Senin, 13 Februari 2023
Sabtu, 24 Desember 2022
Bissu, pendeta “multi-gender” di Indonesia di ambang kepunahan
Bissu, pendeta “multi-gender” di Indonesia di ambang kepunahan
Usai subuh di sebuah daerah di Sulawesi Selatan, seorang pendeta non-biner yang dikenal sebagai Bissu, berjalan tanpa alas kaki untuk melakukan ritual tahunan Mappalili. Ini menandai dimulainya musim tanam di Sulawesi, dimana komunitas Bissu -yang tidak jelas apakah ia bergender perempuan atau laki itu- kini berjuang melawan kepunahan. Jumlah Bissu yang ada sekarang tinggal kurang dari 40 di sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan itu, menurut para antropolog, aktif mengambil peran adat seperti sebagai dukun untuk mencegah tradisi ini hilang.
Jumat, 14 Oktober 2022
Tradisi Gebug Ende Seraya Merupakan Sebuah Pertunjukan Rakyat
Sebelum pelaksanaan Gebug Ende yang bersifat seremonial yang diadakan di Lapangan Ki Kopang, Desa Seraya, Kabupaten Karangasem ini dilaksanakan, telah dilaksanakan terlebih dahulu Gebug Ende yang bersifat sakral di Pura Bale Agung, Desa Adat Seraya.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, I Gede Arya Sugiartha mengatakan jika pelaksanaan tradisi Gebug Ende Seraya merupakan sebuah pertunjukan rakyat yang telah memiliki nilai-nilai kearifan lokal. "Dalam upaya pelestarian kebudayaan Bali, tradisi Gebug seraya yang dirangkaikan Seraya Culture Festival 2022 sebagai upaya menempatkan fungsi kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu sebagai modal budaya masyarakat Hindu Bali dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan globalisasi seeta membangun landasan yang kokoh bagi semua generasi untuk selalu mencintai seni dan budaya yang dimilikinya, " Ujarnya.
Sementara itu, Kliang Adat Desa Seraya, I Made Salin mengatakan untuk menjaga kesakralan Tradisi Gebug Seraya dan menjaga pakem asli dari Gebug Ende, baik gerakan maupun tatanan gong pengiringnya, kami dari warga seraya baik pelaku, pecinta, maupun pengamat Tradisi Gebug Seraya ingin melaksanakan tradisi ini dengan pakem dan sesuai waktu yang sebenarnya. (Ami)
Kamis, 13 Oktober 2022
Tradisi Nyeret Desa Ababi
Karangasem, Bali Kini - Mengulas tradisi di Karangasem, Bali Bagian timur seakan tidak ada habisnya. Seperti pada hari ini, Rabu (12/10/2022) terlaksana tradisi unik di Desa Adat Ababi, Kecamatan Abang bernama Tradisu Nyeret.
Tradisi Nyeret merupakan rangkaian upacara Aci Pengayu-ayu Purnama Kapat, Desa Adat Ababi. Tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali, tepatnya 2 hari setelah Purnama Sasih Kapat.
Tradisi ini khusus dilaksanakan oleh para pemuda Desa Adat Ababi, mereka mengenakan saput poleng serta udeng merah dan bertelanjang dada, serta membawa properti sebilah keris sambil berteriak-teriak di sepanjang jalan. Tradisi Nyeret sendiri merupakan ekspresi pengabdian kepada Ida Sang Hyang Widhi sebagai manifestasinya yakni Ida Bhatara Mendak Sakti yang telah memberikan keselamatan.
Sebelum diadakan prosesi Nyeret ini, warga Desa Ababi melaksanakan prosesi melasti, yakni berjalan kali dari Desa Adat Ababi menuju pantai Segara Jasri dimana jaraknya lumayan jauh.
Kelian Desa Ababi, I Gede Pasek Ariana menuturka jika para pemuda setempat yang melaksanakan tradisi ini, mereka berjalan kaki sepanjang 6 km. "Nyeret ini merupakan prosesi mendak Ida Bhatara Ngurah Sakti dari Pura Laga menuju Pura Puseh dengan cara berjalan kaki sambil menghunuskan atau keris ke atas," Katanya. Sembari mengatakan peserta yang Nyeret kali ini mencapai ratusan pemuda.
Sebelum Nyeret, para pemuda melaksanakan persembahyangan terlebih dahulu di Pura Puseh Desa Adat Ababi. Setelah itu barulah prosesi nyeret dilakukan. Mereka berlarian sambil menghunuskan keris ke atas dan berteriak-teriak sepanjang jalan.
Sepanjang prosesi berjalan, para pemuda harus tetap menghunuskan kerisnya ke atas dan tidak boleh menurunkannya. Karena, diyakini jika keris tersebut bersifat sakral.
"Keris ini sakral, makanya harus dipegang ahak tinggi. Keris ini juga digunakan secara turun temurun sejak zaman dahulu. Meskipun tidak ada sanksi jika keris diturunkan, namun kami percaya ada pertanggungjawabannya kepada Ida Bhatara," Tandasnya. (Ami).
Senin, 10 Oktober 2022
Karya Ngenteg Linggih Caru Rsi Gana Banjar Tampakgangsul Denpasar
Walikota Jaya Negara Ngayah Mesolah Topeng Arsa Wijaya
Denpasar, Bali Kini - Bertepatan dengan Rahina Purnama Kapat, Soma Wage Dukut, Walikota Denpasar, IGN. Jaya Negara Ngayah Mesolah Topeng Arsa Wijaya serangkaian Puncak Karya Ngenteg Linggih, Padudusan Alit, Mupuk Pedagingan, Caru Rsi Gana dan Jempong Asu di Banjar Tampakgangsul Denpasar, Senin (10/10).
Tampak hadir juga dalam kesempatan ini, Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, Sekda Kota Denpasar, IB. Alit Wiradana, Anggota DPR RI, IGA. Rai Wirajaya, Ketua Komisi I DRRD Kota Denpasar, I Ketut Suteja Kumara, Mantan Walikota Denpasar, IB. Rai Dharmawijaya Mantra dan undangan lainya.
Sebelum upacara, di awali dengan tarian Rejang Dewa, Wayang Lemah, Topeng Keras, Topeng Tua, Topeng Penasar, Topeng Arsa Wijaya, dan Topeng Sidakarya serta Tari Baris.
Walikota Jaya Negara usai upacara mengatakan, pelaksanaan Karya Ngenteg Linggih, Padudusan Alit, Mupuk Pedagingan, Caru Rsi Gana dan Jempong Asu Banjar Tampakgangsul Denpasar ini adalah salah satu bentuk untuk meningkatkan sradha bhakti yang ada di setiap umat. Apalagi di komunitas masyarakat seperti banjar, perlu diapresiasi bagaimana membangun sradha bhakti masyarakat melalui upacara yang dilaksanakan.
“Mengenai pelaksanaannya, Pemkot Denpasar memberikan apresiasi dimana muncul kemandirian dan kesadaran masyarakat yang begitu dalam melaksanakan Yadnya sehingga manfaat yang kita peroleh dalam penyelenggaraan upacara keagamaan yang dikenal dengan istilah Tri Guna Karya serta Satwika Karya dapat kita peroleh dengan baik,” kata Jaya Negara.
Walikota Jaya Negara juga mengharapkan setelah dilaksanakannya Upacara Karya Ngenteg Linggih, Padudusan Alit, Mupuk Pedagingan, Caru Rsi Gana dan Jempong Asu Banjar Tampakgangsul Denpasar ini seluruh umat terutama penyungsung dan pengempon serta Krama Banjar dapat terus meningkatkan sradha dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
“Tentu pelaksanaan Yadnya ini sebagai sarana peningkatan nilai spiritual sebagai umat beragama. Kami berharap kedepan upacara Yadnya ini dapat memberikan energi positif yang dapat memancarkan hal positif bagi umat serta menetralisir hal- hal negatif dilingkungan desa setempat,” katanya.
Manggala Karya I Wayan Sugitha, didampingi Kelian Adat Banjar Tampakgangsung A.A.Ketut Ekayadnya yang ditemui disela-sela upacara mengatakan, pelaksanaan karya ini merupakan upacara Dewa yadnya. Kegiatan serupa pernah dilaksanakan pada tahun 1953 silam
Dimana karya ini pada umumnya diadakan tiap tiga puluh tahun sekali. Dalam upacara ini, semua pelinggih yang ada di paryangan banjar dipelaspas dan dipendem pedagingan. "Semua pelinggih yang ada di Merajan Banjar Tampakgangsul, termasuk Balai Kulkul. Semuanya akan dipelaspas dan dipendem pedagingan," katanya.
Upacara ini dipuput tiga sulinggih, yakni Ida Pedanda Gede Made Karang dari Griya Karang Tampakgangsul, Ida Pedanda Gede Oka Karang dari Griya Lumintang dan Ida Pedanda Gede Oka Mas dari Griya Satria. Selaku Yajamana karya, yakni Ida Pedanda Made Karang. (ays/r4).
Selasa, 04 Oktober 2022
Jegog Jembrana Siap Meriahkan Presidensi G20
Hal tersebut disampaikan Bupati Jembrana I Nengah Tamba saat menyaksikan latihan kesenian Jegog yang akan tampil pada event WCCE, Senin (3/10) di Angkringan Negaroa Bahagia. Bupati Tamba menegaskan agar para seniman jegog dapat memberikan penampilan terbaik, tidak hanya dari alunan semangat Jegog namun juga atraksi yang ditampilkan oleh para penabuh itu sendiri.
"Atraksi budaya Jegog Jembrana ini akan tampil di WCCE di Nusa Dua dalam rangkaian kegiatan G20. Tentunya, kebutuhan audience internasional beda dengan kita. Selain mendengarkan alunan musiknya, juga menyaksikan atraksi dari para penabuhnya," ujarnya.
Lebih lanjut, Bupati Tamba meminta kepada para penabuh agar menampilkan Jegog yang penuh semangat sehingga dapat memberikan aura yang positif terhadap kegiatan yang diselenggarakan.
"Saya minta kepada teman-teman bagaimana mereka harus menunjukan sebagai masyarakat Jembrana yang memiliki semangat dan kesantunan yang tinggi," tandas Bupati Tamba.
Lanjut, Bupati asal desa Kaliakah ini yakin ketika Jembrana mencapai waktu emasnya, kesenian Jegog akan menjadi agenda rutin dalam kalender atraksi budaya.
"Ini adalah kesenian bentuk budaya yang sangat kita hargai, pada tahunnya nanti, Jegog akan menjadi salahsatu dari nominasi dari event budaya yang ada di kabupaten Jembarana," ucapnya.
Ditambahkannya, Bupati Tamba berharap selain menampilan atraksi sesuai dengan selera Internasional, tetap tidak mengurangi nilai-nilai tradisionalnya.
"Saya memastikan bahwa penampilan anak-anak ini memang sesuai dengan kebutuhan internasional dengan tidak mengurangi konten lokalnya," kata Bupati Tamba.
Senada dengan yang disampaikan Bupati Tamba, ketua Yayasan Jegog Jembrana Ketut Suarda juga berpesan kepada para penabuh agar bisa tetap fokus menampilkan pertunjukan yang terbaik.
"Kita harus tampil semaksimal mungkin karena ini acara bertaraf dunia, jadi persiapannya harus matang dan tidak boleh ragu. Serta tetap semangat seperti Jegog, selain itu klasik ya juga harus ditampilkan," pungkas Suarda. [Ngr]
FOLLOW THE BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow BALIKINI.NET | BERIMBANG, OBYEKTIF, BERBUDAYA on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram