-->

Kamis, 25 September 2025

Jual Penyu Hijau, Kakek 72 tahun ini Dituntut Pidana 3 Tahun

 Jual Penyu Hijau, Kakek 72 tahun ini Dituntut Pidana 3 Tahun


Laporan Reporter : Jero Ari 

Denpasar, Bali Kini  - Karena nekat menjual sàtwa Penyu yang dilindungi, seorang kakek 72 tahun asal Lombok Timur, NTB didakwa tuntutan pidana selama 3 tahun penjara oleh JPU dari Kejati Bali.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, terdakwa I Wayan Wendita alias Pak Lombok, terlihat pasrah saat Jaksa Dewa Gede Anom Rai, membacakan amar tuntutannya. Oleh JPU, ia didakwa telah memperdagangkan satwa dilindungi berupa 13 ekor penyu hijau (Chelonia mydas). 

"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengangkut, memelihara, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup tanpa ijin dari pihak yang berwenang," demikian JPU.

Perbuatan terdakwa dinyatakan melanggar pasal 40A ayat (1) huruf d Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2024 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Selain hukuman penjara, terdakwa juga dituntut agar membayar pidana denda sebesar Rp 500.000. “Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti hukuman selama 3 bulan kurungan,” tegas JPU.

Atas tuntutan Jaksa, terdakwa memohon langsung secara lusan agar diberikan keringanan hukuman. Dirinya menyadari sudah usia lanjut dan dalam kondisi sakit (stroke ringan), seprti biasa berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan yang melawan hukum.

Diterangkan Penasihat hukumnya, Gusti Agung Prami Paramita usai sidang kasus ini terungkap setelah tim Ditreskrimsus Polda Bali melakukan penggeledahan di rumahnya di Banjar Pikah, Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung, pada Jumat 21 Maret 2025.

Penyelidikan dini hari itu berdasarkan informasi dari masyarakat. Terbukti polisi menemukan 11 ekor penyu hidup dan 2 ekor dalam keadaan mati yang disimpan di pekarangan rumah terdakwa. Seluruh satwa itu diakui milik terdakwa sendiri. Ia membeli penyu dari seorang nelayan bernama Beni, warga Desa Jero Waru, Kecamatan Jero Waru, Lombok Timur. Beni disebut sebagai satu-satunya sumber pasokan terdakwa.

Ia membeli 13 ekor penyu dari Beni dengan harga Rp 2,2 juta. Dan mengambil sendiri ke pantai Desa Jero Waru, Lotim, NTB tempat penyu tersebut ditaruh. Dengan menumpang Truk, Ia berhasil masuk pelabuhan Lembar menuju  menyeberang ke Bali tanpa hambatan.

Setibanya di Bali, sekitar pukul 02.30 Wita, truk berhenti di Bypass Ngurah Rai, Kesiman Kertalangu, tepat di sebelah utara Patung Titi Banda. Di lokasi itu, terdakwa dan sopir menurunkan muatan sebelum dipindahkan lagi ke mobil pikap sewaan. 

Dari sana, ia melanjutkan perjalanan hingga tiba di rumahnya di Blahkiuh pada Senin 17 Maret 2025 sekitar pukul 04.00 Wita. Ongkos perjalanan dibayar langsung oleh terdakwa Rp 125.000 untuk sopir angkutan umum, Rp 600.000 untuk sopir truk, dan Rp 150.000 untuk sopir pikap.


Terdakwa mengaku sudah beberapa kali membawa penyu dari Lombok ke Bali. Bahkan ketika masih sehat, ia sempat membonceng seekor penyu menggunakan sepeda motor. “Semua penyu itu dijual dengan harga bervariasi, mulai Rp 500 ribu untuk ukuran kecil hingga Rp 1,5 juta untuk ukuran besar. Jika 13 penyu tersebut laku terjual, Wendita memperkirakan mendapat keuntungan sekitar Rp 1 juta,” tutur Prami.

Dalam sidang, JPU Dewa Anom menegaskan terdakwa sadar bahwa penyu hijau merupakan satwa yang dilindungi. Meski demikian, ia tetap memperdagangkan satwa itu tanpa dokumen atau izin resmi.

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved