Bali Kini ,Denpasar - Fraksi partai Golkar DPRD Bali, berpendapat dalam pandangan umumnya bahwa pendapatan SAKA Bali telah cukup banyak memiliki sumber sumber pendapatan. Hal itu disampaikan pada poin BAB XIII, PENDANAAN Pasal 62 tentang Pendapatan SAKA Bali pada point c menurut Fraksi berlambangkan Pohon Beringin ini, sebaiknya dihilangkan saja.
"Iuran BUPDA kepada SAKA Bali jangan sampai mengesankan bahwa SAKA Bali melakukan pemerasan Terhadap BUPDA
Dalam hal fungsi mengatur yang dilakukan oleh MDA dan SAKA Bali sebagaimana yang terdapat dalam pasal pasal Rancangan Peraturan Daerah Tentang Baga Utsaha Padruen Desa Adat Di Bali sebaiknya semuanya di drop saja atau ditiadakan sehingga kemandirian desa adat sebagaimana yang telah berjalan selama ini bisa tetap terjaga," Tegas I Made Suardana, ST, mewakili Fraksi Golkar dihadapan Ketua Sidang Paripurna, Adi Wiryatama dan Wagub Cok Ace di Gedung Dewan Provinsi Bali.
Selanjutnya menyikapi Raperda tentang perubahan ketiga atas Peraturan daerah Nomor 10 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah. Terkait dengan usulan Gubernur untuk melakukan perubahan sebagaimana Raperda Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah sebagaimana yang telah disampaikan kepada DPRD Provinsi Bali, pada prinsipnya dapat dibahas lebih lanjut.
Karena penetapan susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah senantiasa memang harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam mewujudkan visi pembangunan daerah Nangun Sad Kerthi Loka Bali melalui pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Disamping atas asas itu, usulan perubahan Perda Nomor 10 Tahun 2016 ini didasarkan atas tujuan untuk meningkatkan efektivitas, profesionalisme dan kinerja perangkat daerah. Namun demikian, dalam rangka menyempurnakan draf perubahan atas Perda Nomor 10 Tahun 2016 ini, berikut beberapa hal penyampaian dari Fraksi Partai Golkar.
Dalam hal penggabungan urusan pemerintahan dalam satu dinas daerah provinsi maka perlu mengacu pada payung hukum yang ada, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.
Sejalan dengan amanah PP 18 Tahun 2016 pada pasal 18 ayat (3) telah jelas diatur penggabungan urusan pemeritahan dalam satu dinas daerah provinsi didasarkan pada perumpunan urusan pemerintahan dengan kriteria kedekatan karakteristik urusan pemerintahan dan keterkaitan antar penyelenggara urusan pemerintahan.
"Pertanyaan kami, apakah draf Rancangan Peraturan Daerah Nomor 10 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah ini sudah mengacu pada prinsip prinsip yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2016 ?
Sehubungan dengan poin 1 tersebut di atas, pertanyaan kami Fraksi Partai Golkar adalah apakah Bidang Kearsipan yang semula diselenggarakan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali apakah dapat dianggap serumpun sehingga bisa digabung dan diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali atau yang selanjutnya menjadi Dinas Kebudayaan dan Arsip Daerah Provinsi Bali," ungkapnya.
Urusan Pemerintahan bidang Perpustakaan yang semula diselenggarakan Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Bali apakah termasuk serumpun dengan sehingga bisa diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan, Kepemudaan Dan Olahraga Provinsi Bali.
Selanjutnya pertanyaannya, apakah penyatuan Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Provinsi Bali dapat dianggap serumpun dengan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Bali.
"Dalam kesempatan ini tidak banyak hal hal yang dapat kami kritisi terkait dengan usulan perubahan yang disampaikan saudara Gubernur Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah, sebelum kami mengakhiri Pandangan Umum Fraksi Partai Golkar terkait dengan dua Raperda yang telah disampaikan oleh sodora Gubernur," baca I Wayan Rawan Atmaja,S.IP, SH menyambung pembacaan pandangan umum dari Fraksi Golkar DPRD Bali.
Disampaikannya, berkaitan dengan usulan Undang Undang Pemprov Bali, kami Fraksi Golkar mendukung sepenuhnya untuk segera dibahas di DPR RI, mengingat Undang Undang ini sangat strategis dan penting bagi Bali. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa selama ini kita masih menggunakan Undang Undang produk RIS Nomor 64 Tahun 58 Tentang Pembentukan Daerah daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang dikhawatirkan produk dan kebijakan yang dibuat Pemrov Bali rentan dari sisi asfek legalitas.
Dengan memiliki Undang Undang Pemrov Bali maka Bali akan memudahkan menentukan arah dan kebijakan pembangunan yang berorientasi pada kekhasan dan karakteristik Daerah Bali
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah telah masuk Prolegnas DPR RI maka sudah tentu ini merupakan momentum bagi Bali untuk memasukan obyek dan potensi sumber pendapatan diluar sumber daya alam.
Dalam kaitan ini Fraksi Partai Golkar menghimbau kepada seluruh komponen pemerintah dan masyarakat Bali untuk sama sama meperjuangkan potensi sumber daya pariwisata dapat diakomodir menjadi potensi sumber daya alam sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Untuk mewujudkan ini Partai Golkar Provinsi Bali telah melakukan Webinar dengan thema Mewujudkan Keadilan dan Keselarasan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Provinsi Bali Serta Pemerintah Provinsi lainnya Melalui Revisi Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 yang kami laksanakan pada Tanggal 2 April 2021.
Hasil dari webinar yang diikuti secara off line dan online oleh akademisi dan tokoh tokoh masyarakat telah disampaikan sampaikan terkait dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat sesuai pula dengan hasil Webinar tentang Desa Adat tercatat ada beberapa hal yang perlu dilakukanm untuk penyempurnaan.
Seperti dalam Judul yang berbunyi 'Perda Desa Adat Di Bali' maka kata Di Bali tidak perlu tercantum, Dari sisi landasan Yuridis dalam konsideran belum mencantumkan Undang Undang dasar 1945 khususnya Pasal 18.
Demikian juga halnya dengan tata cara ngadegan bendesa adat yang dilakukan dengan cara musyawarah mufakat, belum diatur ketika proses pemilihan tidak tercapai musyawarah mufakat. Sehingga sering terjadi perbedaan-perbedaan tafsir didalam melaksanakan aturan melalui musyawarah mufakat. Sesuai dengan undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Keungan Mikro, khususnya pasal 9 ayat 3 yang menyebutkab bahwa Lembaga Pengkreditan Desa (LPD) dikecualikan oleh UU tersebut. Di sisi lain, dalam Perda No. 4 Tahun 2019, LPD disebutkan sebagai Labda Pecingkreman Desa.
Oleh karena berbeda sebutan LPD yang dimaksudkan antara UU No 1 Tahun 2013 dengan Perda No. 4 Tahun 2019 maka hal ini dapat menimbulkan potensi penafsira yang sangat berbeda. Begitu juga halnya dengan penyebutan perubahan dari Desa Pakraman menjadi Desa Adat belum dicantumkan secara tegas, sehingga menimbulkan kekhawatiran penafsiran dan pemahaman yang berbeda anatara Desa Pakraman dan Desa Adat (Dualisme Perda Desa Pakraman dan Perda Desa Adat).
Perda no 4 tahun 2019 berpotensi mengesampingkan atau mengerdilkan Subak dan Bandega karena dalam Perda No 4 tahun 2019 Desa Adat Berdasarkan atas kewilayahan, sedangkan dalam Perda Subak berdasarkan atas somber air serta dalam Perda Bandega berdasarkan wilayah pantai dan Pura Segara.
"Hal ini kalau tidak segera direvisi dan disesuaikan, sangat berpotensi menimbulkan konflik di tingkat masyarakat," sebutnya.
Disarankan agar gubernur untuk mengambil langkah langkah kebijakan tentang keseimbangan baru struktir ekonomi Bali ( Primer, skunder dan tersier). Hal ini sejalan dengan hasil webinar Partai Golkar dengan thema Strategi Pembangunan Ekonomi Bali Pasca Covid 19, dimana kesimpulannya adalah pentingnya melakukan keseimbangan baru dalam struktur ekonomi Bali.
Dalam rangka mewujud nyatakan komitmen Pemerintah Provininsi Bali terkait dengan pembangunan pertanian, Fraksi Partai Golkar mengusulkan untuk dikaji pembentukan bank daerah untuk sektor pertanian dan pembangunan lembaga-lembaga research and development yang didukukung laboratorium modern di Bali.
Dalam rangka pembangunan Pusat Kebudayaan Daerah di Kabupaten Klungkung, pihaknya menyarankan agar dilengkapi denga kajian tertulis tekait mitigasi bencana, kajian asfek regulasi terkait kewenangan pinjaman daerah Provinsi Bali sejalan dengan ketentuan ketentuan yang ada, studi kelayakan dan kajian asfek tata ruang secara konfrehensif.
"Belakangan ini sebagaimana kita ketahui terjadi polemik di masyarakat terkait dengan penutupan Ashram yang terjadi di wilayah Desa Adat Kesiman. Hal hal semacam ini tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kembali di berbagai tempat, maka sehubungan dengan itu agar semua pihak menyikapi dengan falsapah Tat Twam Asi dan toleransi serta segilik seguluk selunglung sabayantaka paras paros sarpanaya dalam menyelesaikan perbedaan permasalahan yang sudah menjadi budaya adiluhung dalam kehidupan bermasyarakat di Bali," demikian Rawan Atmaja, mengakhiri.[ar/r5]
FOLLOW THE BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram