-->

Senin, 12 Maret 2018

Dualisme Kepemimpinan, Tokoh Adat Banyuning Timur Ngadu ke Dewan Bali

Dualisme Kepemimpinan, Tokoh Adat Banyuning Timur Ngadu ke Dewan Bali

DENPASAR-Balikini.Net - Beberapa tokoh adat asal Desa Banyunung Timur Buleleng mendatangi DPRD Bali. Kedatangannya tersebut terkait kisruh dualisme kepemimpinan di Desa Banyuning Timur yang berlangsung selama 10 tahun belakangan.



Salah satu tokoh adat asal Banyuning Timur Ketut Wenten menjelaskan, selama ini di Desa Banyuning Timur ada dua pemimpin yakni Bendesa Adat berdasarkan keturunan tradisi dan Klien Desa Pakraman melalui jalur demokrasi yang modern. "Jadi di Desa Banyuning Timur ini ada dualisme kepemimpinan. Ada kepemimpinan Bendasa, ada kepemimpinan Klien Desa Pakraman. Ini (bisa) munculnya konflik pribadi," ujarnya, Kamis (08/03) kemarin.



Dari dulu, Desa Banyuning Timur dalam menentukan pemimpin berdasarkan garis  keturunan raja yang ada sejak dahulu, bahkan menjadi tradisi. Sementara kepemimpinan versi Klien Desa Pakraman merupakan sistem kepemerintahan berdasarkan mekanisme yang demokrasi dan modern. Justru, dengan adanya pemerintahan desa yang modern cenderung lebih diskriminasi dalam hal membuat aturan dan kebijakan. Misalnya saja dalam upacara di Pura. "Contohnya kalo ada upacara di Pura itu tidak semua diundang, hanya orang orang tertentu saja. Padahal aturan sebelumnya kalo ada upacara di Pura semua harus hadir," jelasnya.



Bukan hanya itu, dengan adanya dualisme tersebut, banyak aturan yang tumpang tindih. Bila dibiarkan, tak menutup kemungkinan akan terjadi gesekan sosial yang berkepanjangan karena sejak dualisme ini, hubungan warga antara banjar sangat tidak akur. "Mumpung Klien Desa Pakraman akan berakhir pada bulan Mei, kami tetua-tetua adat Desa Banyuning menginginkan alangkah baiknya kembali ke awig-awig tradisi adat. Jadi dengan begitu desa kami aman. Dulu ketika masih menggunakan tradisi adat desa kami aman aman saja. Semua berjalan dengan teratur upacara berjalan dengan lancar," tegasnya.



Sementara itu, Komisi IV yang menerima para perwakilan dari Desa Banyuning Timur menilai, awig-awig desa sudah jelas dan tegas dalam menyebutkan. Maka dari itu, pemilihan Bendesa harus berdasarkan keturunan. "Mereka tegas dengan awek awek bahwa pemilihan keberadaan Bendesa itu berdasarkan keturunan. Di Bali banyak yang begitu bahkan ada yang nyan-nyan juga," tegas Ketua Komisi IV Nyoman Parta.



Oleh karenanya, Komisi IV DPRD Bali mendesak agar pemilihan kepemimpinan Bendesa tetap mempertahankan mekanisme melalui garis keturunan. Disamping sudah tertera dalam awig-awig, juga untuk mempertahankan tradisi. "Kalau bagi kami ya karena bali ini unik kami mempertahankan yang tradisi," pungkasnya. WP

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved