Bali Kini ,Denpasar - Sebelum pandemi covid-19 mewabah ke seluruh dunia, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar sejak awal tahun 2020 telah merancang sebuah sistem yang mempermudah jalannya persidangan agar lebih efektip dan lancar.
Beberapa hal yang diterapkan oleh PN Denpasar salah satunya dengan membuka web atau akses internet yang diperuntukkan untuk segala informasi tentang persidangan di pengadilan yang beralamat di jalan PB.Soedirman Denpasar.
Dimana kedepannya nanti, masyarakat atau pengunjung dapat mengetahui hasil putusan dari persidangan baik itu dalam hal perkara Perdata, Pidana atau Tindak Pidana Korupsi.
Penerapan ini dimaksudkan guna mengurangi membludaknya pengunjung yang datang ke persidangan. Karena terpantau sebelum pandemi ini ada, suasana di Pengadilan Negeri Denpasar dari ruang Candra (pojok selatan) hingga ruang Kartika di pojok utara selalu dijejali pengunjung sidang. Bahkan terdakwa dan jaksa yang akan menjalani proses persidangan harus berdesak desakan.
Tidak sampai disitu, di bawah kepemimpinan Sobandi,SH.MH selaku Kepala Pengadilan Ngeri Denpasar, menerapkan jadwal sidang dengan pambagian waktu sidang untuk Perdata pada hari Sening, Rabu dan Jumat. Sedangkan untuk perkara Pidana dijadwalkan sidang pada hari Selasa dan Kamis.
"Dengan sistem jadawal sidang perdata dan pidana, setidaknya dapat menekan membludaknya pengunjung serta memperlancar proses persidangan," demikian Soebandi.
Selama dua bulan sistem ini berjalan di PN Denpasar, kemudian sekitar bulan Februari Pulau Dewata terpapar wabah virus yang menjadi perhatian duania. Selanjutnya turun SK KMA No. 108/KMA/IV/2020 tentang Kelompok Kerja Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.
Dalam hal ini, PN Denpasar tidaklah kelimpungan dalam menerapkan aturan yang mengharuskan melakukan proses jalannya sidang secara online atau virtual. Karena hal ini sudah dipersiapkan PN Denpasar sebelum masa pandemi terjadi.
Termasuk tentang penerapan protokol kesehatan yang mengharuskan mengurangi jumlah orang berkumpul atau bagaimana menjaga jarak kontak fisik. Hal inipun juga telah terjadi dan dilakukan sebelum pandemi dengan mengatur jadwal sidang Perdata dan Pidana.
Setelah sidang online ini berjalan, sudah maksimalkah proses hukum dalam menerapkan keadilan di pengadilan negeri yang masih menyidangkan sejumlah perkara di wilayah hukum Denpasar dan Badung.
Ataukah sidang virtual akan tetap dilakukan sebagai alibi atau upaya menutupi celah hukum sebuah perkara yang dalam tanda kutip disebut 'Sidang Tikus'.
Desi Purnani, SH.MH Kordinator Posbakum PN Denpasar, menyikapi sistem peradilan secara virtual yang masih berjalan saat ini ada dua hal. Pertama dalam kondisi pandemi saat ini maka sidang secara virtual sangat efektif dalam upaya mencegah penyebaran covid-19.
Selanjutnya, hal yang kedua dinilainya kurang efisien bagi pihak pengacara atau penasehat hukum. Karena, kata dia dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pendamping hukum jadi tidak dapat melakukan secara maksimal.
"Dengan sistem online, terbatas ruang gerak untuk bertemu klien yang ada di ruang tahanan baik itu dari lapas maupun di rutan. Kesulitan untuk bisa mengeksplor semua pertanyaan saat mengkonfirmasi. Sperti untuk melihat pembuktian barang bukti dan pertanyaan ke klien," ungkap wanita yang juga sebagai Ketua PBH Peradi Denpasar.
Kendala lainnya menurut, ibu satu anak ini soal sarana dan prasarana yang menyangkut masalah internet. "Sejauh ini jaringan koneksinya kurang maksimal. Terkadang saat bicara sampai harus teriak. Perlu adanya hous yang khusus untuk mengatur tekniksnya. Jika seperti ini, bagaimana penasehat hukum maksimal dalam menangani masalah hukum yang dihadapi kliennya," kata Desi Purnani.
Apa yang diungkapkan Desi Purnani ini cukup beralasan, banyak sejumlah terdakwa mengaku suara yang tidak terdengar. Sebagaimana saat sidang Jerinx SID hingga memilih untuk wolkout dari sidang online dan memaksa untuk digelar sidang tatap muka langsung.
Senada juga diungkapkan Made Murtika Sasmara Putra, SH Pengacara Pada Kantor Hukum “AKA Law Firm” bahwa SK KMA No. 108/KMA/IV/2020, menurutnya tidaklah dimaksudkan persidangan harus dilaksanakan secara online, tetapi sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan secara online dapat dilaksakanakan serta tata caranya.
Dengan demikian sebagai praktisi hukum yang menangani perkara pidana juga harus memiliki ilmu tambahan yaitu penguasaan alat-alat IT disamping penguasaan materi perkara. Berbeda dengan Persidangan secara konvensional yang dihadiri langsung oleh terdakwa, jaksa, saksi, penasehat hukum dan majelis sebagai Pemutus perkara.
Menurutnya, sidang secara virtual atau online yang digadang-gadang sebagai solusi dunia peradilan Indonesia dimasa pandemi dirasa sulit untuk membuktikan kebenaran materiil dan bisa memberikan rasa adil. Itu dikarenakan proses persidangan secara online masih memiliki banyak kendala berkaitan dengan sarana dan prasarana pendungkung persidangan.
" Ya seperti halnya soal jaringan internet yang up and down yang mengakibatkan koneksi menjadi terputus-putus, suara audio yang kurang jelas, sehingga selaku PH kurang maksimal dalam membela kliennya," ungkap pengacara muda ini.
Dan yang paling dirasakan oleh Penasehat Hukum, kata dia pada saat agenda pembuktian dan agenda saksi untuk bisa mendapatkan keyakinan hakim yang hakiki. Kini hilangnya interaksi langsung atau tidak dihadapkannya saksi maupun teradakwa secara langsung dihadapan hakim dirasakan menjadi kendala maupun tantangan terberat oleh Penasehat Hukum.
"Pada proses ini adalah penentu untuk mempertahankan dalil-dalil atau membantah dalil-dalil yang dipersangkakan diluar kendala-kendala lainnya," Jelas Putra, yang juga selaku Tenaga Ahli Fraksi DPRD Kota Denpasar.
Sebagai Solusi, menurutnya dari sudut pandang praktisi hukum dapat memberikan beberapa point masukan yaitu agar proses peradilan dapat dikembalikan seperti awal atau tatap muka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Saran ataupun masukan ini, kata dia dikarenakan dalam SK KMA No. 108/KMA/IV/2020 tidak mewajibkan persidangan secara online sehingga tidak ada pertentangan dengan surat keputusan tersebut di atas apabila persidangan dilaksanakan secara offline kembali.
Namun apabila atas dasar pertimbangan-pertimbangan lainnya persidangan secara offline tidak dapat dijalankan meskipun sudah menjalankan protocol kesehatan diharapkan peradilan secara online dapat benar-benar dirasakan memberikan keadilan.
Setidaknya jika tetap harus online, agar lebih mempersipkan sarana dan prasana pendukung yang lebih memadai sehingga tidak menggangu proses atau jalannya persidangan.[arr5]
FOLLOW THE BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram