-->

Jumat, 24 Oktober 2025

Pemulung Karangasem Bangun Koperasi Sampah, Ubah Kresek Jadi Penghasilan dan Jaminan Hidup

Pemulung Karangasem Bangun Koperasi Sampah, Ubah Kresek Jadi Penghasilan dan Jaminan Hidup




Laporan reporter: Gusti Ayu Purnamiasih

Karangasem, Bali Kini— Gerakan pemulung di Karangasem kini berubah lebih tertata setelah berdirinya Komunitas Pemulung Karangasem (KPK) yang dipimpin Nyoman Arya Wirayana atau Komang Arya. Dalam tiga bulan berjalan, komunitas ini telah berhasil mengolah total 12 ton sampah dan menaungi 38 pemulung yang bekerja di TPA Linggasana, Desa Butus, Bhuana Giri, Bebandem. “Kami melihat TPA sudah overload dan jadi sorotan kementerian. Secara pribadi saya bergerak, merangkul para pemulung agar lebih terorganisir, tidak seperti dulu yang hanya ambil sampah sesuka hati,” kata Arya, Jumat (24/10/2025). 

Berbeda dengan pengepul pada umumnya, koperasi ini menerima semua jenis plastik, bahkan 40 persen di antaranya berupa plastik daun atau kresek kotor yang biasanya tidak diterima tempat lain. Sampah tidak perlu dicuci, langsung dipilah, lalu dikirim ke Jember untuk diolah kembali menjadi bahan plastik. Selama tiga bulan terakhir, total sampah yang terkumpul mencapai 12 ton.

Penghasilan pemulung ikut meningkat signifikan. Harga beli plastik kini Rp1.700 per kilogram, turun dari Rp2.000, namun dengan target 50 kilogram per orang per hari, anggota mampu membawa pulang Rp80.000–Rp90.000 per hari, jauh naik dari pendapatan awal sekitar Rp30.000. Rata-rata per bulan mencapai Rp1 juta. “Sekarang anggota bisa sampai 80–90 ribu per hari, dulu paling Rp30 ribu. Dari hasil itu kami juga bayarkan BPJS Kesehatan mereka,” ujar Arya.

Sistem pengiriman sampah dilakukan rutin. Plastik daun dan kresek dikirim sebulan sekali sebanyak 4–5 ton. Jenis lain seperti gelasan plastik, botol, atau tetrapack dikirim seminggu sekali hingga dua kali sekitar 300–500 kilogram, bahkan mencapai 1,2 ton bila menggunakan truk besar. Selain menambah penghasilan warga, langkah ini turut membantu DLH Karangasem mengurangi penumpukan sampah.

Namun fasilitas masih jauh dari memadai. Ketua KPK, Ketut Nama, yang telah memulung sejak 2010, menyebut pemilahan masih dilakukan di tempat terbuka tanpa atap. “Kalau hujan kami berhenti, sampah jadi basah dan susah dipilah. Kalau panas juga berat, jadi kami sangat butuh tempat yang ada atapnya,” ujarnya. Ia juga bersyukur koperasi ini tidak mewajibkan sampah dicuci. “Untungnya bos di sini ngerti, sampah kotor tetap diterima karena di sana sudah ada mesin modern, jadi kami bisa tetap kerja cepat,” tambahnya.

Saat ini hampir semua sampah dinilai memiliki nilai ekonomis kecuali styrofoam dan mika. KPK tengah mencari cara mengolah kedua jenis tersebut agar bisa dimanfaatkan. Sampah anorganik juga  dijadikan bahan bakar bio-solar. (Ami)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved