-->

Jumat, 16 Maret 2018

Desa Adat Penglipuran Laksanakan Ngusaba Bantal

Desa Adat Penglipuran  Laksanakan Ngusaba Bantal

Bangli,Balikini.Net - Ngusaba Bantal merupakan salah satu tradisi yang masih dijalankan oleh masyaraakat Desa Adat Penglipuran sudah ada sejak 700-an tahun yang lalu, yaitu pada zaman kerajaan Bangli. Berdasarkan keterangan para sesepuh/ penglingsir, desa Penglipuran merupakan sepihan dari desa Bayung Gede, Kintamani. Kata Penglipuran berasal dari kata “Pengeling dan Pura” yang artinya pengeling. Eling = ingat/ mengingat dan pura = tempat/ benteng/ tanah leluhur. Jadi penglipuran artinya ingat kepada tanah leluhur/ tempat asal mulanya. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa pendahulu/ leluhur Desa Penglipuran berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani. Ngusaba Bantal ini merupakan tradisi yang cukup unik dan hanya terdapat di beberapa desa di Kabupaten Bangli.Desa Adat Penglipuran merupakan salah satu Desa Wisata yang ada di Kabupaten Bangli dengan berbagai keunikan budaya dan prestasinya. Desa ini pernah menjadi juara 2 Nasional penghargaan Cipta Awards dan penghargaan Home Stay terbaik se Indonesia. Desa Penglipuran juga merupakan peringkat ketiga Desa Terbersih di Dunia setelah Desa Giethoorn, Belanda dan Desa Mawlynnong, India. Selain itu juga Desa ini memiliki berbagai event budaya seperti Ngusaba Ngakan, Ngusaba Paruman serta Ngusaba yang berlangsung menjelang Hari Raya Nyepi yaitu Ngusaba Bantal. Ngusaba bantal menjelang hari raya  Nyepi dan sasih keenam, bantal yang dimaksud adalah jajan Bali dan buah-buahan. Sarana yang digunakan berasal dari daun pohon jaka atau enau (ron) tidak menggunakan daun pohon kelapa (busung).Tahun 2018 ini acara Ngusaba Bantal dilaksanakan  Minggu (11//03/2018) yang mana prosesi persiapannya sudah berlangsung sejak  enam hari lalu dengan ngaturang piuning ke pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem memohon agar pelaksanaan Ngisaba Bantal ini berjalan lancar, demikian disampaikan Bendesa Adat Pakraman Penglipuran I Wayan Supat saat ditemui disela-sela acara .

Upacara Ngusaba Bantal, yang bertempat di Pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem dilaksanakan setiap satu tahun sekali tepatnya pada sasih kesanga, yaitu sebelum hari raya nyepi. Di mana lima hari sebelum puncak upacára, warga memberitahukan kepada warga yang lain (mepengarah) dengan ucapan “mepenge baas ketan”, yang artinya mempersiapkan beras ketan. Pada upacara ngusaba mi hanya menggunakan sarana jajan bantal serta buah-buahan.

Disebut Ngusaba Bantal karena banten yang dipersembahkan sebagian besar terbuat dari jajan banten, yaitu sejenis penganan yang terbuat dari ketan, gula merah, garam, kelapa dan berbentuk seperti bantal canangnyapun menggunakan daun enau.

Banten atau sarana persembahan yang digunakan dalam upacara ini adalah Banten yang berisikan sarana utama Jaja Bantal berwarna merah dan putih masing-masing banten beriisi 11 buah dan buah-buahan kenapa 11 buah  9 arah mata angin ditambah arah atas dan bawah . Jaja Bantal ini merupakan sarana upacara yang berbahan dasar ketan dan dibungkus dengan daun aren yang sudah tua serta nasi yang dibuat dari beras merah. Kemudian sarana lain diisi dengan buah-buahan dan jajanan lain yang tidak digoreng, karena dalam upacara ini tidak diperbolehkan menggunakan sarana atau jajan yang digoreng.Dalam pembuatannya tidak boleh dicicipi, jika dicicipi itu berarti tidak sukla lagi"ungkapnya.

Pelaksanaan upacara ini berlangsung dari jam 06.00 hingga 11.00 saat metabuh(Menuangkan minumantuak ) dilakukan oleh oleh para istri pengarep sebanyak 76 orang.Setiap KK membuat 3 macam banten seperti Banten Tegteg, Banten Daran dan Banten Dijeroan. Sesajen disini merupakan tradisi budaya Hindu yang dilestarikan dalam setiap upacara atau ritual adat, untuk mengucapkan, mengingat, dan memberikan rasa syukur kepada sang pencipta atas hasil panen yang melimpah"ungkapnya.[ag/r5]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved