-->

Selasa, 01 Mei 2018

Penjelasan Debat Inkonsistensi dengan Tagline Satu Jalur

Penjelasan Debat Inkonsistensi dengan Tagline Satu Jalur

Denpasar ,Balikini.Net - Debat pertama Cagub Bali yakni dari calon nomor urut 1 I Wayan Koster-Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati (Koster-Ace) dan pasangan calon nomor urut 2 Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) hingga saat ini masih ramai diperbincangkan. Debat yang mengambil tema soal ekonomi, pariwisata, kebudayaan dan lingkungan hidup ini menjadi pembahasan di berbagai kalangan di Bali baik di dunia maya maupun nyata.

Pengamat politik dari Undiknas Denpasat Nyoman Subanda memberikan beberapa catatan penting soal debat pertama tersebut. Menurutnya, ada kandidat yang sebenarnya memiliki kemampuan orator tetapi tampak disampaikan secara emosional sehingga mengaburkan substansi yang ingin disampaikan. Ia menyebut, jika kedua Paslon rata-rata memiliki kemampuan orator yang mumpuni, memiliki pengalaman yang bagus. Namun kalau disampaikan dengan nada suara yang tinggi, emosional, maka akan mengaburkan pesan yang ingin disampaikan. "Publik harus paham bahwa kedua Paslon memiliki entry point yang berbeda dalam mengemas tema yang diberikan oleh KPUD," ujarnya. Tinggal bagaimana cara membuat orang paham dengan program dan visi misi masing-masing.

Kritik lain yang disampaikan Subanda adalah soal 'satu jalur'. Telah terjadi pengkerdilan tagline satu jalur seperti yang dipahami oleh sebagian masyarakat Bali selama ini. "Penjelasan soal satu jalur tidak begitu spesifik. Satu jalur itu lebih diartikan sebagai jalan cepat untuk mengambil berbagai keputusan yang pro rakyat. Kalau pada tingkat ini, satu jalur itu bukan milik partai tertentu saja, bukan milik Paslon tertentu saja. Jadi penjelasan tidak begitu spesifik," ujarnya. Satu jalur juga bisa dipahami sebagai implementasi dari program-program pusat di daerah. Bukan malah sebaliknya, membuat pembedaan antara program pusat dan daerah. Sekalipun ada otonomi daerah, tetapi sebagai sebuah negara kesatuan maka program pusat harus terimplementasi dengan baik di daerah. Untuk konteks Bali di era otonomi daerah seperti sekarang ini, pemimpin perlu melakukan berbagai inovasi dengan cepat. Daerah bisa melakukan berbagai improvisasi tetapi tetap dalam koridor otonomi daerah. Bali tidak perlu sama dengan daerah lainnya di Indonesia. Jadi satu jalur itu tidak mesti harus sama persis.

Sementara anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, Gede Sumarjaya Linggih mengatakan, secara konseptual dan operasional, Cagub I Wayan Koster belum bisa menjelaskan dengan baik berbagai pertanyaan yang disampaian oleh panelis dalam debat. "Suaranya cenderung tinggi, emosional, tetapi isinya tidak diketahui apa yang akan disampaikan. Itulah sebabnya, banyak terjadi inkonsistensi antara program, visi dan misi dengan penjelasan yang disampaikan," ujarnya. Ia menyebut beberapa contoh. Produk pertanian yang harus diserap pasar pariwisata. Regulasinya sudah ada. Tidak perlu membuat aturan baru lagi. Soal pariwisata budaya, aturan itu sudah ada, tetapi Paslon nomor 1 malah ingin membuat aturan baru. Begitu juga dengan pembangunan hotel, pembenahan destinasi dan sebagainya. "Kalau mau dicermati, dalam tiga segmen terakhir, Paslon nomor 1 asal menjelaskan hal yang sebenarnya dia sendiri tidak paham," ujarnya.(•/kos/r3)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved