-->

Kamis, 04 September 2025

DPRD Bali Ajukan Dua Raperda Baru: Keterbukaan Informasi Publik dan Transportasi Pariwisata Berbasis Aplikasi


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini — DPRD Provinsi Bali resmi menyampaikan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif dalam Rapat Paripurna ke-1 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026. Kedua Raperda tersebut yakni Raperda tentang Penyelenggaraan Keterbukaan Informasi Publik dan Raperda tentang Penyelenggaraan Layanan Angkutan Sewa Khusus Pariwisata Berbasis Aplikasi di Provinsi Bali, Rabu (3/9/2025) 


Ketua Bapemperda DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya, SS., M.Si., menegaskan bahwa penyusunan kedua Raperda ini berangkat dari kebutuhan hukum dan sosial di masyarakat.


Keterbukaan Informasi Publik


Dalam paparannya, Tama Tenaya menyebut keterbukaan informasi publik merupakan pilar utama demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, praktik di lapangan masih menghadapi tantangan serius, mulai dari rendahnya kepatuhan badan publik, keterlambatan respons terhadap permohonan informasi, hingga terbatasnya kapasitas PPID.


“Melalui Raperda ini, Pemprov Bali wajib menjamin hak masyarakat memperoleh informasi publik dengan cepat, mudah, dan biaya ringan,” ujarnya.

Raperda ini nantinya akan mengatur 13 Bab dengan 40 Pasal, mencakup hak dan kewajiban, kelembagaan PPID, klasifikasi informasi, standar layanan, mekanisme sengketa informasi melalui Komisi Informasi Bali, hingga peran serta masyarakat dan mekanisme evaluasi.


Transportasi Pariwisata Berbasis Aplikasi


Selain itu, DPRD Bali juga mendorong regulasi terkait transportasi wisata berbasis aplikasi yang semakin marak digunakan wisatawan. Raperda ini dinilai penting untuk menjamin layanan transportasi yang aman, nyaman, terjangkau, sekaligus sejalan dengan nilai budaya lokal.


“Regulasi ini hadir untuk memberi kepastian hukum bagi semua pihak, baik pengemudi, perusahaan aplikasi, pelaku usaha lokal, maupun konsumen,” jelasnya.


Raperda yang terdiri dari 12 Bab dengan 17 Pasal ini mengatur kewajiban penyedia aplikasi dan perusahaan angkutan, standar pelayanan minimal, sistem pengawasan, perlindungan konsumen, partisipasi masyarakat, hingga sanksi administratif. Raperda juga menekankan pentingnya pelibatan tenaga kerja lokal, dukungan terhadap UMKM, dan promosi destinasi Bali melalui platform digital.


Harapan DPRD


Tama Tenaya menegaskan, kedua Raperda ini merupakan upaya DPRD Bali dalam merespons dinamika pembangunan daerah, terutama di bidang pemerintahan terbuka dan transportasi pariwisata yang berbasis teknologi.


“Kami berharap masyarakat, tokoh adat, akademisi, dan seluruh pemangku kepentingan ikut memberikan masukan agar Raperda ini nantinya aplikatif, berdaya guna, dan berhasil guna,” pungkasnya.


Rapat paripurna yang digelar pada Buda Pon Watugunung, 3 September 2025 tersebut dihadiri Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, pimpinan DPRD, Sekda beserta jajaran, kelompok ahli, serta tamu undangan lainnya. 

Sabtu, 16 Agustus 2025

DPRD Bali Sahkan Raperda Bale Kerta Adhyaksa, Perkuat Penyelesaian Perkara Adat


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini – DPRD Provinsi Bali resmi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bale Kerta Adhyaksa dalam Rapat Paripurna ke-34, Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025. Raperda ini diharapkan menjadi instrumen strategis dalam memperkuat penyelesaian perkara adat melalui pendekatan mediasi yang partisipatif dan restoratif.

Ketua Tim Pembahasan, Agung Bagus Tri Candra Arka, SE., menjelaskan bahwa Bale Kerta Adhyaksa akan berfungsi sebagai lembaga pendamping Kerta Desa Adat dalam menangani perkara adat (wicara), sekaligus menjembatani persoalan hukum adat dengan lembaga negara seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan instansi pemerintah terkait.

“Bale Kerta Adhyaksa hadir untuk meminimalisir dampak perkara hukum terhadap kehidupan sosial masyarakat adat, dengan mengedepankan asas penyelesaian yang sederhana, murah, cepat, serta berbasis keadilan restoratif,” ujarnya.

Pembahasan Raperda ini berlangsung sejak 6 hingga 12 Agustus 2025, melalui serangkaian agenda mulai dari penyampaian penjelasan Gubernur, pendalaman di komisi DPRD, hingga rapat konsultasi bersama Kejaksaan Tinggi Bali. Fraksi-fraksi DPRD (PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra-PSI, dan Demokrat-Nasdem) seluruhnya memberikan dukungan terhadap pengesahan regulasi ini.

Raperda Bale Kerta Adhyaksa terdiri dari 12 bab yang mengatur mulai dari asas, maksud dan tujuan, kewenangan pemerintah daerah, pembentukan lembaga dan struktur organisasi, fungsi serta wewenang Bale Kerta Adhyaksa, hingga mekanisme pendanaan.

Landasan hukum penyusunan Raperda ini antara lain UUD 1945, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 15/2023 tentang Provinsi Bali, serta Perda Bali No. 4/2019 tentang Desa Adat.

DPRD Bali menegaskan, hadirnya Bale Kerta Adhyaksa tidak akan mengurangi kewenangan Kerta Desa Adat, melainkan memperkuat dan memfasilitasi penyelesaian perkara adat secara akuntabel, efektif, dan sesuai nilai-nilai kearifan lokal.

“Keberadaan Bale Kerta Adhyaksa diyakini mampu memperkuat kedamaian, kemandirian, dan harmoni desa adat di Bali, bahkan berpotensi menjadi model nasional bagi daerah lain yang memiliki karakteristik budaya serupa,” tutup Agung Bagus Tri Candra Arka.

Kamis, 14 Agustus 2025

Fraksi Gerindra-PSI Soroti Beban Desa Adat dan Potensi Konflik Norma dalam Raperda Bale Kertha Adhyaksa


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini– Fraksi Gerindra-PSI DPRD Provinsi Bali memberikan sejumlah catatan kritis terhadap Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat. Pandangan umum tersebut disampaikan Gede Harja Astawa dalam Rapat Paripurna ke-31 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025, Senin (11/8/2025).

Gerindra-PSI mengapresiasi inisiatif Kejaksaan Tinggi Bali yang bertujuan memperkuat penegakan hukum berbasis kearifan lokal. Namun, fraksi mengingatkan agar niat baik tersebut tidak berujung pada penumpukan beban tugas di Desa Adat yang sumber daya manusianya berbeda-beda.

“Optimisme saja tidak cukup. Tanpa memperhatikan realitas di lapangan, peraturan ini hanya akan menjadi pajangan di perpustakaan,” tegas Harja Astawa.

Fraksi juga mempertanyakan penggunaan kata Adyaksa dalam judul Raperda, yang identik dengan Kejaksaan. Menurut Gerindra-PSI, hal ini bisa menjadi pisau bermata dua dan berpotensi memicu kerumitan jika lembaga penegak hukum lain membuat wadah serupa.

Selain itu, fraksi meminta penjelasan terkait Naskah Akademik dan penjabaran pasal demi pasal, yang hingga pandangan umum dibacakan belum mereka terima. Mereka menilai hal ini penting untuk memastikan keabsahan prosedural dan substansi hukum.

Gerindra-PSI juga menyoroti sejumlah inkonsistensi istilah, potensi konflik norma dengan Perda Desa Adat Bali Nomor 4 Tahun 2019, serta ketidaksesuaian dasar hukum Raperda yang menggunakan KUHP baru, padahal baru berlaku pada 2 Januari 2026.

“Jika Naskah Akademik belum tersedia, pembahasan sebaiknya ditunda. Empat komponen dasar — subjek hukum, pokok sengketa, hukum materiil, dan hukum acara — harus jelas untuk menghindari tumpang tindih kewenangan,” jelasnya.

Fraksi menegaskan bahwa pembentukan Bale Kertha Adhyaksa harus selaras dengan nilai kejujuran, kecakapan, dan kemerdekaan dalam penegakan hukum, serta sinkron dengan aturan yang berlaku agar tidak menimbulkan masalah kelembagaan di kemudian hari. 

DPRD Bali Dukung Penuh Pembentukan Bale Kertha Adhyaksa sebagai Penguat Keadilan Restoratif Berbasis Adat


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini– Fraksi PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Demokrat-Nasdem DPRD Provinsi Bali menyatakan dukungan penuh terhadap Raperda tentang Bale Kertha Adhyaksa di Bali. Dukungan itu disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-31 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025 di Denpasar, Senin (11/8/2025).

Ketiga fraksi menilai pembentukan Bale Kertha Adhyaksa merupakan langkah strategis memperkuat sistem keadilan restoratif berbasis kearifan lokal, sejalan dengan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat. Lembaga ini diharapkan mampu menjembatani hukum adat dengan hukum positif dalam penyelesaian sengketa, perkara pidana ringan, dan konflik sosial melalui musyawarah.

“Bale Kertha Adhyaksa bukan untuk menempatkan Kerta Desa Adat di bawah subordinasi, tetapi sebagai kemitraan fungsional yang saling melengkapi,” tegas juru bicara fraksi, I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya.

Dalam pandangannya, fraksi-fraksi menyampaikan lima catatan strategis:

1. Penguatan kelembagaan agar memiliki kepastian hukum dan legitimasi jelas.

2. Penguatan koordinasi guna mencegah tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum dan otoritas adat.

3. Pengaturan sanksi adat yang eksplisit, baik sekala maupun niskala, sebagai instrumen pemulihan sosial.

4. Optimalisasi instrumen hukum untuk mendukung visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

5. Penguatan dokumentasi dan pelaporan digital demi akuntabilitas dan referensi penyelesaian perkara di masa depan.

Fraksi-fraksi juga mengapresiasi langkah Gubernur Bali dan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali yang telah melakukan sosialisasi Raperda ke sembilan kabupaten/kota, memastikan aspirasi masyarakat terakomodasi.

Mereka optimistis pengesahan Raperda ini akan menjadi tonggak sejarah bagi kemandirian desa adat di Bali dan bisa menjadi model nasional bagi daerah lain dengan karakter sosial budaya serupa

Minggu, 10 Agustus 2025

DPRD Bali Setujui Perubahan APBD 2025, Defisit Berkurang Rp47,3 Miliar


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini - DPRD Provinsi Bali resmi menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan APBD Semesta Berencana Tahun Anggaran 2025 menjadi Peraturan Daerah. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna ke-28 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPRD Bali, Rabu (6/8/2025).

Dalam pendapat akhirnya, DPRD Bali menyebutkan bahwa perubahan APBD tahun ini dirancang dengan defisit sebesar Rp752,346 miliar. Angka ini turun Rp47,314 miliar dibanding APBD induk 2025 yang sebelumnya defisit Rp799,660 miliar. Target pendapatan daerah dalam APBD perubahan mencapai Rp6,656 triliun atau naik Rp628,507 miliar dari APBD induk, sementara belanja daerah meningkat menjadi Rp7,408 triliun atau bertambah Rp581,192 miliar.

Pembiayaan neto tercatat positif sebesar Rp222,268 miliar, berasal dari penerimaan pembiayaan Rp623,732 miliar (dari SILPA 2024) dan pengeluaran pembiayaan Rp401,464 miliar untuk penyertaan modal dan pembayaran utang. Guna menutup defisit, pemerintah daerah akan mengandalkan pinjaman daerah sebesar Rp530,078 miliar.

Wakil Koordinator Pembahas Drs. I Wayan Gunawan, M.A.P., dan Koordinator Pembahas Drs. Gede Kusuma Putra, Ak., MBA., MM., dalam rapat tersebut juga menyampaikan beberapa rekomendasi kepada Pemprov Bali. Di antaranya, optimalisasi pendapatan dari kawasan Pusat Kebudayaan Bali dan Nusa Dua, percepatan implementasi Perda Nomor 7 dan 8 Tahun 2023 yang selama 1,5 tahun belum memberi kontribusi PAD, serta program bedah rumah bagi warga kurang mampu mulai tahun anggaran 2026.

“Kami Dewan menyetujui untuk menetapkan Raperda di atas menjadi Perda,” tegas Wayan Gunawan di akhir sidang.

Berdasarkan indikator makro, target pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2025 dipatok pada kisaran 5,50–6,00 persen, kemiskinan 3,57–3,93 persen, pengangguran terbuka 1,87–2,35 persen, IPM 78,78, dan gini ratio 0,343–0,347.

Jumat, 25 Juli 2025

Fraksi Golkar Soroti Penurunan Belanja Modal dan Anggaran Pendidikan dalam Raperda Perubahan APBD Bali 2025


Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini -  Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Bali menyampaikan sejumlah catatan kritis dan masukan tajam terhadap Raperda Perubahan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2025 dalam Rapat Paripurna ke-25, Senin (21/7/2025). Pandangan umum fraksi yang dibacakan oleh Drs. I Wayan Gunawan, MAP., menyoroti berbagai dinamika perubahan struktur anggaran, termasuk penurunan belanja modal dan pengurangan signifikan anggaran di bidang pendidikan.

Fraksi Golkar menyoroti realisasi pendapatan daerah hingga 20 Juni 2025 yang baru mencapai Rp2,77 triliun atau 45,96% dari target. Namun, optimisme tetap disampaikan atas target pendapatan sebesar Rp6,5 triliun, termasuk proyeksi Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang diyakini mampu melampaui target Rp400 miliar.

Namun, kekhawatiran mencuat terhadap turunnya alokasi belanja modal yang menyusut Rp158,9 miliar atau 15,77%. Golkar menilai penurunan ini mengancam peningkatan layanan publik jangka panjang. Bahkan hingga pertengahan tahun, realisasi belanja modal baru menyentuh Rp48,2 miliar (4,79%).

Lebih lanjut, Fraksi Golkar juga menyoroti belum dialokasikannya anggaran untuk program strategis "Satu Keluarga Satu Sarjana", meskipun mendapat sambutan positif dari masyarakat. Tak hanya itu, anggaran untuk Trans Metro Dewata sebesar Rp57 miliar juga dipertanyakan peruntukannya karena dinilai belum efektif dalam melayani masyarakat.

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mendorong efisiensi anggaran juga turut berdampak pada pemangkasan di berbagai sektor, termasuk pendidikan yang turun Rp39 miliar, BNPB Bali turun Rp4,4 miliar, serta Dinas Kominfo dan Statistik yang dipotong Rp146 miliar. Golkar mendesak penjelasan atas langkah pemotongan ini, terutama mengingat urgensinya dalam pelayanan publik dan mitigasi bencana.

Fraksi Golkar juga mengangkat sejumlah isu aktual seperti ketegasan terhadap pelanggaran RTRW, polemik kewenangan Majelis Desa Adat, serta kerusakan jalan nasional Denpasar-Gilimanuk dan irigasi di kawasan pariwisata. Tak ketinggalan, mereka mendesak Gubernur untuk turun tangan atas kasus beras oplosan, kematian ikan di Danau Batur, dan permasalahan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang belum menyerap semua siswa.

Terkait dimasukannya proyek pembangunan Bali Utara ke dalam RPJMN 2025-2026 melalui Perpres No. 12/2025, Golkar meminta tanggapan resmi Gubernur untuk memastikan komitmen pusat benar-benar diwujudkan demi pemerataan pembangunan. 

Fraksi Demokrat-NasDem Kritisi Rencana Pinjaman Daerah dalam Perubahan APBD Bali 2025


 Laporan reporter: I Made Arnawa

Denpasar, Bali Kini – Fraksi Demokrat-NasDem DPRD Provinsi Bali menyampaikan kritik tajam terhadap rencana perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Tahun Anggaran 2025. Dalam rapat paripurna ke-25, juru bicara Fraksi, I Gusti Ayu Mas Sumatri, menyatakan bahwa rancangan pendapatan yang disampaikan Gubernur Bali dinilai terlalu pesimis, khususnya dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Fraksi menyoroti rencana pinjaman daerah sebesar Rp347 miliar untuk menutup defisit Rp569 miliar, padahal mereka yakin defisit tersebut bisa ditutup tanpa utang jika PAD ditingkatkan secara realistis berdasarkan tren data tiga tahun terakhir. Mereka mengusulkan penerapan metode analisis deret waktu (time series analysis) sebagai pendekatan perencanaan anggaran yang lebih masuk akal dan berbasis data nyata.

Selain masalah pendapatan dan belanja, Fraksi Demokrat-NasDem juga mempertanyakan lonjakan belanja operasional yang naik Rp500 miliar dibanding tahun sebelumnya, di tengah upaya efisiensi nasional. Mereka menuntut penjelasan logis dari Gubernur atas kenaikan tersebut.

Tak hanya itu, fraksi juga menyoroti persoalan klasik seperti pengangkatan tenaga kontrak yang belum tuntas, potensi bencana akibat cuaca ekstrem, hingga masalah sampah dan kemacetan yang makin akut. Mereka juga mengkritik maraknya vila ilegal yang dinilai menggerus pendapatan sektor perhotelan serta menyarankan penguatan koperasi dan pasar tradisional sebagai penyeimbang ekspansi toko modern.

Di sisi lain, Demokrat-NasDem mendorong Gubernur Bali untuk lebih serius mengembangkan wilayah luar Denpasar, seperti melanjutkan pengembangan Dermaga Cruise Manggis, Pelabuhan Amed, dan wacana Bandara Buleleng demi pemerataan pariwisata.

"Kami berharap tanggapan Gubernur bisa menjawab keresahan dan logika fiskal yang kami bangun berdasarkan data riil, bukan sekadar asumsi pesimistis," tegas Mas Sumatri menutup pandangan fraksi.

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved