Bali Kini ,Karangasem - Bupati Karangasem I Gede Dana, menghimbau agar para petani arak memproduksi araknya secara tradisional. Hal ini untuk mempertahankan warisan leluhur yang sudah di ajeg-kan secara turun temurun dan menjadi warisan leluhur. Selain itu juga untuk mempertahankan kualitas dan keaslian dari arak Karangasem sendiri. Apalagi hal ini telah di atur dalam Peraturan Gubernur nomor 1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destinasi khas Bali. "Dalam Pergub itu kan sudah jelas, bahwa arak tradisional yang ditegaskan. Itu sudah menjadi acuan kami untuk mengerjakan apa yang harus kami kerjakan di Karangasem," tegasnya saat ditemui beberapa waktu lalu, yakni pada Sabtu, (1/5).
Saat itu, Bupati Gede Dana juga mengaku akan segera turun untuk menertibkan para produsen arak gula di sejumlah wilayah di Karangasem. Karena adanya produksi arak gula ini juga memicu sejumlah produsen arak tradisional mengeluh bahkan berdampak pada penutupan pembuatan arak tradisional rumahan yang sudah berlangsung sejak dulu.
Lantas, bagaimana dari sisi produsen arak gula sendiri? Pada Kamis, (6/1/2021) media Bali Kini berhasil menemui salah satu produsen arak gula yang berasal dari Banjar Dinas Tegallanglang, Desa Datah Kecamatan Abang Karangasem yang berinisial INS. Ditemui di rumahnya, ia mengaku telah mengembangkan arak gula baru sejak 2 tahun lalu. Dimana di kesehariannya ia sebenarnya memproduksi tuak ental, dan sudah berjalan selama 20 tahun. Namun produksi arak ental ini bergantung pada musim, artinya jika memang tidak musimnya berembun maka produksi tuak ental akan menurun. Tidak setiap hari dapat ia produksi.
"Kalau membuat arak fermentasi dengan gula dan fermipan (pengembang roti) ini baru saya jalankan, untuk menunjang jika bahan baku menipis," Ungkapnya.
Hal ini terpaksa ia lakukan untuk bisa terus memproduksi arak setiap hari, karena bahan baku arak yakni tuak ental tersebut jika memang tidak musimnya, sulit untuk ia diperoleh. "Kalau dulu saya buat arak memang menggunakan tuak murni (tanpa gula), namun sekarang kadang-kadang memperoleh embun dari tuak itu kan musiman," Bebernya. Jika tidak musimnya maka akan sulit bagi dirinya untuk memproduksi arak untuk dijual. Untuk itulah ia mencampur gula sebagai alternatif agar bisa terus berproduksi. Sementara besaran persentase dari tuak ental yang ia gunakan membuat arak fermentasi ialah sebanyak 30%.
Meski begitu, arak yang ia hasilkan tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya lain semisal metanol atau yang lainnya. Sedangkan diakuinya jika arak yang ia produksi mengandung alkohol sekitar 30% dan ada pula yang 40%. "Jika produksi arak yang 30% dari hasil penyulingan 600liter, rata-rata saya peroleh 4 jerigen yang isian 30 liter. Dan kalau yang 40% paling saya dapatkan 3 jerigen saja, " Ungkapnya. (Ami)
FOLLOW THE BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram