-->

Kamis, 09 Februari 2017

Sertifikasi SDM Pariwisata Jangan Sebatas Kejar Kuantitas

Sertifikasi SDM Pariwisata Jangan Sebatas Kejar Kuantitas

Balikini.Net - Forum Sumber Daya Manusia (SDM) Bali menyesalkan implementasi sertifikasi SDM pariwisata masih sebatas mengejar kuota jumlah. Sertifikasi SDM pariwisata belum menitikberatkan pada kualitas SDM yang di sertifikasi. Hal tersebut disampaikan Koordinator SDM Bali Gunawan Wicaksono, pada keteranganya di Denpasar, Kamis (9/2/2017).

Menurut Gunawan, bukti bahwa sertifikasi SDM pariwisata hanya mengejar kuantitas adalah tingkat kelulusan yang rata-rata 99,9%. Jika memang standar yang dipakai adalah standar minimal Asean maka faktor kualitas tidak boleh diabaikan. “katanya standar yang dipakai adalah standar minimal Asean, tapi nantinya perlu ada tingkatan. Uji kompetensi level dasar, level menengah, dan level atas” kata Gunawan.

Gunakan menyebutkan permasalahan dasar saat implementasi sertifikasi SDM pariwisata adalah kesiapan dari karyawan, salah satunya karyawan perhotelan. Pada konsep awal subsidi gratis dari Kementerian Pariwisata adalah untuk karyawan FB Servis, FB Kitchen, Front Office dan Housekeeping di hotel bintang 3 ke bawah. Hanya saja, kalau dipaksakan dilaksanakan, maka karyawannya yang tidak siap. Berbeda dengan staff hotel bintang 4 dan 5 yang tentu kualitasnya sudah siap untuk diuji sertifikasi. “standar Asean kok diujikan ke karyawan hotel bintang 3 ke bawah, ya mereka belum siap. Kalau staff SDM pariwisata di hotel dan restorant bintang 3 ke bawah harus dilatih dan dipersiapkan dulu sebelum diuji kompetensi” papar Gunawan.

Gunawan mengungkapkan permasalahan berikutnya saat uji kompetensi di lapangan adalah ketersediaan jumlah pegawai yang terbatas. Padahal uji kompetensi itu perlu waktu hampir 3 - 4 jam , sehingga perlu pengaturan waktu. Bila uji kompetensi dilakukan di luar hotel, maka siapa yang kerja bertugas di hotel? Jadi masih ada hotel yang tidak mau ngelepas karyawannya untuk ikut uji kompetensi yang pelaksanaannya di luar area hotel. Sedangkan kalau dilaksanakan di hotel masing masing, maka ada minimal jumlah peserta per profesi. Misalnya ada 4 atau 5 staf  FO yang diuji di hotel tersebut. Padahal, bisa saja villa / hotel tidak punya jumlah staf minimal yang diwajibkan jumlahnya.

Permasalahan berikutnya terkait Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pariwisata yang obral dan sangat mudah dan tidak serius melaukan uji kompetensi. Seakan akan dijadikan proyek bisnis karena mendapat subsidi / pembiayaan dari pemerintah. “jadi yang bersangkutan mengambil sebanyak banyaknya jatah subsidi. Padahal, dibandingkan dengan jumlah tenaga penguji (assessor), maka hal tersebut tidak logis” jelas Gunawan.

General Manager Alaya Resort Kuta, Jeffrey Wibisono mengakui bahwa sertifikasi SDM pariwisata masih sebatas untuk melengkapi standar formalitas sematan. Sebatas bahwa SDM yang bekerja telah memiliki sertifikat yang diwajibkan. “kualitas dan keterampilan masih perlu diasah lebih dalam lagi” ucap Jeffrey Wibisono.

Jeffrey Wibisono mengatakan bahwa program sertifikasi ini belum merata karena beberapa profesi belum ada penguji kompetensinya. Misalnya marketing, karena tidak ada pengujianya sehingga ditunjuk Mark Plus yang merupakan badan swasta untuk khusus bidang tersebut.

Jeffrey menegaskan permasalahan yang sering timbul adalah akibat ketidak seriusan peserta uji kompetensi. Peserta harus benar benar mengerti apa gunanya sertifikat yang akan dipegang dan apa moral obligation mereka sebagai pemegang sertifikat. Memang harus diakui bahwa peserta cenderung tidak serius karena tidak memahami pentingnya sertifikasi. “Banyak yang tidak paham, sehingga perlu keterlibatan semua pihak termasuk media massa untuk sosialisasi” papar Jefrrey.

Sebelumnya Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengingatkan kepada pekerja pariwisata di Bali untuk melengkapi diri dengan sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi merupakan bukti tertulis kemampuan tenaga kerja dan menjadi bekal bagi SDM pariwisata Bali untuk memenangkan persaingan di era globalisasi.
Sudikerta menjelaskan, sertifikasi kompetensi menjadi bagian penting dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas tenaga kerja. Selama ini, produktivitas kerapkali dipandang sebagai peningkatan efisiensi dan efektivitas yang hanya dikaitkan dengan pendidikan dan ketrampilan tenaga kerja. Padahal masih banyak faktor selain tingkat pendidikan dan skill yang perlu mendapat perhatian.

Sudikerta menegaskan untuk menghadapi tantangan ke depan, setidaknya ada tiga pilar utama yang tak boleh diabaikan yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh lembaga independen.  Dengan memperhatikan tiga pilar utama tersebut, maka optimis tenaga kerja Bali akan lebih mampu bersaing di kancah global. Ia berharap SDM Bali tak pilih-pilih pekerjaan. "Yang penting halal, dapat uang dan jadi orang mandiri," ujar Sudikerta 

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, pada periode Februari 2016, penduduk yang bekerja mencapai 2.382.466 orang. Dari jumlah tersebut, 721.776 orang bekerja pada lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel

Sedangkan Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Bali Indonesia (LSP-PBI) Siska Suzana Darmawan menerangkan bahwa seluruh tenaga kerja pariwisata wajib mengantongi sertifikat kompetensi. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012. Tanpa sertifikat kompetensi, mereka akan terkendala dalam meniti karir dan memperoleh  posisi di pasar kerja pariwisata. "Meski sangat penting, namun masih ada keengganan di kalangan pekerja dan pihak manajemen untuk melakukan sertifikasi dengan biaya sendiri" ungkap Siska Suzana Darmawan.

Menyikapi persoalan ini, pihaknya proaktif melakukan pendekatan ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Perjuangan itu membuahkan hasil karena pada tahun 2015, Bali mendapat alokasi dana untuk melakukan sertifikasi kompetensi bagi 15.000 tenaga kerja. "Di tahun 2016, kita kembali memperoleh jatah sertifikasi bagi 8.800 tenaga kerja," papar Siska Suzana Darmawan.

Hingga saat ini, tenaga kerja pariwisata Bali yang sudah tersertifikasi mencapai 25.291 orang. Pihaknya sangat berharap dukungan pemerintah untuk menuntaskan proses serifikasi kompetensi bagi tenaga kerja pariwisata. “Kita menargetkan bisa melakukan sertifikasi bagi 65 ribu pekerja hingga tahun 2017 mendatang,” imbuhnya (muliarta).



Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved