-->

Jumat, 25 Juli 2025

PEMERINTAH BALI DIDUKUNG MDPI DORONG PEMBUATAN LEMBAGA BENDEGA DI KABUPATEN KARANGASEM


Laporan Reporter : Ayu 

KARANGASEM, Bali Kini - Sebanyak 72 nelayan, pejabat daerah, dan akademisi berkumpul dalam Dialog Multipihak: Penguatan Kelembagaan Tradisi Bendega di Karangasem, Bali, Rabu (23/7/2025). Acara ini diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali, dan didukung oleh Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI).

Forum ini menyetujui pembentukan Bendega – sebuah lembaga adat kenelayanan – di Kabupaten Karangasem. Ke depannya, lembaga Bendega akan melindungi kekuatan nelayan dalam menghadapi permasalahan seperti konflik tata ruang dengan sektor pariwisata dan upaya pelestarian adat.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Karangasem, Nyoman Siki Ngurah menyatakan, “Bendega adalah bagian dari desa adat dan tidak ada yang berdiri sendiri. Peraturan terkait Bendega sudah ada sejak 2017, tetapi implementasinya di Karangasem belum ada. Ini sangat penting dan positif untuk kita laksanakan.” terangnya. 

Meski hidup berdampingan dengan laut, nelayan Karangasem sering kesulitan memanfaatkan ruang pesisir karena konflik sosial, lahan, dan gesekan dengan sektor pariwisata. Wayan Koat Tiarta, nelayan dari Desa Antiga Kelod, menegaskan, “Banyak nelayan masih kesulitan menempatkan perahu, terutama di wilayah sempadan pantai. Ini perlu didata dan ditindaklanjuti, siapa yang bisa melindungi kita?” katanya. 

Selain mengatasi konflik, Bendega juga bertujuan untuk pelestarian adat dan lingkungan, dengan pendekatan Tri Hita Karana (palemahan, pawongan, parahyangan).

Nengah Manu Mudita, Ketua HNSI Provinsi Bali menjelaskan, “Konsepnya mirip Subak di sektor pertanian. Bendega akan diawasi oleh Pura Segara dan bisa menaungi beberapa kelompok nelayan atau usaha bersama.”tandasnya.

Menjalankan Perda Bendega yang Ada Sejak 2017 Perda tentang Bendega sudah disahkan sejak 2017 tapi implementasi masih terbatas. Di Badung, Bendega sudah digunakan untuk menata komunitas nelayan dan pariwisata. Karangasem kini menyusul.

Dengan Perda ini, nelayan bisa lebih terintegrasi dalam tata kelola desa dan mendapat akses pendanaan daerah untuk fasilitas umum, kegiatan keagamaan, dan pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Pembentukan Bendega Harus Dimulai dari Komunitas Nelayan Sendiri. Pembentukan Bendega dilakukan dari bawah (bottom-up), dimulai dari komunitas nelayan berdasarkan wilayah Pura Segara. Pendaftaran dilakukan melalui desa dan DKP. Sinergi antar pemerintah, desa, dan adat sangat penting.

Istilah “Bendega” bermakna lebih dari sekadar profesi. Ia mencakup peran adat, sosial, dan pelestarian laut, termasuk tradisi seperti nyepi segara, saat nelayan tidak melaut untuk membiarkan alam memulihkan diri.

Yasmine Simbolon, Direktur MDPI menyatakan, “Tradisi seperti nyepi segara adalah bentuk lokal dari prinsip keberlanjutan.” katanya. 

Dialog ini diharapkan memperjelas peran dan hak nelayan dalam tata ruang pesisir, serta mendorong pengakuan kelembagaan mereka di desa dan kabupaten. Peresmian Bendega di Karangasem ditargetkan selesai akhir 2025. 

Selasa, 06 Mei 2025

Karangasem Menuju Energi Hijau: Bupati dan Wabup Tinjau PLTS Terbesar di Bali Timur


Laporan reporter: Gusti Ayu Purnamiasih 

Karangasem, Bali Kini - Kabupaten Karangasem, Bali, semakin mantap melangkah menuju era energi bersih dan mandiri. Bupati Karangasem, I Gusti Putu Parwata, bersama Wakil Bupati Pandu Prapanca Lagosa, meninjau langsung pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berskala industri terbesar di Indonesia, yang berlokasi di Dusun Winangun, Desa Tianyar Timur, Kecamatan Kubu, pada Minggu (4/5/2025).


PLTS ini dikelola oleh perusahaan Independent Power Producer (IPP) Pramana Medco Solar Bali Timur dengan kapasitas 25 Megawatt-peak (MWp), dua kali lipat dari total kebutuhan listrik seluruh Kabupaten Karangasem. Kehadiran pemimpin daerah ini menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Karangasem dalam mendukung transisi energi bersih, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta pembangunan yang berkelanjutan.


Dalam tinjauan lapangan, Bupati dan Wakil Bupati berdiskusi dengan Deputi Proyek Manager Pramana Buana Praja, membahas aspek teknis, lingkungan, dan manfaat ekonomi proyek. Bupati Parwata menekankan pentingnya pengelolaan limbah yang ramah lingkungan dan mendorong agar pembangunan ini selaras dengan visi Karangasem AGUNG.


"Dari tanah yang dulu akrab dengan kekeringan, kini tumbuh pusat energi hijau masa depan. Ini adalah bagian dari visi kita untuk menjadikan Karangasem tangguh, mandiri, dan berdaya saing," ujar Bupati Parwata.


Dengan kapasitas 25 MWp, PLTS ini menjadikan Karangasem satu-satunya kabupaten di Bali yang memiliki kuota energi listrik secara mandiri, serta menempati posisi ketiga secara nasional. Pemerintah daerah berkomitmen menjadikan proyek ini sebagai simbol transformasi Karangasem menuju masa depan yang hijau dan berkelanjutan.


PLTS ini juga menjadi bagian dari upaya Bali dalam mengembangkan energi terbarukan. Kepala Bidang Energi Baru dan Terbarukan, Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Bali, Ida Bagus Setiawan, menjelaskan bahwa PLTS di Karangasem dan daerah lainnya merupakan bagian dari inisiatif untuk membangun ekosistem energi terbarukan di Bali. "Kami terus membangun ekosistemnya mulai dari sosialisasi dan mendorong infrastruktur energi terbarukan di Bali," ujarnya.


Dengan langkah konkret ini, Karangasem menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan kemandirian energi dan mendukung pembangunan berkelanjutan di Bali.

Minggu, 02 Maret 2025

FGD Museum Pustaka Lontar Dukuh Penaban Bahas Pelestarian Warisan Budaya untuk Generasi Mendatang


Laporan Reporter ; I Gusti Ayu Purmamiasih

Karangasem, Bali Kini – Rangkaian Festival, Museum Pustaka Lontar Dukuh Penaban menggelar Forum Group Discussion (FGD)  pada Sabtu (1/3/2025) bersama para ahli, dan diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari budayawan, sastrawan, seniman, serta aktivis lontar. Acara yang di inisiasi oleh Yayasan Karya Bhuana Lestari ini, menyoroti pentingnya menjaga kelestarian naskah lontar agar tetap relevan bagi generasi mendatang. Acara ini menghadirkan empat narasumber yang ahli dalam bidangnya, yakni Sugi Lanus, Adi Wicaksono, Made Adnyana Ole, serta Jero Penyarikan Duuran Batur/I Ketut Eriadi Ariana.


 Adi Wicaksono mengkritisi fenomena masyarakat yang lebih mementingkan tren visual di media sosial yang cepat berlalu. Ia menegaskan bahwa nilai-nilai dalam lontar harus diaktualisasikan secara konsisten dan jangka panjang agar tetap hidup dalam budaya dan praktik masyarakat.


Sementara, Jero Penyarikan Duuran Batur, I Ketut Eriadi Ariana menjelaskan bahwa tata kelola khazanah lontar harus berbasis pada tiga pilar utama, yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Perlindungan mencakup konservasi, inventarisasi, pengarsipan, dan digitalisasi, sementara pengembangan berfokus pada kajian naskah, apresiasi teks, dan alih media. Pemanfaatan lontar diarahkan pada penguatan karakter, inovasi, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.


Jero Penyarikan menekankan bahwa pelestarian lontar tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan memerlukan kolaborasi berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, masyarakat adat, komunitas, dan pemerintah. Dukungan regulasi dari pemerintah sangat diharapkan agar upaya pelestarian dapat berjalan secara sistematis dan berkelanjutan.


Sementara, Ketua Yayasan Karya Buana Lestari, I Nengah Suarya berharap diskusi tersebut dapat meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga lontar sebagai bagian darid identitas budaya. "Dengan sinergi antara berbagai elemen masyarakat, lontar dapat terus lestari dan beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai budayanya," Tandasnya. 

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved