-->

Minggu, 02 April 2017

Radio Diantara Fungsi Media dan Audio Player

Oleh : I Nengah Muliarta

 Balikini.Net - Salah satu alasan orang mendengarkan radio adalah untuk mendapatkan hiburan. Namun hiburan yang dimaksud rata-rata adalah lagu-lagu yang disiarkan oleh stasiun radio. Dengan mendengarkan lagu-lagu favorit menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi pendengar radio. Hingga tidak jarang untuk menarik minat pendengar, stasiun radio menyiarkan lagu-lagu pilihan. Maka tidak jarang juga siaran radio hampir 80 persen didominasi oleh siaran lagu. Persepsi yang muncul di pengelola radio juga menempatkan lagu sebagai satu-satunya hiburan dalam siaran radio. Pada akhirnya isi siaran radio didominasi oleh siaran lagu dan akhirnya radio tidak ada bedanya dengan sebuah audio Player.

Pada satu sisi ada pandangan pesimis bahwa radio mulai ditinggalkan pendengarnya ditengah pesatnya perkembangan TV dan media online. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan isi siaran radio yang hanya memutar lagu saja. Bahkan terdapat radio yang siarannya full music tanpa penyiar. Pandangan pesimis tersebut didasarkan pada kebiasaan yang menempatkan radio sebagai  teman nyetir mobil supaya tidak bosan atau ngantuk.  Termasuk memposisikan radio sebagai teman bekerja atau menjelang tidur. Pada sisi lain, terdapat pandangan positip yang menyatakan industri radio kembali bangkit di tengah era digitalisasi. Pandangan positif ini didasarkan pada fakta bahwa radio lebih banyak diakses melalui mobile phone. Pendengar radio melalui mobile phone justru didominasi oleh generasi muda.

Berbicara fungsi media radio, salah satunya adalah sebagai media hiburan. Namun sayang batasan hiburan diterjemahkan sebatas menyiarkan lagu-lagu favorit. Padahal fungsi media hiburan yang diharapkan pada radio adalah hiburan yang mendidik dan memberikan nilai pengetahuan kepada pendengarnya. Program musik pada dasarnya hanya salah satu jenis program hiburan, selain program drama, humor, sandiwara radio, cerita tokoh, cerita dokumenter, hingga berita kisah.

Permasalahanya kemudian, mengapa hanya program musik yang muncul? Apa penyebabnya sehingga program hiburan yang lain tidak muncul dalam siaran radio?. Pengakuan dari beberapa pengelola radio memang keterbatasan SDM menjadi salah satu penyebabnya. Kenyataannya memang radio mengalami keterbatasan SDM baik dari segi jumlah maupun kualitas SDM. Bila memang lembaga penyiaran radio mengalami keterbatasan jumlah SDM, tentunya sebagai sebuah perusahaan memiliki modal untuk melakukan perekrutan karyawan. Begitu juga jika memang lembaga penyiaran radio memiliki kualitas SDM yang rendah, sudah barang tentu sebagai sebuah lembaga media harus melakukan pelatihan bagi karyawan untuk meningkatkan profesionalisme pekerja.

Dalam beberapa kasus di daerah memang terdapat radio yang dalam operasionalnya hanya memiliki 2-6 penyiar. Secara komposisi jumlah tentu perbandingan jumlah jam siar tidak sebanding dengan jumlah penyiar jika radio dalam satu hari bersiaran dengan format 18 jam. Apalagi jika radio tersebut bersiaran 24 jam tentu tidak masuk akal jika hanya memiliki 2-6 siaran. Dampaknya adalah isi siaran hanya berisi lagu-lagu semata, ibarat sebuah audio player non stop. Kondisi seperti ini sama artinya dengan radio sekedar siaran atau sekedar hidup dan hanya untuk menghindari pencabutan ijin.

Lembaga penyiaran radio yang isi siarannya hanya pemutaran lagu-lagu semata pada dasarnya sudah melanggar format siaran yang diajukan sendiri ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI memiliki hak untuk mencabut rekomendasi kelayakan yang diberikan kepada radio, karena lembaga penyiaran radio telah tidak mematuhi format siaran yang telah disetujui dan disepakati. Apalagi setiap tahun KPI memiliki program melakukan evaluasi dan monitoring siaran baik pada lembaga penyiaran radio dan TV.

Kondisi yang cukup miris adalah radio yang hanya memutar lagu tanpa adanya penyiar dan yang ada hanya petugas operator semata. Celakanya lagi di sela-sela siaran terdapat audio jingle atau promo yang memberikan keleluasaan kepada pendengarnya untuk menentukan lagu yang akan diputarkan. Permasalahanya kemudian, apakah program siaran tersebut sesuai dengan program dan pola siaran yang diajukan ke KPI? Jika tidak, tentu lembaga penyiaran radio telah melanggar format siarannya sendiri. Kasus seperti ini sama halnya dengan menjadikan frekuensi sebagai bahan mainan. Padahal frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas harusnya dapat digunakan dengan baik dan dapat memberi manfaat bagi masyarakat atau public pemilik frekuensi.

Siaran radio yang hanya berisikan lagu-lagu memang pada satu sisi disukai pendengar. Namun kecenderungan kesukaan pendengar lebih pada mendengarkan lagu dan tidak menjadi penting nama radio yang memutar lagu tersebut. Selanjutnya bagaimana radio akan mampu menarik pengiklan atau berebut pasar iklan jika siarannya hanya didominasi lagu? Begitu juga, bagaimana mungkin radio menjalankan fungsinya sebagai media, bila isi siaran hanya lagu? Sudah saatnya pengelola radio kembali pada konsep pemikiran bahwa mengelola radio adalah mengelola sebuah media buka mengelola audio player. Kedepan ditengah persaingan media yang semakin ketat, radio tidak lagi bisa sekedar memutar lagu-lagu favorit, sekedar cuap-cuap penyiar atau sekedar siaran. Pengelolaan radio kedepan dituntut mampu melakukan inovasi untuk menghadirkan informasi yang mendidik dan sebagai sarana mendapatkan berita terkini. Para pekerja radio juga dituntut untuk lebih kreatif dan cerdas dalam menginventarisasi dan memenuhi keinginan pendengar.

Pengelola radio seharusnya sudah mulai memikirkan pengembangan program siaran yang mengedepankan pendidikan, informasi dan tidak hanya sekedar hiburan. Mengingat persaingan kedepan bukanlah pada persaingan untuk mendapatkan hati pendengar dan berebut kue iklan, tetapi pada perebutan posisi dan kualitas siaran. Siaran dikatakan berkualitas jika mampu memberikan nilai tambah informasi, mendidik dan menghibur secara sehat. Guna mencapai tujuan tersebut maka pengelolaan program siaran tidak lagi diserahkan pada seorang penyiar, tetapi pada sebuah tim kreatif.

Walaupun dalam operasional keseharian radio hanya sekedar memutar lagu-lagu, maka penempatan lagu dan jenis music juga harus tetap memperhatikan pola dan program siaran yang diajukan ke KPI saat permohonan dan perpanjangan ijin. Proposal permohonan dan perpanjangan ijin siaran merupakan panduan dasar bagi lembaga penyiaran radio dalam melakukan operasional. Berani berbisnis di industry radio berarti harus siap dengan modal dan resikonya. Pengelolaan radio yang tidak disertai dengan kesiapan permodalan hanya akan melahirkan radio sekelas audio player.

Jumat, 24 Maret 2017

Nyepi Siaran : Upaya Mengurangi Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Oleh : I Nengah Muliarta Balikini.Net - Nyepi siaran menjadi agenda rutin tahunan lembaga penyiaran di Bali. Nyepi siaran merupakan kegiatan menghentikan seluruh kegiatan penyiaran dari lembaga penyiaran selama satu hari penuh, serangkaian kegiatan Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu Bali. Nyepi siaran kini bukan sekedar menjadi bentuk penghormatan lembaga penyiaran terhadap kearifan lokal masyarakat Hindu Bali tetapi juga bentuk implementasi dari upaya mewujudkan industri penyiaran yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di Bali. Dikatakan industri penyiaran berkelanjutan dan ramah lingkungan karena kegiatan Nyepi siaran memberi kontribusi bagi penghematan penggunaan energi sehingga mengurangi emisi gas buang yang memicu pemanasan global. Energi yang dihemat salah satunya adalah energi listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Nyepi siaran dalam kenyataanya juga memberikan kontribusi nyata bagi upaya pengurangan terhadap radiasi gelombang elektromagnetik. Dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran di berikan batasan bahwa penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau di antariksa dengan menggunakan spectrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Kemudian pada ayat 8 disebutkan bahwa spectrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipergunakan untuk penyiaran dan merambat di udara  serta ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan, merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas.

 Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walau tidak ada medium. Secara umum gelombang elektromagnetik terdiri dari bermacam-macam gelombang yang frekuensi dan panjang gelombangnya berbeda, tetapi semua gelombang-gelombang penyusun ini mempunyai kecepatan rambat yang sama ( 3 x 108 m/s). Dua dari berbagai jenis gelombang elektromagnetik adalah gelombang TV dan radio. Gelombang televisi merambat berupa lurus dan tidak dapat dipantulkan oleh lapisan-lapisan atmosfer bumi. Sedangkan gelombang radio adalah gelombang yang memiliki frekuensi paling kecil atau panjang gelombang paling panjang.

Dampak buruk dari paparan radiasi gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan fisik manusia kini menjadi sebuah kekhawatiran. Radiasi secara teori merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Besarnya tingkat paparan dari gelombang elektromagnetik tentunya beragam sesuai dengan frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut. Penelitian terhadap dampak buruk gelombang elektromagnetik terhadap kesehatan manusia telah dilakukan di berbagai negara. Radiasi gelombang elektromagnetik disebut-sebut potensi menimbulkan gangguan kesehatan seperti Alzheimer, mengganggu sistem darah, sistem reproduksi, sistem saraf, sistem kardiovaskular, sistem endokrin, psikologis, dan hipersensitivitas.

Dalam sebuah penelitian berjudul “Hubungan Jarak dan Lama Paparan Sinar Biru Pesawat Televisi Terhadap Fungsi Refraksi Pada Anak di Sekolah Dasar” oleh Eunike D. Toar, Jimmy Rumampuk dan  Fransisca Lintong dari  Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado disebutkan bahwa  Televisi bisa berdampak buruk bagi kesehatan mata akibat sinar biru yang dihasilkan. Sinar biru terdapat pada spektrum yang masih dapat diterima oleh mata, namun dapat menyebabkan kerusakan mata akibat oleh radikal bebas yang dihasilkannya. Risiko kerusakan mata tergantung pada panjang cahaya dan intensitas paparan. Hasil penelitian dari organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun  2000 menyebutkan saat listrik dialirkan melalui jaringan transmisi, distribusi, atau digunakan dalam berbagai peralatan, saat itu juga muncul “medan elektromagnetik” di sekitar saluran dan peralatan. Medan ini kemudian menyebar ke lingkungan dan menyebabkan polusi.

Permasalahannya kemudian adalah bagaimana mengurangi radiasi gelombang elektromagnetik tersebut? Salah satu cara mengurangi paparan radiasi gelombang elektromagnetik adalah mengurangi penggunaan benda-benda yang memancarkan gelombang elektromagnetik. Nyepi yang dilakukan masyarakat Hindu di Bali ternyata menjadi salah satu cara untuk mengurangi paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Walaupun hingga saat ini belum ada penelitian yang mampu memberikan gambaran besaran pengurangan tingkat radiasi gelombang elektromagnetik saat hari raya Nyepi. Nyepi pada kenyataanya bukan sebatas kearifan lokal dalam menjaga kelestarian alam tetapi juga memiliki manfaat dalam menjaga kesehatan manusia dari dampak paparan radiasi gelombang elektromagnetik.

Nyepi siaran yang dilakukan lembaga penyiaran di Bali selama ini lebih banyak dinilai hanya sebatas penghormatanlembaga penyiaran terhadap kearifan lokal masyarakat Bali. Buktinya secara universal Nyepi siaran juga berkontribusi bagi penghematan energi, pengurangan emisi hingga pengurangan paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Mungkin jika dilihat pengurangan paparan radiasi gelombang elektromagnetik dari pesawat TV dan radio pada tiap rumah akibat Nyepi siaran sangat kecil. Namun jika dilihat secara luas pada cakupan Bali tentu cukup signifikan.

Jika dihitung secara bisnis memang Nyepi siaran akan menyebabkan lembaga penyiaran kehilangan pendapatan iklan akibat tidak bersiaran selama  satu hari penuh. Namun tidak pernah diperhitungkan besarnya biaya kesehatan para pekerja penyiaran yang mengalami gangguan kesehatan akibat paparan radiasi gelombang elektromagnetik. Apalagi selama ini gangguan kesehatan pekerja penyiaran tidak pernah dikaitkan langsung ataupun tidak langsung dengan paparan radiasi gelombang elektromagnetik.

Teknologi memang telah berkembang cukup pesat, begitu juga teknologi pemanfaatan gelombang elektromagnetik. Tetapi pada akhirnya kearifan lokal Nyepi mengingatkan kembali bahwa perlu ada waktu untuk jeda guna mengevaluasi manfaat dan dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi tersebut. Nyepi bukan sebatas kearifan lokal masyarakat Hindu Bali, tetapi mengandung konsep-konsep universal dalam menjaga kehidupan dan menjaga keseimbangan alam di bumi. 





  
  

Rabu, 01 Maret 2017

Pengangguran Masih Menjadi Masalah Pembangunan Ketenaga Kerjaan di Bali

Balikini.Net - Masih banyaknya jumlah pengangguran di Bali saat ini menjadi masalah utama dalam pembangunan ketenaga kerjaan di Bali. Selain disebabkan karena terbatasnya kesempatan kerja, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta globalisasi yang merambah dunia usaha telah mengubah struktur ekonomi yang secara otomatis mengubah struktur kebutuhan tenaga kerja baik jumlah maupun kualifikasinya. Hal tersebut diakui Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ketut Wija dalam acara Pembukaan Pelatihan Pemagangan Berbasis Kapal Pesiar Tahun 2017 yang dirangkaikan dengan Penyerahan Sertifikat Kepada Lembaga Pelatihan Kerja Yang Terakreditasi di Aula Kantor Dinas Tenaga Kerja dan ESDM, Denpasar, Rabu(1/3).

“Bali memang memiliki tingkat pengangguran yang sangat rendah yakni 1,89% dari jumlah angkatan kerja, namun kita harus tetap memperhatikan masalah tersebut karena memiliki dampak yang sangat kompleks,” tegas Pastika yang menurutnya masalah pengangguran tersebut sangat berdampak pada akumulasi kemiskinan dan korelasinya dengan keamanan. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa penanggulangan pengangguran merupakan salah satu program utama dari program Bali Mandara. Menurutnya penganguran harus ditanggulangi dengan pelaksanaan program pembangunan secara terpadu, contohnya seperti pelaksanaan pelatihan pemagangan tersebut. “Bukan hanya keterpaduan berbagai sektor, strategi pengembangan sumber daya manusia yakni pelatihan, sertifikasi kompetensi dan penempatan juga harus dipadukan”, imbuhnya. Ditambahkan Pastika, jika strategi tersebut mampu diterapkan dan berhasil maka akan mampu menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan mengingat strategi tersebut menuntut setiap pelaksana pelatihan kerja agar berorientasi pada penempatan tenaga kerja.

Ditambahkan kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Ketut Wija saat ini sangat banyak terdapat lowongan kerja di kapal pesiar, dan hal tersebut merupakan peluang bagi kita untuk mengirim tenaga kerja kesana. Namun bukan sembarangan mengirim melainkan harus memiliki kualitas yang baik dan juga mind set yang baik pula. Oleh karena itu, ia mengharapkan peran dari LPK untuk membentuk tenaga kerja yang memiliki kualitas, mind set yang bagus serta semangat yang tinggi. Oleh karena itu ia sangat mengharapkan agar LPK tersebut mampu untuk beradaptasi dengan perkembangan globalisasi saat ini sehingga tidak jatuh termakan zaman yang malah menghasilkan tenaga kerja yang kurang dalam kualitas. Untuk para peserta, Wija juga mengingatkan agar benar – benar serius dalam melaksanakan pelatihan dan juga menyarankan untuk tidak takut jika harus bekerja di luar Bali nanti, karena hal itu akan mampu membentuk karakter seseorang menjadi lebih baik, tangguh dan kuat.

Sementara itu, Panitia Penyelengara yang sekaligus merupakan Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Ngurah Sutapa dalam laporannya menyampaikan bahwa pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja Bali sehingga memiliki kualitas yang baik. Kompetensi tersebut mencakup peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap/prilaku dan pengalaman di industri/perusahaan sehingga mampu menjadi calon tenaga kerja yang siap bekerja. Lebih lanjut ia menyampaikan, tahapan pelatihan dimulai dari pelatihan teori yang dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Maret – Mei 2017 kemudian on the job training selama 6 bulan dari bulan Juni – Nopember 2017. Ia juga menyampaikan peserta yang berjumlah 100 orang akan di bagi menjadi 5 paket dengan tiga kejuruan dan pelatihannya akan dilaksanakan di 3 LPK yakni LPK Monarch Dalung 1 paket, LPK World Training Center Karangasem 2 paket dan LPK Sekolah Perhotelan Internasional Denpasar 2 Paket. Ia juga menerangkan, jika peserta telah dianggap lulus maka peserta tersebut akan direkomendasikan ke agent kapal pesiar yang sudah diajak kerja sama yakni PT. Cahaya Tunas Inti Group (CTI), PT Ratu Oceania Raya dan PT Cahaya Persada.[pro/r6]

Minggu, 19 Februari 2017

Harga Iklan Dibanting, Radio Terpelanting

Balikini.Net - Oleh : I Nengah Muliarta Praktisi Penyiaran Bali dan Instruktur Bali Broadcast Academia (BBA )
 
Iklan menjadi salah satu sumber utama pendapatan bagi lembaga penyiaran radio. Dalam Undang-Undang N0. 32 tahun 2002 tentang penyiaran, terutama pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa “siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersediannya jasa, barang dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran bersangkutan”. Pada ayat (6) disebutkan “siaran iklan niaga adalah siaran iklan komersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan memperkenalkan, memasyarakatkan, dan atau mempromosikan barang atau jasa kepada khalayak sasaran untuk mempengaruhi konsumen agar menggunakan produk yang ditawarkan. Jadi melalui iklan niaga lembaga penyiaran radio dapat memperoleh pendapatan sebesar-besar agar mendapatkan keuntungan ekonomi, membiayai operasional hingga meningkatkan kesejahteraan pekerjanya.

  Permasalahan banting harga iklan kini menjadi salah satu penyebab lesunya iklan radio selain karena pemasang iklan kini beralih memasang iklan di media online dan TV. Saling tuding melakukan praktik banding harga iklan juga terjadi antar media radio. Kenyataan banting harga iklan dilakukan bersama-sama dan dilakukan dengan sadar hanya demi sekedar mendapatkan pendapatan. Banting harga iklan radio juga dilakukan demi menghindari pengiklan lari ke media radio pesaing. Buntutnya harga iklan spot (iklan putar) dan adlips (iklan baca) ibarat kacang rebus yang di jual murah. Dalam proposal penawaran iklan radio yang ditawarkan ke pengiklan baik adlips dan spot memang berkisar antara Rp. 100.000 hingga Rp. 500.000. Pada kenyataan dilapangan setelah tawar menawar, harga iklan yang diberikan jatuh pada kisaran Rp. 10.000 hingga Rp. 50.000 untuk sekali putar atau baca.

Harga iklan radio kemudian semakin jatuh ketika kelompok media tertentu manawarkan iklan paket. Iklan paket menjadi menarik karena pengiklan akan mendapatkan keuntungan promosi yang lebih. Dimana sekali beriklan bisa disiarkan di radio, televisi dan muncul dalam iklan media cetak (koran dan online). Belum termasuk bonus-bonus lainnya sehingga membuat harga iklan di radio semakin murah meriah. Lembaga penyiaran radio yang berada dalam satu kelompok media yang menjual iklan paket tentu akan terlihat panen iklan, namun kenyataanya pendapatan yang masuk minim. Sedangkan radio yang tidak dalam kelompok media tertentu akan semakin sulit mendapatkan iklan. Strategi terakhir yang dilakukan lembaga penyiaran radio yang berdiri sendiri adalah dengan memberikan tawaran bonus yeng lebih pada pengiklan. Strategi ini juga semakin membuat harga iklan radio semakin turun, karena terlalu banyak tawaran bonus bagi pengiklan.

Ketika harga iklan di radio semakin murah maka harga durasi siar atau jam siar juga menjadi semakin murah. Secara umum durasi untuk iklan radio adalah 60 detik, walaupun terkadang terdapat juga iklan yang berdurasi hingga 90 detik khususnya untuk iklan layanan masyarakat. Dalam perkembanganya terdapat iklan radio yang durasinya hingga lebih dari 180 detik (3 menit). Kondisi ini menyebabkan durasi jam siar radio menjadi sangat murah. Sebagai sebuah ilustrasi, jika harga iklan spot durasi 60 detik untuk sekali putar sebesar Rp. 50.000, maka harga per-menit durasi siar adalah Rp. 833 Maka ketika durasi iklan spot menjadi 180 detik dengan standar harga iklan spot yang sama maka harga per-menit durasi siar menjadi Rp. 278.

Dengan durasi iklan yang semakin panjang maka potensi radio untuk mendapatkan yang lebih banyak akan semakin tertutup. Tertutupnya potensi mendapatkan iklan yang lebih banyak ini terjadi karena lembaga penyiaran radio terikat dengan aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Penyiaran. Pasal 46 ayat (8) Undang-Undang Penyiaran menyebutkan “waktu siaran iklan niaga untuk lembaga penyiaran swasta paling banyak 20 %, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling banyak 15% dari seluruh waktu siar”. Jika menggunakan pola siaran 18 jam (06.00 - 24.00) maka lembaga penyiaran swasta memiliki waktu siar iklan mencapai 3,6 jam dalam sehari. Sedangkan lembaga penyiaran publik memiliki waktu siar iklan mencapai 2,7 jam per hari. Jumlah waktu siar iklan niaga tersebut belum dikurangi dengan waktu siar iklan layanan masyarakat. Berdasarkan pasal 46 ayat (9) Undang-Undang Penyiaran disebutkan “waktu siar iklan layanan masyarakat untuk lembaga penyiaran swasta paling sedikit 10 % dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling sedikit 30 % dari siaran iklannya”. Maka semakin panjang durasi satu iklan makin terbatas jumlah iklan yang di putar dan semakin terbatas juga frekuensi pemutaran iklan dalam satu hari siaran.

Aturan terkait proporsi persentase waktu siar iklan juga terdapat dalam Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) pasal 44 ayat (1) dan (2).  Aturan tproporsi persentase waktu siar iklan dipertegas kembali dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 58 ayat (2) dan (3). Adanya aturan pembatasan durasi waktu siar iklan tentu sebagai upaya agar lembaga penyiaran, khususnya radio mengutamakan kepentingan publik. Pembatasan ini juga sekaligus mengingatkan lembaga penyiaran agar tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi semata. Mengingat frekuensi adalah milik publik, maka harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

Lembaga penyiaran, khususnya radio dapat saja melakukan kecurangan dengan menggunakan durasi waktu siar iklan melebihi persentase yang ditetapkan. Namun bagi pelanggar tentu terdapat sanksi. Sanksi bagi siaran iklan niaga yang melebihi persentase yang ditetapkan adalah berupa sanksi denda, seperti yang tertuang dalam SPS pasal 81. Dimana Pasal 81 SPS disebutkan “Program siaran iklan niaga yang melebihi 20 persen dari seluruh waktu siar perhari, setelah mendapatkan teguran tertulis sebanyak dua kali, dikenakan sanksi administrative berupa denda administratif untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000 dan jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000.

Ibarat pepatah “hidup segan, mati pun tidak mau” seperti itu kondisi lembaga penyiaran radio saat ini ditengah praktek banting harga iklan. Jika kondisi seperti ini tetap dibiarkan maka lembaga penyiaran radio hanya akan menjadi hobi dan pekerjaan sampingan. Bukan sebagai sebuah industri yang menjanjikan sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat sebagai pemilik frekuensi. Lembaga penyiaran radio dan asosiasi radio perlu duduk bersama untuk mencari jalan keluar agar industri radio tetap mampu menggeliat dan memberi kesejahteraan pada pekerjanya. Salah satu solusi yang dapat ditempuh adalah membuat kesepakatan bersama mengenai tarif batas harga terendah iklan radio yang diperbolehkan. Jika praktek banting harga iklan radio dan praktek iklan paket tetap dibiarkan maka industri radio tidak akan berkembang. Dengan semakin turunnya harga iklan radio maka pemasang iklan juga akan semakin ragu untuk beriklan di radio. Harga iklan yang sangat rendah tentu menimbulkan keraguan bagi pemasang iklan untuk berpromosi.

Pada era digital pesaing radio dalam merebut pasar iklan bukan hanya media cetak atau televisi, tetapi juga media sosial. Apalagi dalam perkembanganya para pengiklan kini juga telah menggunakan media sosial untuk berpromosi. Tantangan seperti ini harus segera diantisipasi oleh pengelola dan pelaku industri radio. [mul]

Kamis, 09 Februari 2017

Sertifikasi SDM Pariwisata Jangan Sebatas Kejar Kuantitas

Balikini.Net - Forum Sumber Daya Manusia (SDM) Bali menyesalkan implementasi sertifikasi SDM pariwisata masih sebatas mengejar kuota jumlah. Sertifikasi SDM pariwisata belum menitikberatkan pada kualitas SDM yang di sertifikasi. Hal tersebut disampaikan Koordinator SDM Bali Gunawan Wicaksono, pada keteranganya di Denpasar, Kamis (9/2/2017).

Menurut Gunawan, bukti bahwa sertifikasi SDM pariwisata hanya mengejar kuantitas adalah tingkat kelulusan yang rata-rata 99,9%. Jika memang standar yang dipakai adalah standar minimal Asean maka faktor kualitas tidak boleh diabaikan. “katanya standar yang dipakai adalah standar minimal Asean, tapi nantinya perlu ada tingkatan. Uji kompetensi level dasar, level menengah, dan level atas” kata Gunawan.

Gunakan menyebutkan permasalahan dasar saat implementasi sertifikasi SDM pariwisata adalah kesiapan dari karyawan, salah satunya karyawan perhotelan. Pada konsep awal subsidi gratis dari Kementerian Pariwisata adalah untuk karyawan FB Servis, FB Kitchen, Front Office dan Housekeeping di hotel bintang 3 ke bawah. Hanya saja, kalau dipaksakan dilaksanakan, maka karyawannya yang tidak siap. Berbeda dengan staff hotel bintang 4 dan 5 yang tentu kualitasnya sudah siap untuk diuji sertifikasi. “standar Asean kok diujikan ke karyawan hotel bintang 3 ke bawah, ya mereka belum siap. Kalau staff SDM pariwisata di hotel dan restorant bintang 3 ke bawah harus dilatih dan dipersiapkan dulu sebelum diuji kompetensi” papar Gunawan.

Gunawan mengungkapkan permasalahan berikutnya saat uji kompetensi di lapangan adalah ketersediaan jumlah pegawai yang terbatas. Padahal uji kompetensi itu perlu waktu hampir 3 - 4 jam , sehingga perlu pengaturan waktu. Bila uji kompetensi dilakukan di luar hotel, maka siapa yang kerja bertugas di hotel? Jadi masih ada hotel yang tidak mau ngelepas karyawannya untuk ikut uji kompetensi yang pelaksanaannya di luar area hotel. Sedangkan kalau dilaksanakan di hotel masing masing, maka ada minimal jumlah peserta per profesi. Misalnya ada 4 atau 5 staf  FO yang diuji di hotel tersebut. Padahal, bisa saja villa / hotel tidak punya jumlah staf minimal yang diwajibkan jumlahnya.

Permasalahan berikutnya terkait Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pariwisata yang obral dan sangat mudah dan tidak serius melaukan uji kompetensi. Seakan akan dijadikan proyek bisnis karena mendapat subsidi / pembiayaan dari pemerintah. “jadi yang bersangkutan mengambil sebanyak banyaknya jatah subsidi. Padahal, dibandingkan dengan jumlah tenaga penguji (assessor), maka hal tersebut tidak logis” jelas Gunawan.

General Manager Alaya Resort Kuta, Jeffrey Wibisono mengakui bahwa sertifikasi SDM pariwisata masih sebatas untuk melengkapi standar formalitas sematan. Sebatas bahwa SDM yang bekerja telah memiliki sertifikat yang diwajibkan. “kualitas dan keterampilan masih perlu diasah lebih dalam lagi” ucap Jeffrey Wibisono.

Jeffrey Wibisono mengatakan bahwa program sertifikasi ini belum merata karena beberapa profesi belum ada penguji kompetensinya. Misalnya marketing, karena tidak ada pengujianya sehingga ditunjuk Mark Plus yang merupakan badan swasta untuk khusus bidang tersebut.

Jeffrey menegaskan permasalahan yang sering timbul adalah akibat ketidak seriusan peserta uji kompetensi. Peserta harus benar benar mengerti apa gunanya sertifikat yang akan dipegang dan apa moral obligation mereka sebagai pemegang sertifikat. Memang harus diakui bahwa peserta cenderung tidak serius karena tidak memahami pentingnya sertifikasi. “Banyak yang tidak paham, sehingga perlu keterlibatan semua pihak termasuk media massa untuk sosialisasi” papar Jefrrey.

Sebelumnya Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengingatkan kepada pekerja pariwisata di Bali untuk melengkapi diri dengan sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi merupakan bukti tertulis kemampuan tenaga kerja dan menjadi bekal bagi SDM pariwisata Bali untuk memenangkan persaingan di era globalisasi.
Sudikerta menjelaskan, sertifikasi kompetensi menjadi bagian penting dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas tenaga kerja. Selama ini, produktivitas kerapkali dipandang sebagai peningkatan efisiensi dan efektivitas yang hanya dikaitkan dengan pendidikan dan ketrampilan tenaga kerja. Padahal masih banyak faktor selain tingkat pendidikan dan skill yang perlu mendapat perhatian.

Sudikerta menegaskan untuk menghadapi tantangan ke depan, setidaknya ada tiga pilar utama yang tak boleh diabaikan yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh lembaga independen.  Dengan memperhatikan tiga pilar utama tersebut, maka optimis tenaga kerja Bali akan lebih mampu bersaing di kancah global. Ia berharap SDM Bali tak pilih-pilih pekerjaan. "Yang penting halal, dapat uang dan jadi orang mandiri," ujar Sudikerta 

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, pada periode Februari 2016, penduduk yang bekerja mencapai 2.382.466 orang. Dari jumlah tersebut, 721.776 orang bekerja pada lapangan usaha perdagangan, rumah makan dan hotel

Sedangkan Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi Pariwisata Bali Indonesia (LSP-PBI) Siska Suzana Darmawan menerangkan bahwa seluruh tenaga kerja pariwisata wajib mengantongi sertifikat kompetensi. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2012. Tanpa sertifikat kompetensi, mereka akan terkendala dalam meniti karir dan memperoleh  posisi di pasar kerja pariwisata. "Meski sangat penting, namun masih ada keengganan di kalangan pekerja dan pihak manajemen untuk melakukan sertifikasi dengan biaya sendiri" ungkap Siska Suzana Darmawan.

Menyikapi persoalan ini, pihaknya proaktif melakukan pendekatan ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Perjuangan itu membuahkan hasil karena pada tahun 2015, Bali mendapat alokasi dana untuk melakukan sertifikasi kompetensi bagi 15.000 tenaga kerja. "Di tahun 2016, kita kembali memperoleh jatah sertifikasi bagi 8.800 tenaga kerja," papar Siska Suzana Darmawan.

Hingga saat ini, tenaga kerja pariwisata Bali yang sudah tersertifikasi mencapai 25.291 orang. Pihaknya sangat berharap dukungan pemerintah untuk menuntaskan proses serifikasi kompetensi bagi tenaga kerja pariwisata. “Kita menargetkan bisa melakukan sertifikasi bagi 65 ribu pekerja hingga tahun 2017 mendatang,” imbuhnya (muliarta).



Kamis, 22 Desember 2016

ISTRI PEJABAT DAPAT KADO DI HARI IBU

Balikini.Net -Ada pemandangan menarik pada Puncak Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-88 tahun 2016 di Kabupaten Bangli. Dimana pimpinan SKPD pria memberikan kado istimewa serta kecupan sayang kepada para istri. Sontak acara inipun mendapat tepukan riuh dari undangan yang menghadiri acara ini.

“Pemberian kado menjadi klimaks dari puncak peringatan hari ibu di Bangli. Ini merupakan bentuk kasih dan penghormatan kami kepada para istri sebagai seorang ibu yang selalu mendukung kami dalam perjalanan hidup dan karir sebagai abdi negara”ucap Sekda Bangli I.B. Gde Giri Putra saat membuka PHI di Gedung BMB Kantor Bupati Bangli, Kamis (22/12/2016.

Lebih lanjut Sekda Giri Putra menyampaikan, dimasa penjajahan, peran perempuan Indonesia juga menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam perjuangan panjang merebut kemerdekaan. Keterlibatan perempuan dibuktikan melalui kongres perempuan pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta yang mengukuhkan semangat dan tekad bersama untuk mendorong kemerdekaan Indonesia. Sambung Giri Putra, hakekatnya peringatan hari ibu (PHI) setiap tahunya adalah untuk mengingatkan seluruh rakyat Indonesia akan arti dan makna hari ibu sebagai sebuah momentum kebangkitan bangsa dan gerak kaum perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. “Sebagai apresiasi atas gerakan yang bersejarah itu, PHI ditetapkan setiap tanggal 22 Desember sebagai hari nasional”jelasnya.

Disampaikan juga, tema yang diambil pada peringatan hari ibu tahun ini adalah “Kesetaraan perempuan dan laki-laki untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang dan kesenjangan akses ekonomi terhadap perempuan”. Tema ini dibangun dengan melihat situasi dan kondisi bangsa Indonesia dan menyelaraskan kebijakan pembangunan perlindungan perempuan dan perlindungan anak sebagaimana telah tercantum dalam RPJMN 2015-2019 serta mewujudkan nawacita sebagai salah satu agenda nasional. “Sosok ibu bukan hanya sekadar perempuan yang melahirkan seorang anak. Namun seorang ibu adalah pilar bangsa dan pilar keluarga. Ia dapat menjadi pilar yang kokoh untuk kemajuan bangsa. Selamat hari ibu untuk wanita Indonesia. Ibu akan selalu menjadi bagian dari pembangunan bangsa ini”pungkas Sekda Giri Putra.

Peringatan hari ibu ke-88 yang juga dirangkaikan dengan peringatan hari bela negara tahun 2016 di Kabupaten Bangli, juga dihadiri oleh Ketua DPRD Bangli Ngakan Kutha Parwata, unsur FKPD Bangli, Wakil Ketua TP PKK Bangli Ny. Sariasih Sedana Arta, Ketua Gatriwara DPRD Bangli Ny. Kutha Parwata, Ketua Bhayangkari Bangli, Ketua Persit Candra Kirana, GOW Bangli dan pimpinan SKPD dilingkungan Pemkab Bangli beserta istri.[Anggi/r7]

Selasa, 04 Oktober 2016

PERLINDUNGAN KESEHATAN MASA DEPAN DENGAN GANGGANG HIJAU

Balikini.Net - Kesehatan semestinya menjadi investasi yang mendapat perhatian bagi masyarakat, demi menjaga kualitas hidup di masa mendatang. Menjaga kesehatan bisa dilakukan, antara lain dengan mengkonsumsi nutrisi dari ganggang hijau (Chlorella pyrenoidosa) secara kontinyu.

Ganggang hijau merupakan vegetasi bersel tunggal. Hidupnya menyebar di perairan tawar, air laut, atau tempat-tempat yang memiliki tingkat kebasahan yang tinggi.

Chlorella disebut-sebut sebagai nutrisi yang paling lengkap, dikarenakan mengandung protein, karbohidrat, mineral, zat seng dan beragam jenis vitamin. Selain itu, ganggang hijau ini memiliki kandungan vitamin B12 yang tergolong tinggi, serta mempunyai kandungan klorofil yang lebih banyak dari tanaman manapun.

Pada suatu kesempatan seminar di Jakarta beberapa waktu lalu, Prof Randall E. Merchant, guru besar dari Fakultas Kedokteran bagian Anatomi dan Neurobiologi Virginia Commonwealth University, Amerika Serikat (AS) menyebutkan bahwa chlorella atau ganggang hijau adalah nutrisi lengkap bermanfaat untuk regenerasi sel.

"Chlorella memiliki kemampuan untuk detoksifikasi tubuh dari bahan kimian serta logam berat. Misalnya, merkuri, arsenik, kadmium, uranium atau timah," ujar Randall.

Lebih lanjut dikatakannya, berdasarkan hasil riset dan penelitian intensif, chlorella bisa meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol, mempercepat penyembuhan luka, mengurangi tekanan darah tinggi, meningkatkan kualitas hidup dan menormalkan fungsi tubuh.

"Chlorella adalah ganggang hijau yang tumbuh di air tawar, mengandung klorofil yang tinggi serta mengandung vitamin, mineral, serat makanan, asam nukleat, asam amino, enzim, CGF dan beta karoten," ujar dia.

Menurut Randall, chlorella juga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, yaitu 60,5 persen dan tertinggi bila dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti susu, ikan segar, bahkan daging sapi sekalipun.

            Sun Chlorella


Salah satu perusahaan yang mengolah chlorella menjadi nutrisi tambahan adalah PT Citra Nusa Insan Cemerlang (CNI) dengan merek produk Sun Chlorella. Pada mulanya, bahan baku chlorella didatangkan dari mancanegara. Berkat riset mendalam, akhirnya ganggang hijau ini berhasil dikembangbiakkan di dalam negeri.

Head of Marketing Division PT CNI Rico C Permana menjelaskan, sosialisasi hasil uji klinis tentang manfaat dan efektivitas pemberian suplemen Sun Chlorella terhadap kebutuhan nutrisi dan kesehatan tubuh manusia, beberapa kali telah dilakukan.

Clorella memiliki beberapa kandungan utama. Antara lain, betakaroten dalam chlorella lebih tinggi dibandingkan dengan wortel, pepaya atau tomat. Betakaroten dikenal sebagai antioksidan, penangkal radikal bebas dan pencegah kanker, merangsang sistem kekebalan tubuh serta sumber vitamin A.

Di samping itu itu, kandungan klorofil dalam chlorella mencapai tujuh persen, suatu angka persentase tertinggi di antara tumbuhan hijau lain. Klorofil yang fungsinya dalam tanaman sebagai pembentuk bahan makanan, akan bermanfaat jika dikonsumsi untuk membuang racun (detoksifikasi), merangsang pembentukan haemoglobin, sebagai antioksidan, mempercepat penyembuhan luka, mengurangi aroma tubuh yang tidak sedap serta membantu memperbaiki pencernaan.

Besarnya manfaat chlorella untuk kesehatan tubuh manusia, maka tidak salah jika kemudian tumbuhan ini seyogyanya direkomendasikan sebagai langkah perlindungan kesehatan manusia pada masa depan. Hal ini bertitik tolak pada slogan 'mens sana in corpore sano', yang berarti 'jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat'.

Sebelumnya, pada tahun 2015 lalu, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek menuturkan jumlah penduduk sakit di Indonesia yang mencapai 65 persen. Sementara, jumlah penduduk Indonesia kini mencapai lebih dari 255 juta jiwa.

Kondisi ini menjadi gambaran buram bagi suatu negara. Di mana untuk menuju kemajuan dan kesejahteraan, hendaknya didukung segenap warga negara dengan kondisi tubuh yang fit dan terhindar dari penyakit. Salah satunya dengan secara rutin mengkonsumsi nutrisi dari ganggang hijau.

Ni Komang Erniasih (27), seorang ibu muda dari Denpasar, Bali, menyatakan pengalamannya yang telah menggunakan produk Sun Chlorella. Sehabis melahirkan, Erniasih yang mengambil cuti bekerja di hotel selama tiga bulan, mencari berbagai cara untuk memperbanyak produksi air susu ibu (ASI).

"ASI ini akan disimpan sebagai stok kalau saya sudah bekerja. Berbagai cara saya lakukan, termasuk menggunakan daun-daunan. Hasilnya kurang maksimal. Ketika ada teman merekomendasi agar mengkonsumsi Sun Chlorella, saya segera mencobanya," ujarnya.

Hasilnya, lanjut Erniasih, ternyata sangat maksimal. ASI yang diperah menjadi lebih banyak, sehingga dapat disimpan sebagai cadangan persediaan bagi buah hati dan disimpan dalam kulkas.

"Sejak itu, saya rajin mengkonsumsi produk ini. Karena terbukti positif dan banyak khasiatnya untuk kesehatan," kata ibu satu anak ini. [Tri Vivi Suryani ]



Kamis, 28 Juli 2016

Biogas Simantri : Harapan Ketahanan Energi Petani Bali

RI 2 yusup kala /pastika
Balikini.Net Pemerintah Provinsi Bali diharapkan melakukan evaluasi terhadap pengembangan biogas pada program sistem pertanian terintegrasi (Simantri) agar berjalan dengan optimal. Optimalisasi pengembangan biogas menjadi penting dalam upaya mewujudkan ketahanan energi dan ketersediaan energi bagi petani di Bali. Harapan tersebut disampaikan peneliti senior dari Fakultas Pertanian - Universitas Udayana, Dr. Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya, S.P, M. Agr dalam keteranganya di Denpasar sebelumnya .

Alit Susanta berpandangan cukup banyak petani anggota Simantri yang memiliki kemampuan untuk mengolah kotoran ternak menjadi biogas. Kenyataanya cukup sedikit yang mengolah menjadi biogas. Begitu juga pengolahan kotoran ternak menjadi biogas oleh petani anggota kelompok Simantri hanya dinikmati oleh beberapa anggota kelompok. “instalasi yang ada sekarang susah menjangkau rumah tangga, apalagi kalau kandang sapi jauh dari perumahan” ujar Alit Susanta.

Menurut Alit Susanta, harus diakui petani belum merasakan mendapatkan manfaat dari pengembangan biogas Simantri. Manfaat baru dirasakan oleh segelintir petani yang pemukimanya berdekatan dengan kandang sapi yang menjadi tempat pengolahan biogas. Petani yang tempat tinggalnya jauh dari kandang menjadi malas untuk terlibat dalam pengolahan kotoran ternak menjadi biogas.

Teknologi biogas merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah limbah peternakan yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah lingkungan. Pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas juga menjadi upaya mengurangi efek pemanasan global sebagai dampak dari emisi gas metan. Teknologi biogas kedepan juga diharapkan mampu menyediakan energi yang murah dan ramah lingkungan bagi keluarga petani secara swadaya.

Anggota Komisi III DPRD Kota Denpasar I Wayan Suadi Putra, ST mengungkapkan biogas Simantri seharusnya menjadi bagian dari program ketahanan energi di tingkat petani di Bali. Dengan memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas seharusnya kebutuhan petani akan energi alternatif dapat terpenuhi. Permasalahannya Pengembangan biogas masih dalam skala mikro dan itu juga belum dapat dinikmati oleh seluruh anggota kelompok simantri. “Kadang juga masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di lokasi pengelolaan biogas” tegas Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi PDI-P tersebut.

Suadi Putra menegaskan evaluasi pengembangan biogas Simantri harus dilakukan dengan cepat dan terencana. Mengingat jika kemudian diberikan sentuhan teknologi tentu prospek bisnisnya akan sangat bagus. “apabila kedepan prospek bisnisnya bagus bisa dikemas dalam tabung, ini menjadi peluang ditengah fluktuasi harga gas elpiji 3 kg” ujarnya.

Mengemas biogas kedalam tabung LPG menjadi peluang baru dalam pengembangan dan pemasaran biogas di Bali. Tantanganya biogas mengandung gas hydrogen sulfida (H2S) yang tinggi pula yang berpotensi mencemari lingkungan. Gas hydrogen sulfide dapat menyebabkan korosi pada bahan besi seperti kompor gas dan tabung gas.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi Simantri 355 Gapoktan Giri Lestari, Desa Baturiti, Tabanan menyampaikan dalam upaya mengatasi dampak kandungan sulfur pada biogas telah dikembangkan Kantung Penampung Biogas dan Desulfurizer. Hilangnya kandungan sulfur pada biogas akan mengurangi korosi pada peralatan yang memanfaatkan biogas tersebut.

Perangkat kantung penampung biogas dan desulfizer hasil temuan Prof. Cokorda Tirta Nindia, Ketua riset Fakultas Teknik Mesin Udayana tersebut juga bisa disambungkan langsung dengan genset berkapasitas 1000Kwh karena sudah merupakan gas murni dan zero emisi. “setelah diolah dengan peralatan ini, kandungan sulfur pada biogas yang sudah dihasilkan Simantri akan hilang. Sehingga kendala selama ini yang dialami, yakni peralatan cepat rusak akibat korosi bisa ditangani, jadi kompor, lampu dan lainnya akan lebih awet” papar Pastika.

Menurut Pastika, dengan teknik booting, biogas non sulfur tersebut juga bisa ditampung kedalam tabung ukuran 12 kg. Dengan ditampung dalam tabung akan lebih efektif untuk dipindah-pindah. “Kalau sudah ditampung ke dalam tabung, akan efektif, karena nantinya tinggal dibawa kerumah masing-masing untuk dimanfaatkan untuk memasak, sehingga tidak perlu membeli gas lagi,” imbuh Pastika.

Pastika mengakui kantung Penampung Biogas dan Desulfurizer, kini dalam proses uji coba. Uji coba sebelumnya sudah dilakukan  di beberapa Simantri yang tersebar di Bali. Pada tahap selanjutnya akan dikembangkan guna melengkapi peralatan di masing-masing unit Simantri.

Ketua Simantri 125 Gapoktan Sawo Kabeh Desa Dawan Klod Kecamatan Dawan Klungkung Wayan Sumerta mengakui belum mengetahui terkait uji coba mengakui kantung Penampung Biogas dan Desulfurizer. Menurutnya permasalahan utama dalam pengelolaan kotoran ternak menjadi biogas adalah terbatasnya anggota Simantri yang bersedia turut serta. Kondisi ini terjadi karena hanya anggota yang rumahnya berdekatan dengan tempat pengolahan yang dapat menikmati dan memanfaatkan biogas. “pengolahan biogas hanya dilakukan seminggu dua kali, dan itu juga yang terlibat hanya anggota yang menikmati biogas” ujar Wayan Sumerta.

Sumerta menyampaikan permasalahan lain dalam pengolahan biogas yaitu keterbatasan daya tampung bak pengolahan biogas yang hanya mampu maksimal menampung 25 meter kubik. Sedangkan jumlah kotoran sapi cukup banyak, sehingga tidak keseluruhan kotoran sapi dapat diolah dan dimanfaatkan. Jika disimpan tidak ada tempat penyimpanan yang memenuhi standar. Sehingga kotoran sapi yang tidak terolah hanya dikeluarkan dari kandang dan dibiarkan ditumpuk di ruang terbuka. “kotoran yang lebih terpaksa hanya ditumpuk dan dibiarkan hingga kering, setelah kering baru diolah menjadi kompos” papar Sumerta.

Berdasarkan hasil penelitian I Nyoman Adijaya dan I M. R. Yasa dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali pada tahun 2012 diketahui bahwa Rata-rata limbah padat segar dan urin yang dihasilkan seekor induk sapi dengan berat 225 kg -250 kg adalah 14,87 kg dan 5,94 liter per hari. Sedangkan menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, hingga akhir 2015 jumlah kelompok Simantri di Bali mencapai 547 unit. Dimana tiap kelompok minimal memiliki 20 ekor ternak sapi. Jika memakai hitungan kasar maka 547 unit Simantri dikalikan dengan 20 ekor sapi dan 14,87 Kg kotoran sapi, maka dalam satu hari di Bali terdapat jumlah kotoran sapi yang berpotensi diolah menjadi biogas mencapai 162.677,8 Kg. Jumlah tersebut belum termasuk kotoran ternak sapi yang ada dikandang-kandang milik petani.

Dosen Fakultas Teknik UIKA Bogor,  M. Hariansyah dalam tulisanya yang berjudul “Pemanfaatan Kotoran Hewan (Ternak Sapi) Sebagai Penghasil Biogas” menyebutkan Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ±2 meter kubik biogas per hari. Potensi ekonomis biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 meter kubik biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. 1 meter kubik biogas  juga dapat disetarakan dengan 0,46 kg LPG atau 0,62 liter minyak tanah. Selain itu 1 meter kubik biogas juga dapat disetarakan dengan 0,52 liter minyak solar atau 0,80 liter bensin atau 3,5 kg kayu bakar.

Dalam buku berjudul “Petunjuk Praktis Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk Kompos Dan Biogas” yang disusun oleh Kaharudin Farida dan Sukmawati M dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB disebutkan bahwa untuk ukuran rumah tangga dengan jumlah ternak 2 – 4 ekor atau suplai kotoran sebanyak kurang lebih 25 kg/hari cukup menggunakan tabung reaktor berkapasitas 2500 – 5000 liter yang dapat menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak. Jika harga eceran minyak tanah Rp. 3.500/liter maka penggunaan biogas dapat mengurangi biaya rumah tangga sebesar Rp 2.500.000/tahun. Satu reaktor biogas kapasitas 2500 liter membutuhkan biaya Rp. 3.500.000 dengan umur penggunaan berkisar 10 tahun. Dengan demikian penggunaan biogas secara nyata menurunkan biaya rumah tangga tani untuk membeli minyak tanah.

Tiga dosen dari  Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Yasinta Fajar Saputri, Teguh Yuwono,  dan Syariffuddin Mahmudsyah dalam artikel yang berjudul “Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang” menyebutkan bahwa energi yang terkandung dalam 1 meter kubik biogas sebesar 4,7 kWh atau dapat digunakan sebagai penerangan 60 – 100 watt selama 6 jam. Dengan asumsi kasar di Bali saat ini terdapat 547 unit simantri dengan 20 ekor sapi tiap Simantri dan setiap ekor sapi mampu menghasilkan 2 meter kubik biogas perhari maka dalam satu hari Bali memiliki potensi biogas sebesar 21.880 meter kubik biogas. Jumlah tersebut setara dengan 10.064,8 Kg LPG atau setara juga dengan 102.837 KWH energi listrik.(Muliarta)
© Copyright 2021 BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA | All Right Reserved