-->

Sabtu, 16 April 2022

Saling Pukul Dengan Pelepah Pisang Sampai Hancur, Tradisi Unik Aci Tatebahan

  Saling Pukul Dengan Pelepah Pisang Sampai Hancur, Tradisi Unik Aci Tatebahan


Karangasem, Bali Kini - Para warga Desa Bugbug saling pukul menggunakan pelepah pisang sampai pelepahnya hancur? Wah, usut punya usut ini merupakan salah satu tradisi turun temurun yang dilaksanakan warga Desa Adat Bugbug, Kabupaten Karangasem. 

Pada, Jumat (15/4/2022) terlihat masyarakat Desa Adat Bugbug berkumpul di Jaba Pura Bale Agung. Sebagian krama yang notabenenya pria terlihat berbusana kamben tanpa baju alias telanjang dada. Sambil memegang pelepah pisang, mereka bersiap-siap untuk saling serang. Kemudian dengan sekuat tenaga, pelepah pisang tersebut dipukulkan ke bagian atas tubuh lawan, yakni bagian dada ataupun punggung, sampai pelepah pisang mereka hancur. 

Nah, tradisi unik ini merupakan serangkaian Aci Tatebahan ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan pertanian masyarakat setempat. Tradisi Aci Tatebahan merupakan salah satu tradisi kuno yang terus lestari hingga kini. Biasanya dilaksanakan setiap tahun, bertepatan pada penanggal 13,14 atau 15 sasih Jiyestha nuju Beteng. Makna Aci Tatebahan kalau mencermati dari kata “Tatebahan” mempunyai banyak makna. Salah satunya kalau dilihat dari sudut yadnya yang dipersembahkan, kata Tate/tata artinya cara, kemudian “Bahan” punya makna sarana. Secara sederhana kata “ Tatebahan “  dapat dimaknai dengan cara dalam mensyukuri karunia Ida sesuhunan karena hasil bumi yang baik dengan cara melakukan persembahan yadnya secara tulus dan bergembira. 

Tujuannya ialah sebagai ungkapan rasa syukur atau terimakasih dan menghormati alam yang telah berjasa memberikan kehidupan bagi seluruh umat manusia. Disamping itu, Aci ini juga dilaksanakan mengingat adanya kekhawatiran akan bencana dan bahaya lainnya yang berhubungan dengan alam gaib. Tak hanya itu implementasi dalam kaitan tradisi ini adalah guna mempertebal keyakinan terhadap ajaran Hindu, juga sebagai media mempererat hubungan baik antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, sesame manusia dan manusia dengan lingkungannya.

Jro Wakil Kelian Desa Adat Bugbug, Wibagha Parhyangan, I Wayan Artana, S.Pd., M.Pd menjelaskan, Aci Tatebahan ini sebagai bagian yang tidak lepas dari aktifitas keseharian penduduk di sektor pertanian. Wujud syukur masyarakat juga mempersembahkan sesajen yang bersumber dari hasil bumi, entah itu dari hasil sawah ataupun kebun. "Ini merupakan wujud syukur kita kepada Ida Sesuhunan (Tuhan) masih diberikan rasa untuk dapat menikmati hasil bumi yang begitu melimpah dengan hasil baik," Katanya. 

Biasanya yang dipersembahkan ialah ubi, kelapa, talengis atau sisa olahan kelapa, kacang kacangan, yang diolah menjadi lawar dan ubi diolah dicampur dengan bumbu dan parutan kelapa sehingga menjadi pengganti nasi.

Disamping itu, Aci Tatebahan ini sejatinya juga sebagai ungkapan rasa tulus serta berterimakasih kepada tabe pakulun“ Ida Bhatara Lingsir Gde Gumang “ yang sudah menganugerahkan ilmu bertani dan berkebun sehingga sampai sekarang tetap diterapkan oleh petani,  serta sebagai wujud bhakti khususnya kepada Putra Ida Bhatara Lingsir Gde Gumang yaitu tabe pakulun Ida Bhatara Gde Praja Petak yang juga disebut Bhatara Gde Bandem.

Sementara sejarah singkat Aci ini diceritakannya, pada jaman dahulu, Ida Bhatara Gde Gumang saat belum mencapai Moksha dan masih berperaga manusia mengajarkan cara atau ilmu pertanian kepada para penduduk yang tinggal diwilayah dilereng Bukit Juru atau Bukit Gumang. Karena atas jasa beliau itulah masyarakat melaksanakan Aci Tatebahan.“Ida Bhatara Gde Praja Petak di Desa Adat Bugbug berstana di wilayah Lumpadang. Pura kecil tempat disungsungnya beliau tersebut bernama “Pura Kahuripan Toh Jagat“. 

Sesuai dengan nama pura tersebut, dimana tabe pakulun Ida Bhatara Lingsir Gde Gumang menitah atau memerintahkan putra beliau untuk menjaga atau ngetohin jagat Bugbug, menjaga agar para petani  dan penggarap kebun dapat bertanam dan memetik hasil bumi. 

Sementara, disebutkan pelaksanaan Aci Tatebahan juga menguntungkan bagi kesehatan. Dipercaya pelaksanaan Tatebahan tersebut bisa melancarkan peredaran darah.  ketika tubuh terkena sabetan pelepah pisang dengan kekuatan tertentu akan menyebabkan peredaran darah ditubuh lebih lancar. "Ketika aliran darah berjalan dengan baik tanpa hambatan di seluruh tubuh kita pun lebih sehat. Dan pelepah daun pisang juga mempunyai makna sebagai wujud keteduhan, wujud berlangsungnya kehidupan. Wujud pengayoman,”ujar Wayan Artana. 

Dalam Aci ini, seluruh krama banjar adat di Desa Bugbug membuat lawar ubi dan lawar kacang dirangkai dalam karangan yang akan dipersembahkan di pura Balai Agung, serta di pola menjadi sesajen dalam bentuk 2 buah wongwongan yang nantinya dipersembahkan di natar Balai Agung . Ini merupakan wujud persembahan kepada plancah pangiring “ Ida Bhatara Gde Praja Petak (ngemit Jagat Bugbug)  dan Ida Sang Taruna Bali (Ngemit Telaga Ngembeng) “.

Uniknya sesajen ini wujudnya beda seperti sesajen pada umumnya. Wujud unik itu berupa 2 buah wongwongan seperti manusia dimana kepala, badan,  tangan dan kaki terbuat dari uraban ubi, sedangkan rambut wongwongan terbuat dari lawar kacang serta mata, hidung, mulut serta telinga terbuat dari talengis. Prosesi ini dipuput oleh mangku pura desa, dihadiri oleh Jro Bandesa, Jro Kelihan Desa, Jro wakil KDA Wibagha Parhyangan, prajuru, ancangan desa, serta utusan dari masing masing banjar adat. Usai upacara digelar, lawar ubi dan lawar sayur atau kacang-kacangan ini sebagian dinikmati oleh seluruh krama banjar dengan cara megibung. (Ami)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved