-->

Rabu, 04 April 2018

Sikapi Polemik Ranperda Tabuh Rah Ini Solusi yang Disampaikan Wiratha

Sikapi Polemik Ranperda Tabuh Rah  Ini Solusi yang Disampaikan Wiratha

Foto: I Negah Wiratha
DENPASAR-BaliKini.Net - Mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI perwakilan Bali periode 2009-2014 I Negah Wiratha, menolak dengan tegas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang tajen atau tabuh rah  yang dituangkan dalam materi Ranperda Atraksi Budaya Tradisional Bali oleh DPRD Bali. Menurut dia, Perda adalah bagian dari hukum positif, jika tajen diatur dalam Perda, jelas bertentangan dengan UU di atasnya, yakni pasal 303 KUHP tentang perjudian.

Sebagai solusi, Wiratha menyarankan agar pemerintah daerah, DPRD dan kepolisian daerah membuat Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengatur aktivitas tajen. Sebab, dia menjelaskan, dalam pasal 303 huruf (2) KUHP dimungkinkan untuk itu. “Di pasal itu ada kalimat pengecualian ‘bisa digelar seizin penguasa daerah’. Lagi pula MoU bukan bagian dari hukum positif,” kata Wiratha di Denpasar, Rabu (4/4).

Sewaktu menjadi senator, dia mengaku sempat membahas tentang tajen dengan Kabareskrim Mabes Polri. Ia diingatkan agar tidak membuat perda tentang tajen karena itu bagian dari hukum positif dan dapat menjebak masyarakat. “Memang tajen atau tabuh rah itu tidak akan bisa dihapus di Bali, karena itu budaya yang melekat. Tapi kita atur dalam MoU. Dulu saya sudah sering membahasnya. Sekarang saya terpanggil memberi imbauan karena saya cinta Bali,” imbuh pria asal Kerobokan, Badung ini.

Ia tak memungkiri, tajen di Bali ibarat mata pisau. Di satu sisi memberi efek perputaran ekonomi, hingga peningkatan pendapatan daerah, di sisi lain, tajen memicu kesengsaraan karena menjadi penyakit masyarakat. Sehingga melalui MoU itu, diharapkan tajen memberi manfaat positif. Meski ia tak membahas secara teknis, dalam MoU tersebut nantinya diharapkan mengatur tentang pengelolaan tajen dengan baik. “Misalnya bulan Januari itu aktivitas tajen difokuskan di Jembrana. Daerah lain dilarang, kecuali tabuh rah untuk kepentingan ritual tanpa unsur judi. Begitu seterusnya di daerah lain,” imbaunya.

Menurutnya, hal itu akan mempercepat roda perekonomian di daerah dan mampu membendung niat ‘bebotoh’ atau penjudi yang jarakknya cukup jauh dari lokasi yang ditentukan. Hal itu juga dinilai mampu menyedot perhatian wisatawan mancanegara seperti halnya di Singapura, Malaysia dan negara lain yang mengelola judi dengan baik. Berbeda dengan saat ini, di suatu desa di Bali aktivitas tajen bisa berlangsung 24 jam, sama sekali tidak ada yang mengatur, sehingga hanya menimbulkan kemiskinan, setelah miskin maka cenderung berbuat kriminal.

Pada momentum tahun politik ini, dia mengingatkan agar anggota DPRD Bali tidak memanfaatkan tajen sebagai ‘jualan’ politik. Mengingat masyarakat Bali yang menyukai tajen sangat signifikan. “Saya mengingatkan kawan-kawan di DPRD agar tidak terjebak dengan hal ini, walaupun kita tahu ini adalah tahun-tahun politik,” ujar dia mengingatkan.

Sebelumnya, Ketua Pansus Ranperda Atraksi Budaya Bali Wayan Gunawan membantah tujuan ranperda tersebut untuk melegalkan tajen. “Kami tidak menysusun ranperda berkaitan dengan persoalan judi tajen. Kami menyusun ranperda yang mengatur atraksi untuk pelestarian budaya Bali,” bantahnya, Selasa (3/4). 

Sesuai dengan namanya, Atraksi Budaya adalah bentuk dari kebudayaan Bali seperti, pertunjukan karya seni, hasil karya seni, adat istiadat/tradisi, tatacara upacara keagamaan yang unik dan menarik bagi siapapun yang menikmati. Hanya saja, dalam pembahasannya, tabuh rah juga masuk dalam Ranperda tersebut. Baginya, apapun bentuknya dan posisi tabuh rah, yang terpenting ada kaitannya dengan pelaksanaan upacara adat dan agama. [WP/r3]

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved