berkunjung, Pemkab Jembrana juga menyadari pengembangan wisata itu perlu juga didukung dengan model atraksi wisata maupun budaya yang memiliki nilai jual .

Salah satunya adalah kesenian Jegog serta Mekepung sebagai sebagai kesenian khas yang hanya tumbuh diJembrana. Perlu dikemas dengan baik karena seni pertunjukan dan pariwisata memilki keterkaitan yang sangat erat. “ Kita akan kemas pertunjukan Jegog diJembrana secara kreatif dan profesional ditempat yang cukup representative pula dengan harapan memiliki nilai tambah sehingga wisatawan tertarik berkunjung,”ucap Wabup Jembrana I Made Kembang Hartawan disela-sela menonton pertunjukan Tari Kecak diJaba Pura Uluwatu, Badung beberapa waktu lalu.



Menurut Kembang , Ia sengaja mengajak beberapa pimpinan OPD untuk menyaksikan langsung , bagaimana seni pertunjukan dikemas dengan baik , profesional serta terbukti selama ini diminati wisatawan . “ Dengan mengajak pimpinan OPD , saya berharap nantinya akan tercipta  kesamaan visi bagaimana mengelola pariwisata serta mengemas pertunjukan seni yang baik ,”ucap Kembang.Kedepan,  Ia berencana merancang  model pertunjukan seni tersebut di amphitheatre  anjungan cerdas mandiri yang saat ini sedang  dibangun di desa Yehembang Mendoyo, tepatnya didepan pura rambut siwi.

Pertunjukan itu dikemas khusus bagi penyajian untuk turis, agar lebih menarik dengan menonjolkan  seni pertunjukan jegog yang karakteristiknya  hanya ada di Jembrana. “ Pertunjukan itu akan digelar secara rutin dan terjadwal,dengan mengambil waktu sore hari sehingga panorama sunset pantai rambut siwi juga bisa dilihat. Jika memungkinkan pertunjukkan Jegog digelar tiap hari, dikolaborasikan dengan atraksi mekepung tiap minggunya,  sehingga wisatawan tahu bahwa Kesenian  Jegog dan Mekepung cuma ada di Jembrana . Jadi   kalau mereka  mau menyaksikan,  mesti datang langsung kesini, “ papar Kembang.

Namun Kembang menyadari upaya itu perlu didukung dengan promosi yang baik serta kerjasama dengan biro-biro perjalanan wisata. Karena itu dalam waktu dekat apabila segala sesuatunya telah siap, ia berencana mengagendakan pertemuan dengan biro-biro wisata , mendatangi mereka  sekaligus menawarkan paket-paket wisata yang ada di Jembrana.

Pandangan senada juga disampaikan oleh Kadis Pariwisata dan Budaya Jembrana , Nengah Alit, bahwa seni pertunjukan Jegog sangat layak untuk dikembangkan. Jegog nantinya juga bisa dikolaborasikan dengan kesenian-kesenian langka yang ada di Jembrana seperti Berko, prembon dan calonarang. “ Kita sudah memiliki gambaran cara mengkemas seni pertunjukan nantinya. Bagaimana konsep , durasi, formasi serta tampilan yang diangkat sehingga wisatawan bisa tahu bahwa kalau ingin menyaksikan Jegog mesti datang ke Jembrana, tidak bisa dilihat ditempat lainnya, “ujar Nengah Alit. (abhi/r6)

Senin, 01 Mei 2017

Perayaan Hari Tari Dunia di Surakarta Berlangsung Meriah

Perayaan Hari Tari Sedunia (World Dance Day) berlangsung meriah. Antusiasme masyarakat tetap tinggi meski jumlah peserta dan venue atau lokasi pentas merosot dibanding perayaan serupa tahun lalu.


Balikini.Net,Solo - Ribuan orang menari dalam ratusan kelompok di Kompleks Institut Seni Indonesia atau ISI Surakarta selama 24 jam nonstop, Sabtu (29/4) hingga Minggu (30/4) .

Secara bergantian, kelompok tersebut menampilkan tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia maupun tari kontemporer di dalam bangunan hingga di jalanan. Tak hanya itu, ada tiga orang seniman yang akan menari selama 24 jam nonstop.

Ketua penyelenggara World Dance Day atau Hari Tari Sedunia di kampus ISI Surakarta, Wahyudiarto, mengatakan tari menembus batas wilayah menyebarkan nilai kemanusiaan dan ekspresi seni. Menurut Wahyu, ada hampir 200 grup kesenian berbagai daerah dan perwakilan negara sahabat yang ikut perayaan tersebut di Solo.

“Melalui tari, kita bergerak, melalui tari kita berpindah, dari waktu ke waktu, dari ruang ke ruang, dari daerah ke daerah, dari wilayah ke wilayah, dari negara ke negara, hingga ke seluruh jagat raya. Tari berpindah untuk menyebarkan nilai kemanusiaan, humanisme, menyebarkan nilai keadilan, untuk kita semua," kata Wahyudiarto.

"Hari ini pula, ada sekitar 190-an grup kesenian berbagai daerah di Indonesia, lintas negara, bermigrasi ke Solo, menyebarkan nilai kemanusiaan, humanisme yang sangat penting bagi kita semua," imbuhnya.

Salah seorang penonton perayaan Hari Tari Sedunia di Solo, Monika Sari, mengungkapkan peementasan ragam tarian ini sangat menarik. Menurut Monika, penyajian tema dan pementasan tarian yang berbeda tiap tahun menambah pengetahuan tentang seni berbagai daerah di Indonesia maupun dunia.

“Sangat menarik. Tidak membosankan penyajian tariannya. Sangat beragam. Perayaan ini bagi kami generasi muda, lebih mengetahui budaya daerah, budaya Indonesia, bahkan budaya dunia lewat tarian agar kita bisa melestarikannya. Ini menjadi pengalaman tersendiri bagi kami, menambah wawasan nusantara," kata Monika Sari.

Perayaan Hari Tari Sedunia di kampus ISI Surakarta diikuti berbagai kalangan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Warga beragam etnis, lintas agama, hingga lintas profesi. Komunitas warga kampung hingga komunitas sanggar seni bergantian menyajikan pementasan tarian di kampus ini. Para penonton pun diajak ikut menari bersama.

Sementara itu, Budayawan, Romo Mudji Sutrisno, saat ditemui di lokasi perayaan kampus ISI Solo, mengatakan sekarang ini Indonesia sedang sakit secara budaya.

“Inti tari itu kan menggerakkan tubuh tapi tubuh yang digerakkan dengan ruh, rasa, itu akan mengatasi segala emosi, rasionalisasi, ya karena Indonesia saat ini sedang sakit secara budaya. Karena hanya pakai pikiran, perasaan emosional," kata Romo Mudji Sutrisno.

"Nah, perayaan ini sebenarnya bisa menjadi oasis merajut kembali Nusantara menjadi Indonesia adalah kultural. Maknanya, merayakan hidup kita, tubuh ini jangan dipakai untuk hal-hal mematikan, kekerasan, dan sekarang sedang terjadi budaya senang dengan kematian, kekerasan, dan tari adalah budaya yang pro kehidupan,” jelasnya.

Perayaan serupa juga digelar pemkot Solo di 2 lokasi di Solo yaitu Kompleks Pasar Antik Triwindu dan kawasan cagar budaya Istana Mangkunegaran. Kepala Dinas Kebudayaan Pemkot Solo, Sis Ismiyati mengatakan perayaan tahun ini berbeda karena pengurangan venue atau lokasi pentas tarian.

“Untuk perayaan Hari Tari Sedunia, 29 April, pemkot Solo sudah menyiapkan berbagai kegiatan. Tidak seperti tahun lalu dan sebelumnya yang menjadi venue atau lokasi adalah jalanan sepanjang 500 meter, tahun ini kita pindah ke Pamedan Mangkunegaran dan Kawasan Pasar antik triwindu Solo, bukan di jalur utama atau jalan protokol lagi," jelas Sis Ismiyati.

"Tidak ada lagi pentas di mall, pasar tradisional, atau bandara kami evaluasi ternyata tidak efektif. Semua kita pusatkan di dua lokasi venue itu. Masyarakat menyaksikan pementasan hari tari sedunia yang berbeda dibanding tahun sebelumnya, ada tari kolosal dari sanggar seni berbagai daerah, sekolah, dan lainnya.jumalh peserta sekitar 700-an,” tambahnya.

Jumlah ini merosot drastis dari perayaan Hari Tari sedunia tahun 2016 lalu yang mencapai 6.000 penari dengan 11 venue atau lokasi pentas termasuk di berbagai pusat perbelanjaan atau mall, pasar tradisional, hingga bandara. Pemkot Solo tak lagi menggunakan pusat perbelanjaan atau mall, pasar tradisional, dan bandara tersebut sebagai lokasi menari [sub/voa]

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved